Film ini merupakan salah satu film Indonesia yang membahas mengenai perjuangan perempuan menuntut keadilan. Marlina yang diperankan oleh Marsha Timothy, seorang janda yang tinggal seorang diri di puncak perbukitan sabana di Sumba, Nusa Tenggara Timur bertemu Novi (Dea Panendra) sahabatnya yang mengandung lebih dari 10 bulan lamanya demi memperjuangkan hak seorang perempuan. Film ini dibagi menjadi 4 babak yang memiliki jalan cerita yang sangat padat, dengan keindahan alam Sumba sebagai latar belakang tempat, sinematografi apik, backsound yang mendukung, dan akting para pemain yang penuh emosi dan menghibur.
Di awal film disuguhkan adegan yang menegangkan babak pertama yakni Perampokan. Marlina yang tinggal sendirian dirumah bersama dengan mumi suaminya didatangi oleh seorang perampok bernama Markus. Ia masuk kedalam rumah kemudian mengeluarkan dan meletakkan golok yang ada di pinggangnya lalu duduk sambil bermain musik. Markus mengancam Marlina akan mengambil semua hartanya(uang dan hewan ternak) beserta kehormatannya dengan para perampokn lainnya. Marlina saat diperkosa tidak bisa mengelak bahkan melawan lantaran rumahnya yang jauh dari tetangga itu hanya bisa terdiam pasrah dengan keadaannya. Para perampok hanya menjadikan Marlina sebagai objek seksual yang bisa digunakannya sebagai pemuas nafsu semaunya. Mereka tidak melihat hak dan kebebasan serta harkat martabat yang ada pada diri perempuan. Mereka berpikir kekuasaan (dominasi) laki-laki merupakan hal yang mutlak wajar-wajar saja terjadi.
Malam pun tiba rombongan perampok datang kerumah Marlina dan akan makan malam bersama. Marlina saat itu memasukkan racun kedalam sup ayam yang disiapkan untuk makan malam. Seketika rombongan perampok pun tewas. Namun, tidak semua perampok yang keracunan sup Marlina. Tiga perampok lainnya lolos karena tidak memakan sup itu. Dua orang sedang mengambil hewan ternak dan yang satu nya adalah Markus yang sedang tertidur di kamar Marlina. Saat akan diperkosa Marlina mau tidak mau harus menurutinya untuk membuka pakaiannya. Ia membanting Marlina ke ranjang kemudian membuka rok Marlina dan Ia mulai melepas celananya dan memperkosa Marlina. Marlina pun melawan dengan mengambil golok yang ada di dekatnya, kemudian ia memenggal kepala Markus. Dapat disimpulkan bahwa perempuan yang diperkosa benar-benar tidak memiliki ruang sama sekali. Bahkan rasa aman yang merupakan kekebasan seseorangpun direnggut. Ia terpaksa harus berpikir untuk berani mengambil keputusan dalam situasi tersebut apabila tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada dirinya.
 Memasuki babak kedua yakni Perjalanan. Marlina yang telah memenggal kepala Markus menjinjingnya tanpa kain penutup untuk diserahkan kepada polisi. Di tengah perjalanan Marlina bertemu sahabatnya Novi yang sedang hamil 10 bulan. Mereka menumpangi truk yang akan membawanya ke kantor polisi. Di perjalanan truk Marlina berpapasan dengan 2 orang perampok yang telah kembali membawa ternak. Kedua perampok itu kembali ke rumah Marlina dan melihat mayat teman-temannya dan pemimpin mereka(Markus) yang tanpa kepala. Mereka ingin membalaskan dendamnya dan pergi mengejar Marlina.
Babak ke tiga Pengakuan Dosa. Truk berhenti dipinggir jalan. Marlina menceritakan kisahnya kepada Novi namun menolak disebut melakukan dosa, karena dianggap sebagai bentuk pembelaan terhadap kehormatan perempuan. Novi kemudian bercerita tentang dirinya yang tak kunjung melahirkan dan dianggap bahwa bayinya sungsang. Adegan tersebut menunjukkan posisi seorang perempuan yang dirugikan yang menjadi korban pemerkosaan dan sebagai objek mitos mitos masyarakat. Saat Novi sedang asik bercerita Marlina melihat sosok Markus yang tanpa kepala sambil memainkan alat musik yang sering kali ia mainkan. Marlina masih trauma dengan bayang-bayang suara bunyian gitarnya. Ia merasa terus dihantui. Para korban pasti akan merasa ketakutan akan kejadian yang menimpanya dan memberikan rasa trauma.Â
Tak lama terdengarlah suara motor yang tak lain adalah para perampok menghampiri sopir truk dan penumpang lainnya, dari jauh Marlina dan Novi melihat mereka kemudian bersembunyi dibalik semak. Namun Novi dengan berani keluar menemui Frans(perampok) dengan tujuan melindungi Marlina. Para perampok itu membunuh sopir dan mereka menyadera Novi dan penumpang lainnya. Adegan tersebut merupakan bentuk budaya patriarki yang mengarah pada pemerasan dan sandera para korban. Mereka mengintimidasi korbannya untuk mendapatkan keuntungannya sendiri. Mereka mengancam para korbannya jika tidak menuruti apa perkataannya, maka nyawa menjadi taruhannya.Â
Marlina melanjutkan perjalanan dengan menaiki kuda pergi ke kantor polisi. Setibanya di kantor polisi, ia menceritakan apa yang telah dialaminya pada polisi. Marlina menginginkan agar para perampok tersebut mendapatkan proses hukum yang sepadan atas tindakan mereka. Ia tidak ingin kehidupan dan kehormatannya direnggut begitu saja. Ia menjelaskan dengan rinci kepada polisi kejadian yang menimpanya, dan menjelaskan ciri-ciri pelaku perampokan. Marlina berharap supaya polisi bisa membantu menuntaskan aduannya. Namun polisi masih belum mau bertindak karena kurangnya bukti. Dalam film ini menggambarkan kejadian nyata tentang minim dan lemahnya aparat hukum di Indonesia terutama daerah pedalaman.
Babak keempat Kelahiran. Diperlihatkan Novi yang telah bertemu suaminya Umbu dipukuli dan ditinggalkan karena telah difitnah selingkuh dan dikatakan bahwa bayi yang dikandungnya sungsang karena tak kunjung melahirkan. Perampok datang menghampiri dan mengancamnya untuk menelpon Marlina untuk segera pulang membawa kepala Markus. Marlina pun yang tak berdaya mendengar sahabatnya diancampun akhirnya pulang kerumah membawa kepala Markus. Terdengar suara isak tangis Marlina yang hendak diperkosa dikamarnya. Namun Novi berhasil mencegahnya dengan mendobrak pintu kamar sekuat tenaga lalu memenggal kepala perampok. Seketika perutnya kesakitan dan merasa ingin melahirkan. Akhirnya Marlina membantu persalinannya. Suasana penuh haru mendengar isak tangis bayi yang lahir ke dunia. Marlina dan Novi pergi meninggalkan rumah dengan mengendarai motor. End.
Berdasarkan cerita singkat dari Film Marlina Si Pembunuh dalam 4 Babak dapat diambil pelajaran, pertama kita tidak boleh bersikap sewenang-wenang terhadap wanita. Menganggap wanita adalah kaum yang lemah, tidak berdaya dan hanya sebagai objek seksualitas pemuas nafsu semata. Kedua, budaya patriarki seperti deskriminasi gender, dominasi sosial, kekerasan terhadap korban dapat menyebabkan penderitaan dan trauma yang mendalam. Ketiga, lemahnya aparat kepolisian dalam menangani kasus pemerkosaan membuat para korban merasa enggan dalam melapor. Keempat, mitos yang berkembang dikalangan masyarakat dapat menyebabkan luka bahkan merusak hidup korbannya.
Sumber kutipan: