Dalam perkembangan era modern ini, representasi proses demokrasi menjadi sangat krusial dalam konteks sistem perwakilan politik di Indonesia. Menurut Larry Berman dan Bruce Allen Murphy dalam Approaching Democracy menyatakan bahwa popularitas demokrasi semakin berkembang secara signifikan dari tahun ke tahun.Â
Sejalan dengan implementasi konsep demokrasi perwakilan (indirect democracy), praktik demokrasi perwakilan secara tidak langsung juga mengubah cara pandang masyarakat dalam memaknai demokrasi, cara pandang yang semula dapat menyalurkan kehendak dan membuat keputusan politiknya secara langsung telah berubah. Demokrasi perwakilan memberikan ruang kepada masyarakat untuk menyalurkan pendapat dan kehendaknya melalui sebuah lembaga pemerintahan yang beranggotakan orang-orang yang dipilih melalui proses pemilihan umum.Â
Esensi perwakilan politik harus mampu mengikutsertakan keterwakilan kepentingan politik minoritas dalam kebijakan-kebijakan publik yang ditetapkan secara adil dan bijaksana, karena sejatinya kebijakan tersebut menjadi pelindung untuk tetap mempertimbangkan hak-hak minoritas dalam politik praktis (Samosir, 2022).Â
Menurut Anne Philips, control and equal menjadi dua fungsi penting dalam perwakilan politik yang diwujudkan melalui politics of presence, dimana keterwakilan tersebut secara langsung menduduki kursi legislatif, baik dari kalangan mayoritas maupun minoritas. Selain itu, penyelenggaraan demokrasi representatif memungkinkan lebih banyak efisiensi dalam proses pengambilan keputusan, karena memungkinkan warga negara ikut serta dalam pengambilan keputusan mereka kepada wakil-wakil yang memiliki waktu dan sumber daya untuk sepenuhnya mempertimbangkan isu-isu yang dihadapi (Arfan, 2021).Â
Pada dasarnya, konsep demokrasi berangkat atas dasar pemikiran Abraham Lincoln yang menyatakan bahwa demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Melalui proses demokratisasi menuju konsolidasi demokrasi, pemerintahan pasca Orde Baru lebih terbuka dalam memandang suatu perubahan. Masyarakat diberikan kesempatan untuk turut berpartisipasi di depan umum tanpa adanya pembungkaman dari pemerintah, hal ini terlihat dari banyaknya tokoh yang membentuk partai politik sebagai sarana berkumpul dan berserikat dalam negara demokratis, walaupun regulasi pada saat itu masih sangat bias dan tidak sepenuhnya mengimplementasikan demokrasi yang ideal.Â
Potret demokratisasi sebagai upaya memperbaiki sistem demokrasi yang lebih demokratis, dengan menjamin hak-hak dan memberikan kebebasan masyarakat untuk ikut serta mengawasi jalannya pemerintahan sehingga dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan itu sendiri. Â Dinamika dalam kedudukan perwakilan politik tidak dapat dipisahkan dari pro-kontra secara dilematis. Menurut sudut pandang Clifford Geertz, konsepsi demokrasi dan integrasi merupakan pembahasan yang saling bertentangan, namun tidak dapat dipisahkan. Hal ini sejalan dengan hubungan antara wakil dan terwakil yang harus didasarkan kepada prinsip demokrasi dan mempertahankan integrasi secara berdampingan (Sidarta dan Subekti, 2021).
Kedudukan wakil dan terwakil yang saling berkesinambungan merupakan wujud dari keberhasilan demokrasi modern. Apabila wakil rakyat senantiasa mampu menjaga kepercayaan dari masyarakat selaku konstituen, maka legitimasi dari rakyat dalam posisi terwakil bisa dipastikan meningkat. Hal ini didukung oleh teori mandat yang menjelaskan bahwa setiap wakil memegang kekuasaannya dalam pemerintahan berdasarkan mandat yang diberikan kepadanya oleh kelompok yang diwakili, yaitu rakyat.Â
Teori tersebut diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu, mandat imperatif, mandat bebas, dan mandat perwakilan. Esensi dari penyelenggaraan demokrasi perwakilan yang sebenarnya adalah setiap wakil mampu mendengarkan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Ungkapan 'wakil rakyat yang merakyat' adalah harapan setiap masyarakat yang telah memberikan hak pilih dan kepercayaannya terhadap wakil rakyat untuk menjalankan pemerintahan sebagaimanamestinya. Eksistensi demokrasi sejalan dengan cita-cita untuk mewujudkan kehidupan rakyat yang sejahtera dalam upaya mewujudkan konsolidasi demokrasi.Â
Keberhasilan sistem demokrasi sangat dipengaruhi oleh bagaimana sebuah negara dapat menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara universal, artinya, setiap wakil rakyat sebagai representasi indirect democracy harus menjadi garda terdepan dalam perumusan sebuah kebijakan publik. Tolak ukur pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan yang tetap melibatkan dan melindungi kedudukan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Oleh karena itu, dalam pembahasan kali ini, penulis memaparkan "Representasi Indirect Democracy: Analisis Dinamika Relasi Wakil dan Terwakil dalam Politik Praktis di Provinsi Jawa Barat" yang didukung dengan data hasil wawancara terhadap wakil dan terwakil yaitu anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dan konstituen terkait. Dengan demikian, esensi demokrasi dengan segala dinamikanya akan terus mewarnai sistem perwakilan politik di Indonesia, khususnya Provinsi Jawa Barat.
Relasi hubungan wakil dan terwakil merupakan sesuatu yang sangat umum terlaksana dalam konsep indirect democracy. Terwakil merupakan masyarakat yang menitipkan dan mempercayakan otoritas politiknya kepada wakil yang dipilih melalui pemilihan umum, walaupun yang memegang otoritas sesungguhnya adalah terwakil (Budiardjo, 2008).Â
Dalam implementasinya, hubungan wakil dan terwakil yang berlaku di Indonesia cenderung mengadopsi gabungan antara teori mandat imperatif dan teori mandat bebas, di mana wakil dapat bertindak dengan atau tanpa instruksi dari masyarakat. Selain itu, apabila menggunakan sudut pandang teori Abcarian yang dikemukakan oleh Gilbert Abrarican, seorang wakil termasuk dalam tipe politico, dimana wakil rakyat bertindak sesuai dengan aspirasi atau input yang didiskusikan antara wakil dan terwakil.Â