Ternyata, alasan praktis lebih dipertimbangkan dibandingkan tampilan dari toples itu sendiri yang transparan sehingga mengundang mata untuk melihat dan akhirnya membeli.
Memang sih, alasan kepraktisan itu sejalan dengan beragam varian es yang dijual. Kalau biasanya, penjual lain, seperti tukang es buah misalnya, harus memisahkan tiap buah dalam berbagai wadah dan hanya menjual satu macam es, es toples bisa menjual berbagai rasa dalam sekali berjualan. Satu pedagang saja, bisa menjual lebih dari tiga jenis es. Dengan menggunakan toples, penjual hanya perlu menyiapkan satu toples besar setiap variant rasanya ditambah gelas plastik atau plastik bening tergantung pada pilihan pedagang.
Biasanya, raja varian es toples adalah es buah itu sendiri. Baru ditemani dengan varian es lain seperti es kuwut melon, lemon tea, cappuccino cincau, dan masih banyak lagi. Makin ke sini, makin banyak varian es seperti alpukat kocok, durian kocok, es bubble gum, es coklat belgia, atau berbagai macam rasa dan buah lainnya.
Diketahui, es toples ini ternyata sudah cukup lama merambah dunia es di Indonesia yaitu sekitar 2017. Namun, viralnya es ini baru sekitar dua atau tiga tahun yang lalu dibarengi dengan wabah pandemi COVID-19. Banyak pemengaruh yang meramaikan media sosial dengan memingin-mingini viewers mereka dengan es segar nan enak ini.
Kembali membahas mengenai kepraktisan es toples ini, mari mengaitkannya dengan omset es. Hanya dengan modal sirup atau bubuk dengan air dan es serta buah juga plastik, es toples bisa memberi omset pedagang jutaan dalam sehari. Bayangkan bila mendapatkan satu juta saja dalam sehari, bisa terkumpul setidaknya 30 juta saat lebaran tiba. Mungkin, alasan kepraktisan itu juga yang dimaksud penjual es toples.
Selain menguntungkan pedangang, es toples pun memudahkan pembeli dalam memilih es apa yang bisa menjadi teman berbuka sesuai suasana hati tanpa harus sulit mencari.
Meskipun banyak saingannya, berjualan es toples tetap saja mempunyai pelanggannya tanpa berebut. Siasatnya adalah dengan menciptakan varian es sendiri sehingga itu pula yang menjadikan varian es toples semakin beragam.
Saingan aman, tetapi tidak dengan resiko berjualan es yang bergantung pada musim. Ketika saingan tidak begitu menajdi hamnbatan, justru penghambat dari berjualan es toples ini adalah cuaca. Menurut penuturan penjual es, produksi mereka dalam sehari bisa menurun jika hujan yaitu dengan membuat setengah toples saja. Itupun belum tentu dalam sehari habis sehingga harus dibuang atau dibagi kepada yang berkenan. Bagusnya, es toples ini selalu fresh setiap harinya.
Hadir pada bulan Ramadan atau event-event tertentu seperti pasar malam, lomba anak, drum band, atau kesenian jathilan, ketika cuaca kurang mendukung alias hujan, es toples pun kurang didukung untuk dilarisi. Bayangkan kalau satu Ramadan full atau selama event berlangsung, hujan turun. Habislah sudah harapan penjual membawa pulang toples kosong karena laris. Namun, setiap bisnis pasti memiliki resiko tersendiri, kembali lagi ke pada kemauan kita.
Setelah itu, banyak dari penonton yang ikut berjualan di daerahnya. Hal itu membuat merebaknya penjual es toples. Saking viralnya, es toples ini sampai ada yang membuka franchisenya, loh. Setelah dikonfirmasi, es toples bernama Es Kopyok ini hadir di beberapa tempat sekitar Kampung Ramadan Jogokariyan. Terlihat dari spanduknya yang memiliki kemiripan pada nama dan designnya.