Pagi ini aku bangun dengan penuh putus asaan. Tak sadar sekarang sudah jam 8. Tapi seperti jam 5 shubuh. Aku lupa jika gordyn apartemenku aku tutup rapat2 kmrn malam. Skrg aku sdah tinggal di sebuah Apartemen di Gandaria, Jakarta Selatan. Apartemenku lumayan luas untuk 3 orang atau 1 keluarga bahagia. Aku buka gordyn yang membaluti 2 jendela yang besar. Cahaya matahari langsung menusuk mencabik2 mata telanjangku. Aku kembali ke tempat tidur memeriksa iPhone 5s kepunyaanku. Tak biasanya smartphone ini sangat sepi. Biasanya aku sudah mendapatkan sms dari Allyssa di pagi hari. Ataupun ia datang ke apartemenku setiap pagi. Aku lupa kejadian 1 bulan yang lalu
Awal Februari 2014
"Alyssa, kita kan sudah bertunangan, pernikahan kita juga sudah di rencakan jugaaa, aku ingin kamu berhenti jadi pilot dan menjadi ibu rumah tangga" Kataku kepadanya pada malam hari dirumah Allysa. "Sayang, aku mengerti tapi ijinkan aku untuk penerbangan terakhir ini. Kira2 pertengahan bulan ini. Setelah itu aku akan keluar sebagai pilot dan mendampingimu dalam kehidupan selanjutnya" ia berbicara dan melepas senyum yang indah. Akupun juga tersenyum bahagia karena ia mengerti maksudku. "Sudah malam aku balik dulu yah, besok pagi kamu harus sudah di Cengkareng untuk tes fisik kan?" "Iyaaaa kamu juga ada meeting kan besok pagi?" Sembari senyuman yang indah melemparkan kepadaku. "Aku pulang dulu dadaaah sayang" setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya aku meninggalkan rumahnya.
Masih teringat pembicaraan ku dengannya pada malam itu . Aku masih ingat hari itu tanggal 4 Februari Aku pun langsung menyalakan tv yang sedang mati. Melihat liputan berita tentang kejadian pesawat yang jatuh bulan lalu. Aku tak kuasa melihatnya. Aku langsung mematikan tv tersebut. Aku beranjak ke kamar mandi untuk mandi di hari sabtu kelabu ini. Ketika ingin mengambil pakaian aku teringat ketika masa2ku dengan Alyssa ketika di bangku SMA Â (Baca:"Airport Love") Airport Love
Awal Januari 2014
Sore hari, Aku menjemput Allysa di Soekarno Hatta. Ia baru tiba di Jakarta setelah mengemudikan si burung besi dari Melbourne setelah transit di Kuala Lumpur. Aku menunggu di Kafe di Bandara tersebut. Hari itu tampak ramai karena setelah libur panjang tahun baru.Untungnya di kafe tersebut masih menyisakan 2 tempat duduk. Pas di depan muka kafe tersebut. Sehingga aku bisa melihat Allysa datang.
Aku mengirim kan sms kepadanya "Sayang, aku udah di Soekarno Hatta yah. Aku lagi di Kafe depan pintu keluar" aku duduk disana sekitar 20 menit. Kemudian ia baru membalas sms ku "Haaay sayang aku udah landing yaah tunggu aku yaah"
20 menit kemudian
Ia keluar dan mencariku. Aku beranjak berdiri dari kursi yang aku duduki selama 40 menit lalu. Ia melihat ku, bola matanya seakan-akan menjadi sangat besar ketika melihat diriku yang tersenyum kepadanya. Ia menghampiriku sambil berlari. Aku hanya diam di tempat aku berdiri, berdiri di depan kafe tersebut. Ia membawa koper besar berwarna merah, ia masih menggunakan seragam khas Pilotnya dan topi khas pilot. Ia memelukku sangat erat. Aku hanya tersenyum kepadanya. "Dyoooooooo!!!" katanya dalam suara lirih dekat telingaku. "Selamat datang kembali sayangku" aku memeluknya sambil membukakan topi yang ia masih gunakan. "Allysa, aku disini bersamamu untuk selamanya"
"kamu pasti haus, duduk dulu yuk di kafe" kataku padanya. Ia masiih tersenyum kepadaku, aku membawakan koper merah besarnya. Ia mengengam tanganku dengan erat. Tangannya dingin, mungkin suhu ruangan di kokpit pesawat dingin. Entahlah aku bukan Pilot. Ia duduk berhadapan di tempat aku duduk tadi. Aku ke counter untuk memesan minuman kesukaannya,Iced Cappucino. "gimana Aussie?" Tanyaku ringan. Sudah 3 Minggu ia di Aussie dan New Zealand. Komunikasi kita pun juga terbataskarena jadwalnya yang lumayan padat dan tugasku ke pabrik otomotif di Karawang. "yaaah begiulaaah kotanya indah tapi aku masih cinta Indonesia" jawabnya dengan senyum. "ohh iyaaa! aku membelikan sweater Hijau untukmu!!" ia menyodorkan sweater hijau bertuliskan New Zealand bergambar kiwi. Aku rasa ukurannya pas di badanku. "Waaaah terima kasih sayang"
Tak lama Iced Cappucino kepunyaan Allysa pun sudah jadi. Pelayannnya memanggil namaku, seperti Kafe-kafe di tempat lain. "niiih iced Cappucino. Kamu pasti haus hehehe" tawa ku ringan. "Makasiiih sayaaaaang!" ia tersenyum lebar.
"Udah habis belum minumannya?" tanyaku padanya. "Sudah kok, yuuk pulang" ajaknya dengan sedikit menarik tanganku. Sekitar jam setengah 6 kami balik ke rumah, tepatnya mengantar ke rumah Allysa. Tapi sebelum mengantar pulang aku mengajaknya makan malam di Alam Sutra, BSD. "hampir malam niih, kita makan malam dulu yuuuk say" ajak ku kepadanya. "Boleh deh, kamu mau makan apa?" tanya ringan. Matanya sedang melihat keadaan didalam mobilku yang terlihat lumayan berantakan. Mobil sedan yang lumayan keren dari luar, berantakan dari dalam. "mobil kamu berantakan banget siiih. aku tinggal 3 minggu aja udah begini" ia sediki mengomel tentang mobilku. "hehehe, maaf sayang aku ga sempet beres-beres. Aku harus bolak balik Thamrin-Karawang untuk melihat pabrik Otomotif perusahaan" yaaah aku lulusan Teknik Mesin pastinya tidak jauh-jauh dari dunia otomotif. "Eh jadi makan malam apaa niih??" tanya nya penasaran. "liat ajaaa aku mau bikin kejutan"
Aku memesan restaurant di salah satu mall di Alam Sutra. Aku memilih meja di luar ruangan agar bisa melihat jalanan malam Alam sutra. Restaurant ini terletak di lantai paling atas mall ini. 1 Meja 2 kursi dan 1 kejutan. "waaaaah tumben kamu Romantis kayak gini. biasanya maah biasa ajaaa" gerutu Allysa. "ayoook kesana" aku menarik tangannya ke meja tersebut. Setelah sudah memesan makanan dan pelayanan mencatatatnya, aku menunjukan kejutan untuknya. Kejutan itu tak besar hanya kotak merah berisi sebuah benda. Benda ini sangat kecil dan dapat dipakai di jari manis. Iya betul sekali. Cincin. Aku membelinya saat akhir bulan Desember ketika Allysa pergi dinas ke Australia.
"Pemandangan disini indaaah!" serunya padaku. Ia melihat sekeliling restaurant yang terletak diluar ruangan ini. Kemudian ia melihat lilin yang terdapat di tengah meja makan malam kami. Ia menanyakan sesuatu kepadaku. "Sayang, katanya mau ngasih kejutan! kejutan apa?" tanya dengan ringan dan lumayan penasaran. Aku menyodorkan kotak merah tersebut dan membukanya. "Maukah engkau menikah denganku? Ini cincin pertunangan kita" tanpa sedikit ragu aku langsung berbicara to the point. Ia tampak sangat terkejut, sangat terkejut. Ia sampai menutupi mukanya. Mukanya dari putih pucat menjadi berwarna putih kemerahan. Dengan berwajah senang ia berbicara "Iyaa aku ingin menikah denganmu" katanya dengan penuh senang. Aku mencabut cincin tersebut dari kotaknya kemudian memasangnya di jari manisnya. Ia sangat suka dengan model cincin tersebut. Ia juga memakaikan aku cincin yang sama. "Cincin ini sebagai tanda Janji kita akan pernikahan kita" kataku dengan tegas. Setelah makan malam dan kejutan yang indah aku mengantarnya ia pulang ke BSD.
Setelah balik ke apartemenku, aku sudah merencakan pernikahanku dengannya. Hal ini membuat semangat yang telah terkubur dalam-dalam. Aku sangat bahagia malam itu. Aku juga sudah membuat design undangan pernikahanku dengan Allysa kepada Anggi anak FSRD yang satu SMA dengaku dulu. Aku sangat bahagia sekali. Aku melihat jalan Gandaria dari lantai 5 garis-garis lampu mobil seakan-akan memperindah malam ini
Pertengahan Februari
hari itu adalah hari Jumat. Setelah sholat Jumat aku kembali ke kantor dan langsung naik lift ke lantai 15 ruang aku bekerja. Sebelum bekerja aku melihat suasana jalanan Thamrin hari ini. Terlihat sedikit lenggang ketika abis Sholat Jumat. Lalu aku menuju blok meja paling kanan pojok. Disitulah aku mengerjakan tugas selama ini. "Dyo, seneng amat kayaknya hari ini. Tumben" tanya rekanku, Fikri. "yaah begitulaah. Oiya kita jam 2 udah selese yah?" memang hari ini sepertinya berbeda. Biasanya pulang jam 4 sore. Hari ini pulang jam 2 siang tumben, hehehe mungkin mengizinkan aku untuk menjemput Alyssa setelah ia mendarat dari Kuala Lumpur jam 2:30 siang nanti. "Ahhh akhirnya selesai juga niih fik. capek aku" lumayan lelah. Aku membuang diriku ke sofa berwarna merah di tengah ruangan itu. Tak lama terdengar berita yang cukup mengagetkan
"Sebuah Pesawat Maskapai Ternama Indonesia tergelincir dan terbakar di bandara International Soekarno- Hatta"
berita tv yang disiarkan di ruangan itu sontak membangunkanku dari sofa berwarna merah itu. "HAH?" teriakku dengan kaget. Tv itu pun mengeluarkan suara lagi. "Pesawat ini terbang dari Kuala Lumpur menuju Cengkareng" berita itu seakan-akan mengiris-iris pendengaranku saat itu. "Dyo............ Itu pesawat yang dikemudikan olehnya bukan? Sebaiknya engkau menuju kesana" kata Fikri dengan suara pelan. "oke fik, aku duluan yah" Aku langsung turun dari Lantai 15 langsung menuju basement di lantai Underground tempat mobilku diparkir. Aku langsung menyalakan mobil dan melaju sangat cepat menuju Cengkareng dari Thamrin. "Semoga Alysssa baik-baik saja, semoga semoga, tolong laah" di mobil, aku pasang radio tentang berita pesawat tergelincir itu. Ternyata bukan tergelincir melainkan GAGAL LANDING! menurut radio tersebut, pesawat Boeing 737- 700 gagal mendarat akibat ban pesawat tak dapat keluar. "Pesawat ini gagal mendarat akibat ban tidak mau keluar. Pesawat mendarat dengan sangat darurat. Tubuh bagian pesawat terbakar hangus hingga kokpit pesawat" mendengar berita itu rasanya jantungku berhenti berdetak. Seakan-akan detik ini berhenti dan semua kegiatan di muka bumi behenti juga. Setibanya di Cengkareng tepatnya di Bandara Soekarno Hatta, setelah memarkir mobil aku langsung berlari menuju tempat pesawat tersebut terbakar. Terlihat terdapat mobil pemadam kebakaran yang sedang memadam pesawat boeing tersebut. Beberapa pemadam kebakaran juga menolong korban jiwa yang tersangkut di dalam pesawat. Tapi herannya kenapa di bagian kokpit tidak ada pemadam kebakaran yang meng evakuasi? Aku lantas berlari menuju kokpit pesawat tersebut. Kira-kira jarak aku berdiri dan kokpit pesawat yang pecah dan tebelah dari badan pesawat itu 1 Kilometer. Aku berlari sambil berdoa dalam diriku. "Ya Tuhan selamatkanlah Alyssa"
Aku mencoba membuka pintu kokpit yang hampir seluruhnya terbakar. Aku mendobrak pintu belakangnya dengan tendangan yang cukup kuat. Terlihat Alyssa sedang menggunakan sabuk pengaman pesawat. Tubuhnya di codongkan ke depan. Aku langsung merobek sabuk tersebut dan menggendongnya keluar. Terlihat Co-Pilot juga banyak terluka tetapi masih bisa berjalan. Aku tuntun dia sampai ke daerah Evakuasi yang aman. Alyssa dan co-pilot tersebut langusng dilarikan ke rumah sakit terdekat menggunakan ambulance. Aku ikut dalam ambulance tersebut. Di dalam ambulance tersebut Alyssa belum sadarkan diri. Sang Co-Pilot melihat keadaan Alyssa yang sangat parah. Baju seragam kemeja putih dengan pangka Kapten di pundak berubah warna menjadi hitam dan merah. Tercium bau darah dan bau gosong yang menyengat. Sampai di rumah sakit Alyssa langsung dilarikan ke ICU. Disitu ia mulai sadarkan diri. Ia dipasangin alat-alat kodekteran yang canggih seperti detak jantung, infus, masker oksigen dan lain-lain. Ia masih "tertidur". Tak lama ia sadarkan diri. Aku menggenggam tangan kanannya. Terlihat tangannya sudah berubah warna menjadi sedikit hitam. Aku masih bisa melihat jari manis nya masih ada cincin yang melekat. Ia berbicara sedikit "Dyoo.........." dengan nafas yang sangat berat dan detak jantung yang tak stabil, ia melanjutkan kata-katanya. "Dyoo....... ka-kamu harus tau........... kalau aku........ mencintai kamu seutuhnya........... aku ingin kita bersama......... untuk selamanya........ tapi sepertinya......" ia batuk dan mengeluarkan darah yang sangat pekat. Aku lihat detak jantung sudah tidak stabil dan mulai menunjukan grafik kematian. "Aku ingin kita bersama............. menghabiskan sisa hidupku........... denganmu.......... tapi maaf aku harus pulang duluan......... aku mencintaimu Dyo....... aku sungguh mencintaimu....." kemudian ia mulai menutup mulutnya. Kemudian ia tersenyum puas. "Alyssa!!!! apa-apaan iniii? Alyssa aku tak ingin ditinggal oleh mu. Alyssa!!!!!!!!!!!!!!!!!!!" teriakku kepadanya. Aku pun mulai menangis saat itu."Alyssa!!! Aku sungguh mencintaimuu Alyssa tolonglah hidup bersamaku!! Jangan tinggalkan aku sendiri disini!!!" mendengar teriakkanku Alyssa hanya tersenyum manis dan berkata "Aku mencintaimu Dyo, maafkan aku. Aku harus pergi meninggalkanmu......... Aku mencintaimu......... Terima kasih atas semuanya......... Aku mencintaimu lebih dari siapapun....." setelah ia berkata ia tersenyum manis nafasnya mulai berat. Aku lihat grafik itu semakin memburuk. Aku membisikan ke telingga Alyssa
"Alyssa, sebut nama Tuhanmu. Allah Allah Allah Allah Allah Allah Allah" kemudian ia menyebut nama Tuhannya sebanyak 33 kali, setelah itu ia menghembuskan nafas terakhirnya. Ia meninggal dengan tenang sekarang. Semoga semua dosanya di ampuni dan amal ibadahnya ditrima disisiNya.
Di ruang ICU, hadir juga orang tua dari Alyssa mereka pun ikut menangis melihat putri bungsunya meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Aku menggenggam tangan Alyssa dengan erat dan mencium keningnya sebagai tanda cintaku untuknya.
Aku keluar ruang ICU dengan mata berkaca-kaca. Aku duduk dikursi depan pintu terbuka. Lorong-lorong rumah sakit seakan-akan bisa melihat masa lalu yang aku habiskan bersama dengan Alyssa. Aku masih ingat ketika aku di Purwarkarta saat tugas sekolah. Aku masih ingat ketika teman-temannya menggoda aku dan Alyssa karena sangat dekat saat itu. Aku masih ingat ketika meninggalkannya di Jakarta dan ia pergi ke Bali untuk Pelatihan Akademi Pilot. Aku masih ingat ketika aku melamarnya malam hari ketika ia habis pulang dari Australia. Lorong rumah sakit sebelah kanan terlihat masa depan yang akan kuhabiskan bersama Alyssa jika ia masih hidup sekarang. Lampu lorong tersebut terang tetapi samar-samar. Jika melihat ke lorong sebelah kiri, lumayan terang lampunya. Aku bisa melihat Alyssa tersenyum disebelah sana. Tetapi semakin lama, ia semakin menjauh.
Tak lama sang Co-Pilot datang menghampiriku. Ia menggunakan kursi roda dan membawa infus. "Dyo, aku turut berduka cinta atas kehilangan tunangan mu, Alyssa. Sebelum pesawat kami hancur ia bercerita kalau ia sangat senang dapat bertunangan denganmu. Ia juga berjanji penerbangan ini menjadi penerbangan terakhir dalam hidupnya sebelum menikah denganmu kelak." Sang Co-Pilot terdiam sebentar menahan sakit pada pundaknya. Kemudian melanjutkan "ketika akan landing di Soekarno- Hatta, ia mengatakan bahwa pesawat kita dalam masalah karena ban pesawat tidak mau keluar. Saat itu juga ia mengatakan. Bagaimanapun semua penumpang harus selamat semua. ia juga mengatakan ia rela mati demi penumpang yang selamat semua. Akhirnya kami memutuskan untuk menghancurkan bagian kokpit terlebih dahulu sebelum terkena badan pesawat" ia terdiam sebentar. "Jika bukan Alyssa, mungkin kita semua sudah hangus terbakar hidup-hidup di pesawat itu" jelasnya dengan sedikit menangis. Saat itu juga aku sedikit senang, ia mengorbankan dirinya untuk kepentingan orang banyak. Aku mengerti, kenapa sebelum Alyssa meninggal ia tersenyum puas kepadaku. Aku mengerti sekarang.
"Terima kasih Pak Co-Pilot atas informasinya. Semoga lekas sembuh" kataku kepadanya. Kemudian ia kembali ke lorong sebelah kanan memasuki ruang operasi. Aku melihat stasiun TV sedang melaporkan kejadian ini. "Sebuah Pesawat Maskapai Terkenal Indonesia gagal mendarat. Korban meninggal hanya 4 orang termasuk Pilot bernama Alyssa Maulida yang meninggal di rumah sakit. Sisanya hanya luka-luka. Menurut penumpang, tindakan seorang Pilot sangatlah tepat walaupun harus mencelakakan dirinya sendiri. Saya Rahmawati dan crew melaporkan langsung dari Bandara Soekarno- Hatta"
Aku pulang menuju apartemenku dan mengganti busana serba hitam kemudian menuju ke rumah Alyssa untuk membaca Surah Yassin bersama untuk Alyssa
Akhir Februari
Setelah berpakaian serba hitam dan kopiah Hitam, aku turun dari lantai 5 apartemenku menuju tempat mobilku di parkir, lantai 1. Aku turun menggunakan lift. Sepi sekali apartemen ini tumben. Biasanya rame sekali ntah kenapa hari ini tampak berbeda. Mobilku diparkir dekat front office di apartemen yang aku tinggal. Aku menuju mobil sedan warna Hijau kepunyaanku yang aku beli 4 tahun yang lalu. Aku menyalakan mesin mobil dan langsung keluar dari Gandaria Apartements langsung menuju TPU Tanah Kusir. Sesampai di tanah kusir aku memarkir mobil dekat Blok F di samping persis makam Alyssa. Pagi itu sangat cerah. Aku bisa melihat gunung yang jauh disana, langit yang biru, mendengar kereta api lewat, kicauan burung yang merdu. Tempat ini sungguh tenang pas untuk perisitirahatan terakhirnya. Aku duduk dekat batu nissan itu.
Tertulis nama Alyssa Maulida Binti Sugiono Brockman. Mataku meneteskan air mata, rasanya air mata ini membanjiri makamnya. Aku membaca surat Yassin dan surat2 pendek khusus untuknya. Kemudian meminta permohonan maaf dan melapangkan siksa kubur untuknya. Setelah sedikit terisak2, aku saadar ini adalah takdir yang tak bisa ku ubah. Tak lupa memberikan bunga melati yang aku beli di pintu masuk TPU tanah kusir ini dan air bunga agar indah. Aku menaburinya dari atas ke bawah sampai rata. Kemudian aku melihat batu nissan itu lagi. Dengan nafas yang berat aku bangkit dari tempat aku duduk.
Tak lama terlihat sebuah cahaya dari kejauhan. aku melihat sosok mirip Alyssa datang menghampiriku. Ia tampak anggun dengan seragam putih hitam khas capten pesawat, pilot. Ia tersenyum lebar sembari mendatangiku. Aku hanya membalas senyumnya. Kemudian ia tepat di depanku sambil tersenyum lebar. Ia tampak manis sekali hari ini. "Alyssa......." Sahut diriku dengan nada rendah. "Dyo......" Ia memanggil namaku dengan penuh senyum. Aku meneteskan airmata lagi. "Dyo jangan menangis......" Katanya dengan sedikit kecewa. "Aku bahagia disini........." Aku hanya terdiam mendengarnya. "Aku sangat mencintaimu Dyo......... Terima kasih sudah datang kemari, terima kasih sudah mendoakanku" katanya dengan senyum lebar. Kemudian langkahnya menjadi menjauh dariku. Semakin menjauh semakin menjauh hingga tak terlihat dimataku lagi. Sebelum ia menghilang ia sempat mengatakan dengan bahasa isyarat "aku mencintaimu" dan saat itu juga ia menghilang. "Aku mencintaimu sepenuh hidupku, Alyssa. Semoga tenang disana" kataku didalam benakku.
"She left this world too early, but God must have loved her very much and could not wait any longer to have her with Him."
-Clifford Bird-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H