Mohon tunggu...
Anindya Daly15
Anindya Daly15 Mohon Tunggu... -

Praktisi Seni & Budaya Paksi Katon Yogyakarta. \r\n\r\nNdalem Notoprajan 15, D.I. Yogyakarta (55625)\r\n\r\nemail: anindya.daly15@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

UU Minerba & Polemik Industri Pertambangan 2014

3 Januari 2014   21:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:11 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Pemberlakuan Undang-Undang Minerba No. 4 Tahun 2009 tinggal menghitung hari. Namun, implementasi regulasi ini masih menimbulkan polemik. Dalam regulasi itu disebutkan, bahwa perusahaan tambang wajib membangun pabrik pengolahan dan pemurnian barang tambang (smelter). Dan, sejak 12 Januari 2014, perusahaan tambang dilarang mengekspor barang tambang mentah. Misalnya, emas, tembaga, bijih besi, nikel, batu bara, dan bauksit. Tujuan Pemerintah meregulasi UU Minerba ini tentunya demi progress bagi perkembangan industri pertambangan nasional, serta menguntungkan para pengusaha di sisi bisnis.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga mendesak Pemerintah agar segera melaksanakan UU Minerba tersebut secara konsisten. Artinya, sejak 12 Januari 2014, kegiatan ekspor mineral mentah tidak akan diizinkan lagi. Dan perusahaan-perusahaan yang belum melakukan pengolahan dan pemurnian dilarang mengekspor mineral mentah. Lalu, bagaimana dengan perusahaan yang sudah melakukan pengolahan dan pemurnian mineral mentah setelah UU Minerba diregulasikan? Bagaimanakah sanksi hukumnya? Atau, apakah pemerintah akan merumuskan kebijakan regulasi baru lagi? Dan, bagaimana reaksi Pengusaha? Bagaimana pula dengan resiko terjadinya ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap para pekerja perusahaan industri tambang di tahun 2014 ini?

Dalam penerapan regulasi ini, pemerintah mendapat respons dari para pengusaha dan pekerja. Seperti ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan tambang raksasa, dan penerimaan negara yang berpotensi turun. Penerimaan negara turun 45% dikali US$8 miliar dari Freeport Indonesia dan Newmont Nusa Tenggara. Kedua perusahaan tersebut menopang pendapatan asli daerah Sumbawa Barat dan Timika. Sumbawa memperoleh pendapatan sebesar 92% dari Newmont, sedang Timika mendapat 96% dari Freeport. Dan, nasib 22 ribu pekerja di Freeport dan 10 ribu pekerja di Newmont kini terancam terkena PHK. Selain itu, diperkirakan puluhan industri kabel di Indonesia terancam gulung tikar?


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun