Mohon tunggu...
Anindya Liani
Anindya Liani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

suka mendengar, mau belajar, dan ingin menginspirasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jakarta "yang Katanya" Kota Idaman

4 Mei 2015   17:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:23 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

1 Mei 2015, yang ditetapkan sebagai hari libur nasional memperingati Hari Buruh Nasional nampaknya menjadi pereda penat bekerja sehari-hari karena jatuh pada hari jumat, dan berlanjut pada libur hari sabtu dan minggu. Kita sering menyebutnya long weekend. Sebagian besar orang memanfaatkan long weekend ini untuk berlibur/bertamasya ke suatu tempat, menghabiskan waktu libur bersama keluarga, sahabat, ataupun orang-orang terkasih. Pun dengan saya. Saya memutuskan untuk mengisi libur panjang saya kali ini dengan mengunjungi Jakarta, ibukota Negara Indonesia. Jakarta dengan seribu gedung yang menjulang tinggi, gemerlap lampu malam yang seolah mampu menyihir mata, dan segala ceritanya yang mungkin tak akan kita jumpai di tempat lain.

Kemampuan intelektualitas yang baik membuat banyak dari sahabat saya yang memilih mengadu nasib di kota ini. Kota yang menjanjikan jenjang karir yang jelas, pendapatan yang tinggi, pengalaman yang super, dan kemandirian yang tidak dapat diragukan lagi sebagai perantau. Kota dimana impian awal ditanamkan, tempat berlabuh semua mimpi. Ada yang perlu diingat, jangan pernah mencoba peruntunganmu di kota ini jika tidak memiliki kapabilitas yang baik, karena mimpimu hanya akan membebani kota ini.

Kota ini hidup, kota ini menghidupi, tapi itu semua seolah semu. Tak dapat dipungkiri, semua merindukan kata “nyaman” pada kota ini atau hanya saya yang merindukan hal tersebut? Ada beberapa hal yang membuat kota ini seolah hidup. Misalnya dalam hal transportasi, carut marut kendaraan pada jam sibuk pagi (06.00 – 09.00) dan sore (16.00 – 20.00) membuat intensitas laka lantas semakin tinggi, polusi udara semakin tinggi, serta tingkat kualitas hidup yang semakin menurun. Semuanya ingin cepat, menjadi yang terdepan, tapi mereka lupa, bagaimana cara mengurangi intensitas kendaraan di jalan raya. Semua berlomba menggunakan kendaraan pribadi, membunyikan klakson di sana-sini seolah jalanan miliknya sendiri. Moda transportasi publik pun seakan tak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat. Masih tingginya tingkat kriminalitas dan kenyamanan dalam transportasi publik membuat masyarakat enggan menggunakan transportasi publik. Banyak copet, panas, sesak, menjadikan tansportasi publik di Kota Jakarta menjadi pilihan terakhir. Sebagai tamu di kota ini, saya cukup senang menggunakan transportasi public disini, karena sudah banyak moda transportasi public disini karena menjangkau seluruh arah di ibukota Indonesia ini. Ambil contoh gampangnya saja busway, moda transportasi satu ini memiliki banyak koridor yang mewakili seluruh wilayah di kota ini. Tarifnya yang murah menjadikan salah satu pertimbangan saya menggunakan busway.

Tak jauh dari masalah transportasi, ada masalah dalam fasilitas publik. Misalnya jalur pedestrian atau biasa kita sebut trotoar. Pedestrian sendiri memiliki arti pejalan kaki (sumber: KBBI online), jadi jalur pedestrian dapat diartikan sebagai jalur bagi pejalan kaki. Sayangnya hal tersebut nampaknya tidak berlaku di kota ini. Banyak jalur pedestrian yang digunakan sebagai lahan parkir ataupun sebagai lahan berjualan para pedagang kaki lima. Dari pengalaman pribadi saya, ketika saya akan menuju satu tempat dengan berjalan kaki, akan sangat sulit untuk menggunakan jalur pedestrian ini. Saya harus menghindari beberapa kendaraan yang terparkir di jalur pedestrian, apalagi jika ada ada tenda pedagang kaki lima yang berdiri, saya harus memilih melewati tenda tersebut atau berjalan di bahu jalan raya dengan resiko terkena srempetan kendaraan yang sedang melaju. Sungguh kondisi yang sangat tidak nyaman.

Saya salut dengan pemerintah kota DKI Jakarta, mereka tentu mempunyai PR yang sangat sukar untuk dikerjakan. Membuat Jakarta senyaman mungkin, termasuk transportasi publik, pelayanan publik, fasilitas publik, dan kemakmuran masyarakatnya. Jakarta belum menjadi kota idaman untuk menikmati indahnya sore, tapi kota ini selalu menjanjikan mimpi berlabuh. Jangan pernah datang ke Jakarta jika hanya membebani kota ini, kota ini bisa saja mati seutuhnya karena kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun