Mohon tunggu...
Anindyo Frezio
Anindyo Frezio Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menulis untuk kehidupan. Fotografi untuk mengabadikan momentum

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Flowers Rich of Love: Gadis Penjual Bunga

27 Maret 2016   23:26 Diperbarui: 29 Maret 2016   15:36 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Flowers Rich of Love: Prologue bisa disimak disini

Mata kuliah Termodinamika pun selesai karena 3 sks jadinya selesai pada pukul 15:30 suasana kampus saat ini sepi sekali karena sudah menjelang sore. Aku keluar dari ruang kelas M5 dan tak lama bertemu Ira. “Haii Dyo! Baru selesai kelas yah? Sama donk “ sapanya ringan dan penuh senyum. “Haii, mbak Ira! Iyaaa nihh baru selesai kelas nihhh. Mbak Ira industri angkatan 2013 yah? Waaah aku lebih muda donk? Hehe” tanyaku ringan kepadanya.”Eh iyaa aku industri 2013, tapi waktu SMA aku akselerasi jadinya kita seumuran bahkan aku mungkin lebih muda ketimbang kamu yooo” jawabnya sambil senyum ringan. “Hah? Mosok sih? Aku ultah bulan Juni sih heheh kalo kamu ra?” tanya ku penasaran. “Tuuuhkan lebih tua kamu beberapa bulan. Aku ultah bulan November hahaha” jawabnya sambil merapikan rambutnya. “Owalaahh hahah, kamu pulang sama siapa? Rumahmu dimana emang?” tanyaku iseng hehe.

Ternyata rumahnya di condong catur. Keluarganya memiliki toko bunga di monjali. Usaha toko bunga ini sudah turun menurun. Awalnya toko bunga milik keluarganya hanya di kota baru saja tetapi sekarang buka cabang di monjali juga. Nah kebetulan yang di monjali, Ira lah yang bertanggung jawab sebagai anak sulung dalam keluarga. Lagipula ia juga menyukai tentang bunga dan pernak perniknya. Katanya setiap bunga itu memiliki arti dan tujuan masing-masing. Setiap bunga itu berisikan tentang harapan. Misalnya bunga yang diberikan untuk menjenguk orang yang sakit. Bunga tersebut ditaruh impian agar orang yang sakit itu lekas sembuh dan kembali sehat seperti biasanya. Ada juga bunga yang diberikan untuk gadis/wanita kesayangan. Bunga tersebut diharapkan disukai oleh gadis/wanita kesayangannya. Lagipula menurut Ira, bunga itu adalah salah satu ciptaan Allah yang indah sekali. Seorang gadis seperti Ira dari moodnya berantakan lalu melihat bunga mawar merah dipadukan dengan bunga mawar putih membuatnya menjadi senang kembali.

“kamu tau ga yo? Bunga itu memiliki kekuatan lohh” katanya sambil meyakinkanku.

“Masak sihh aku mah ga ngerti masalah bunga-bungaan taunya lagunya Beby Romeo yang bunga terakhir heheh” jawabku santai. “Hmmm udah sore. Aku belum juga di jemput. Pasti mas Boy lupa jemput deh meeeeh nyebelin” kata Ira sambil mengecek smartphonenya. “Eh? Kamu belom dijemput? Aku anter yuuk gimana?” tanya ku ringan. “beneran gapapa? Ntar ngerepotin kamu lagi yo” tanya nya cemas. “Ngaklah nganter kamu doank, its not a big deal!” jawabku. “Makasih Dyoooo! Anter aku ke toko bunga di monjali aja yah” jawabnya dengan senang

Akhirnya kami ngobrol sambil berjalan ke parkiran motor. Tiba-tiba dia menanyakan satu hal kepadaku. “Kenapa sih anak-anak mesin itu selalu peka, care, dan perhatian sama cewe? Gimana yah? Kayak kamu nih ga mau ninggalin aku sendirian di kampus gitu. Peka banget ga kayak anak-anak cowo di jurusanku” tanya Ira dengan sedikit kesal. “Iyaaa karena kita di mesin kan ceweknya dikit. Di angkatanku cewenya cuman 8 out of 142 orang. Dan kita juga didik kalo cewek itu harus di lindungin dan harus peka sama cewe. Karena itu kita anak-anak mesin jadi menantu idaman. HAHHAHA” jawabku sambil ketawa narsis. “Yeee dyo bisa aja hahaha. Btw motormu Trail yah? Macho jugaaa. Pas lah sama anak mesin yang dikenal macho hehhe” tanya nya sambil tertawa. “Ira gombal gembel nihh ahh hahaha. Yuk cus langsung sebelum ke sorean” kataku sambil menyalakan motorku.

Sesampainya di monjali, Ira bertemu mas Boy. Ia pun langsung sedikit marah “ MAS BOYY!!! KEMANA AJA KATANYA MAU JEMPUT AKU?!? Nyebelin ahh” kata Ira. “Maa- maaf mbak Ira. Tadi mas Boy nganerin pesenan bunga di Jakal atas mbak. Trus nganterin pesenan juga ke godean” jawab mas Boy dengan sedikit ketakutan. Terlihat mas Boy masih di atas motor matiknya. Akupun sedikit senyum kepada Ira. Tiba-tiba mas Boy nyeletuk “Cieee mbak Ira!! Dianterin sama cowonya yaah cieee cieee!” teriak mas Boy. “Ihh mas Boy waton tenan! Sana mbok yah jaga kasir gih, ada pelanggan yang mau beli! Hussh sana sana!!” kata Ira sambil mendorong mas Boy ke arah meja kasir. Mas Boy ini asisten keluarga Ira tepatnya dia yang jaga kasir dan mengantar bunga yang dipesan oleh pelanggan. Mas Boy juga biasanya yang nganter dan jemput Ira ke kampus. Mas Boy ini berkulit sawo matang, berbadan kurus ceking dan mukanya kayak pelawak dan sering ngelucu juga. Tinggi nya cuman sebahu Ira. Orangnya ramah dan murah senyum sama semua orang. 

Aku masih duduk diatas motor trailku sambil tertawa melihat tingkah laku mereka. Tak lama Ira menyadari aku masih di depan tokonya. “Eh Dyo, maaf yaah kelakuannya mas Boy ini. Orangnya emang gitu kadang-kadang nyebelin huffft” kata Ira sambil sedikit kesal. “Hahah gapapa kok mas Boy kayaknya orangnya kocak hahaha” kataku sambil tertawa. Muka Ira terlihat sedikit kesal tapi akhirnya ia setuju sama pendapatku barusan. Tak lama terlihat ada gadis kecil yang keluar dari pintu belakang kasir.

“Mbaaak Ilaa udah puyaaangg! Holeeeee”

“Haaaii Icaaa! Iyaa mbak Ira baru pulang nihh kan hari ini kuliah mbak Ira lumayan padet” kata Ira sambil jongkok dan memeluk gadis kecil itu. Gadis itu kira-kira umurnya masih 5 tahun. “Mbak Ila, dianter pacalnya yaah? Cieee” kata gadis kecil itu sambil senyum yang memperlihatkan giginya. Giginya masih ada yang ompong beberapa. Berbicaranya masih sedikit cadel ngomong huruf R saja masih sedikit susah. “Waton kamu dek. Ini pada kemakan gossip apa sih kalian? Ini pasti mas Boy yang ngajarin aneh-aneh” jawab Ira sambil merasa aneh sama gadis kecil itu. Gadis kecil itu adalah keponakan dari Ira, namanya Ica. Rumahnya di Monjali juga kebetulan deket Toko Bunganya Ira maka dari itu Ia sering ke toko bunga untuk bermain sama Ira dan mas Boy.

Ica suka belajar menata rambut dari Ira. Katanya Ira memiliki rambut hitam mengkilau nan indah. Style Ira juga bagus makanya Ica sering belajar menata rambut darinya. Mulai dari menyisir dan mengucir rambut. Dasar anak perempuan meeeh. Gampangan anak cowo ahh rambutnnya pendek simpel dan mudah hehe. “Mbak Ica! Gimana kunciran rambut Ica? Bagus kaaan? Ini yang mbak Ira ajarin kemarin sore lohhh” kata Ica dengan lucu. “Waah iyaa dek! Pinter juga kamuuu yaaah” jawab Ira tersenyum sambil mengusap-usap kepala Ica. “Ira, rambutku bisa di kuncir juga ga?” tanyaku ringan. Aku di kacangin terus nih disini berasa penonton alay dahsyat nihhh. “Dyooo kamu tuh cowok dan rambut mu itu pendek mana bisa dikuncir! Haha ada-ada aja kamu yoo. Rambutmu bisa sih tak gunduli sini”kata Ira sambil bercanda. “Ngak ahh rambutku udah bagus kayak gini. Mehh gundul ntar kayak micropon lagi haha” jawabku sambil tertawa.

Hari semakin sore, akhirna aku memutuskan untuk pamit dan balik ke kosanku yang tak jauh dari monjali. Sampai rumah aku langsung membuka laptopku dan mengerjakan tugas dosen yang diberikan tadi. Tak lama datang Prof Maman sambil tergesa-gesa. “Yoook! Kamu darimana aja yook?!?” tanya prof Maman dengan sedikit panik. “Kenapa prof? Aku abis nganter Ira tadi ke monjali. Lagipula ga sampe 2 kilo dari sini” jawabku bingung. “Owalaaah, aku kira kamu kemana. Di telfon ga diangkat, Line ga dibales” kata Prof Maman padaku. “Hehe maaf Prof, batre smartphoneku abis nihh. Tadi pagi dipake buat nge game hehe maaf prof maaf” jawabku sambil cengesan. “Okelaah haha, udah ngerjain peer belom? Sini aku ajarin biar paham” kata Prof Maman singkat. “Beuuuh prof Maman ini calon professor atau dukun nih? Kok tau aja sih apa yang ku butuhin? Cowo peka banget deeh cewee mana sih yang gamau sama Prof Maman nihhh” jawabku sambil tertawa. “Ahh kamu yok, ga cuman cewe aja yang di gombalin. Cowo juga di gombalin haha. Nihh peernya tuh gini loh yok” kata prof Maman sambil menerangkan tugas yang diberikan dosen tadi siang

Hmmm ga terasa, sekarang hari sabtu. Ga ada kelas pengganti, ga ada tugas buat hari senin. Akhirnya bisa santai juga. Tidur-tiduran ahh lagi mager nihh. Untung tadi subuh kebangun kalo gak bablas aku sampai jam 10 pagi. Cek instagram ahh siapa tau ada followers baru atau liat update yang lagi hits hari ini. Ga lama smartphone ku bergetar, ada Line dari seseorang. Dari siapa nih? Tumben amat pukul 7 pagi gini udah ada line masuk. HAH? DARI IRA?? Weeew asiiikkk hahha. “Dyoo, hari sabtu ini sibuk ga? Aku ada pesenan bunga deket Amongrogo harus dianter kesana pukul 10 pagi ini. Mas Boy lagi sakit nihh kena hujan kemarin malam” kata Ira pada chat Line kepadaku. “Kebetulan aku lagi ga ada kegiatan nihh. Jam 8 aku jemput di tokomu di Monjali yaah” balas ku dengan singkat. Mandi dulu ahh biar wangi dan ga ngantuk. Make kemeja yang keren ahh biar kece siapa tau aja Ira kepincut hehehe.

Sebelum pukul 8 pagi aku sudah di tempat Ira. Terlihat mas Boy baru datang juga. Mukanya tidak seperti biasanya. Badannya menggigil dan terlihat lemas. Aku duduk di kursi depan toko bunga kepunyaan Ira. “Eh mas Boy! Lagi ga enak badan nih mas?” sapaku ringan. Mas Boy langsung tersenyum kepadaku, “Eh mas Dyo, mau ngapelin mbak Ira yah? Iyaa nih mas semalem saya kehujanan ee. Pulang sampai rumah badan saya menggigil. Naik motor aja oleng saya mas. Ini juga kasian mbak Ira ga ada yang jaga di toko dan ada pesanan juga di deket Amongrogo” kata mas Boy sambil duduk di sebelahku. “Waduh mas, memang sih sekarang ini lagi musim hujan. Udah minum obat mas?” tanyaku bingung. “Alhamdulilah udah mas. Kemarin saya juga udah di kerokin sama istri saya di rumah jadinya udah lumayan enakan tapi masih ga enak badan” kata mas Boy sambil mengeluarkan bungkus rokok dari sakunya. “Mau rokok mas?” tanya mas Boy sambil menawarkan rokok padaku. “Waduh maaf mas saya nggak ngerokok ee mas hehe makasih atas tawarannya” kataku singkat. “Waah bagus donk mas! Biasanya anak mesin kan pada banyak yang ngerokok. Yang awal kuliah nggak ngerokok pas pertengahan kuliah pada ngerokok. Jangan ngerokok mas ga bagus buat kesehatan mas sama mbak Ira hehe” jawab mas Boy sambil tertawa. “Hahaha, mas Boy bisa aja. Loh mas Boy tau darimana saya anak mesin?” tanyaku heran.

“Nohh dari Mbak Ira lah siapa lagi?” jawab mas Boy singkat sambil mengisap rokok Dji Sam Soe miliknya.

“Mas Boy!! Hayoo pasti cerita yang aneh-aneh lagi nih! Ihh udah sakit masih aja ngerokok. Udah tau ngerokok itu ga baik buat kesehatan juga. Tuh liat tulisan di kemasan rokok yang dibeli mas Boy” seru Ira dari belakang meja kasir. “Waduuh mbak Ira, pagi-pagi udah ngambek aja. Kalo ngambek ntar makin cantik lohh. Kalo makin cantik ntar cowo sebelah saya ini makin naksir lagi sama mbak Ira” kata mas Boy sambil tertawa ringan. Kata-kata mas Boy barusan membuatku bangun dari lamunan ku tentang bahaya rokok. “Haha, mas Boy bisa aja tuuhh” kataku ringan. “Meh, yaudah mas Boy aku mau nganterin pesanan dulu. Mas Boy gausah nganter-nganter lagi sakit. Jaga toko aja yah jangan aneh-aneh yah mas” kata Ira sambil melangkah maju keluar toko. Aku pun terkaget sekali. Cantik banget Ira hari ini. Rambutnya dikuncir, mukanya terlihat fresh sekali pagi ini. Kulitnya yang putih terasa pas dengan baju berkerah berwarna krem yang ia kenakan hari ini. Ira terlihat anggun sekali hari ini. Apakah ini yang dikatakan orang tentang Gadis cantik khas Jawa? Akupun belum pernah melihat keanggunan gadis jawa sebelumnya. Karena daerah dekat rumahku kebanyakan orang betawi, orang sunda dan beberapa orang jawa. Seringnya melihat cantiknya gadis sunda dan sudah maklum kayaknya.

“Mbak Ira mau nganter pesanan atau mau pacaran tuuuh? Hihihi” celetuk mas Boy dari balik meja kasir.

“Tuhkan mulai ngaco. Itu ada pelanggan mau beli bunga tolong di pilihin yang bagus dan sesuai kebutuhan mereka. Aku pergi dulu takut telat” kata Ira sambil memakai helm dan langsung naik ke motorku. Kamipun langsung bergegas ke arah Amongrogo menggunakan motor trail kesayanganku. “Maaf yah Dyo, kalau mas Boy sering ngawur ga jelas gitu. Orangnya emang gitu. Kadang aku suka kesel. Tapi hebat juga sih mas Boy itu walaupun dalam tekanan ia masih bisa menyelesaikan masalah dengan mudah dan tidak lupa sambil bercanda. Lucu juga kalo diingat-ingat haha” kenang Ira mengenai mas Boy. “Ngak papa kok ra, malah aku seneng sama orang-orang kayak mas Boy gitu. Sering bercanda walaupun banyak tekanan” kataku ringan.

“Ra, kita udah sampe Amongrogo nih. Alamat pesanannya dimana nih?” tanyaku sambil memberhentikan motorku dipinggir jalan. “Bentar disini sih tulisannya deket-deket sini. Coba deh depan belok kiri. Kayak disitu” kata Ira singkat. Akupun langsung menyalakan motorku dan mengikuti instruksi sesuai perintah Ira. “Naah ini alamatnya. Tunggu bentar yah Dyoo” kata Ira sambil berlari sedikit dengan membawa bunga yang telah dipesan. Ternyata yang memesan bunga ini adalah seseorang yang tinggal dirumah besar itu.

“Haii Iraa! Akhirnya kamu dateng juga! On time banget! tante senang” kata wanita dirumah besar itu.

Wanita itu kira-kira berumur 50 tahun. “Iyaa tante Yuono, untung on time yah hehe. Acaranya belum di mulai kan?” tanya Ira sambil memberikan bunga pesanan dari tante Yuono. “Kemarin tante telfon mama kamu. Soalnya tante mau pesen bunga ke mamamu. Eh ternyata anaknya yang ngaterin hehe” kata Tante Yuono. “Wah bunga nya cantik bangett! Kamu ga salah pilih bunganya haha. Btw kamu kesini sama siapa? Ohhh sama cowo yah? Pacar baru Ira yah? Ganteng lohh raaa kayaknya anaknya baik loh ra. Ga salah pilih kamu ra” kata tante Yuono sambil melihatku sambil tersenyum lebar. Aku mendengar suara pembicaraan mereka dan aku hanya tersenyum malu.

“Ahh tante bisa aja haha. Oiya aku pamit duluan yah tante” kata Ira sambil tersenyum malu. “Eh ini uangnya. Masak kamu lupa sih kan tante belum bayar, sayang. Oh iya uangnya tante lebihin buat ongkos kamu kasian jauh-jauh dari monjali” kata tante Yuono sambil tersenyum. “Waaah makasih banyak tante Yuono! Aku pamit dulu. Assalamualaikum” pamit Ira kepada tante Yuono. Ternyata mama Ira dan tante Yuono itu teman kuliahnya dulu. Anak-anak dari tante Yuono kebanyakan sudah menikah dan bekerja diluar Jogja. Jadinya tante Yuono tinggal berdua dengan suaminya.

“Saiki tindak pundi mbak Ira?” tanyaku dalam bahasa Jawa. “Bisa bahasa jawa juga kamu yo? Hahaha, kita cari sarapan yuk. Aku belum sarapan nih daritadi. Kamu juga belum kan?” tanya Ira ringan. Ketika kami mencari sarapan untuk berdua, tidak sengaja kami melewati sebuah SMA di sekitar amongrogo. “Dulu aku sekolah disini loh yoo hehe bagus kan?” tunjuk Ira ke arah SMA Negri tersebut. “SMA Negri itu maksudmu ra?” tanyaku cepat. Ternyata Ira adalah salah satu alumni akselerasi SMA Negri dekat situ. Berarti Ira pinter yah? Hahaha. Sebenarnya Ira menampatkan studi SMP nya hanya 2 tahun. Tetapi Ira baru masuk SD pada umur 7 tahun.

“Btw, kamu dulu sekolah dimana yo?”   

Tanya Ira penasaran. “Aku dulu sekolah di Al Azhar, dari SMP hingga SMA” jawabku ringan. “Sekolah Islam yaah? Cieee berarti kamu alim dan sering ngaji donk yoo? Suami idaman banget donk? Haha” tanya Ira dengan tertawa. Waduh Ira kode atau gimana ini? Hehe. “Bisa aja kamu ra hahah. Eh kita sarapan pagi apa nih?” tanya ku bingung. “Udah ikuutt pentunjukku aku aja. Kita makan sayur-sayuran aja biar sehat” jawab Ira dengan semangat. “Okeeee” jawabku singkat. “Naaah ini belok kiri yaaah itu ada warung tenda di kiri jalan” kata Ira sambil menunjukkan tempat makan yang akan dijadikan sarapan pagi oleh kita.

“Kita makan Lotek atau sego pecel yah!”

Seru Ira sambil senang, ternyata Lotek adalah salah satu makanan favorit Ira. “Hah Lotek itu apaan ra?” tanyaku sambil bingung. Aku belum pernah mendengar lotek dan sego pecel sebelumnya. “Lotek itu isinya sayur-sayuran dan di taburi ulekan dari bumbu kacang. Kalo sego pecel itu kayak lotek tapi pake nasi. Kurang lebih begitu. Ini makan kesukaan dari dulu” kata Ira sambil masuk ke warung tenda berwarna hijau tersebut. “Ehhh mbak Iraaa, kemana aja? Ga pernah keliatan lagi nihhh?” sapa ibu-ibu penjual lotek di warung tenda hijau. “Eh ibuuu, iyaaa nih aku lagi sibuk kuliah nihh jadi jarang main ke daerah sini hehe” kata Ira singkat. “Owalaahh kamu mah sibuk terus haha, jadi ingat waktu kamu sarapan pagi disini sebelum sekolah haha” kata ibu penjual lotek. Ohh ternyata ini tempat favoritnya Ira tohhh baru paham akuuu. “Ohh bentuknya gini toh? Ini mah kayak ketoprak kalo di Jakarta haha” kataku ringan. “Udah coba aja dulu enak apa ngak. Lotek disini paling enak loooh” kata Ira sambil memegang tanganku untuk menyuruhku makan lotek tersebut. Cobaa ahh enak ga sih makanan yang dikasih nama Lotek ini. Hmmmmm enaaak bangettt ternyata! Sayurnya masih fresh banget dipadu dengan bumbu kacang di atasnya menjadi tambah nikmat ketika kena di lidah. “Dyo! Gimana enak apa ngak? Kok diem aja di tanyain? Malah makan mulu lagi” kata Ira sambil sedikit heran. “Ehh sorry ra, enak banget loteknya. Aku aja daritadi makan terus karena enak banget hahaha” kataku dengan senyum polos. Ira menghancurkan lamunanku saja tentang kesempurnaan lotek hahaha. “Udah selesai belom? Aku yang bayar yaah! Anggap aja ongkos kamu nganterin aku” senyum Ira sambil tersenyum.

Melihat Ira menuju kasir pembayaran sambil berbincang-bincang dengan ibu penjual lotek, aku baru menyadari aku terkena diabetes! Lohh kok bisaa? Aku kan masih muda! Kenapa? Karena senyum Ira manis dan tulus sekali. Sambil berbincang-bincang dengan ibu penjual lotek, Ira selalu tersenyum manis dan sepertinya Ira dikenal ramah dan supel. Tak heran ia selalu di ingat oleh semua orang dari semua golongan. Tapi yang terpenting dari itu semua adalah.................. Ira memiliki kekuatan dari senyum manis miliknya. Auranya pun membuat kita menjadi senang........ Kita atau hanya aku saja? 

Hari sudah semakin panas, langitnya sangat biru. Jalanan sudah semakin padat dan mulai merayap. Walaupun hari sabtu tetapi keadaan lalu lintas disini semakin ramai. Ira pun mengajak pulang karena jarum jam kecil hampir menunjukan jam 12 siang. Aku langsung menyalakan motorku dan kembali ke monjali. Ntah kenapa hari ini terasa indah dan menyenangkan. Berada di dekatnya rasanya seperti lebih komplit dari sebelumnya. Hmmm komplit aku pun tak tahu juga. Yang penting rasanya lebih nyaman dan menyenangkan kalau ia hadir di hari-hariku. Seakan-akan membuat hatiku lebih berwarna. Sesampai nya di toko bunga, mas Boy sepertinya membeli sesuatu untuk hiasan di toko.

“Criiinggggg, Criiiingggggg”

Bunyi sebuah bel yang di pasang di depan pintu masuk toko. Ternyata mas Boy membeli sebuah bel untuk di toko. Kegunaan bel ini sendiri berguna untuk menandakan adanya pelanggan atau tidak semisal Ira atau mas Boy sedang di ruang belakang. “Ihhh Belnya lucuuu! Mas Boy keren milih belnya! Ga salah deh sama pilihan mas Boy” kata Ira sambil tersenyum dan memuji mas Boy. Mas Boy pun membusungkan dada berlagak seperti pahlawan tetapi mukanya sangat lucu sehingga menjadi lawakan yang lucu sekali. Ujung-ujung nya mas Boy tetap jadi bahan ke usilan orang-orang sekitarnya karena tingkah laku nya yang sangat lucu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun