Akrab dengan tanaman resam atau Gleichenia linearis di sekitar kebun dekat rumahnya, Kuala Tungkal, Jambi, membuat Abdi Nur penasaran dengan tanaman tersebut. Selama ini, ia selalu mengira bahwa tanaman resam adalah hama yang menghambat pertumbuhan tanaman lain dan merepotkan petani. Hingga pada suatu hari, Abdi bertemu seorang nelayan yang sedang memasang bubu, sebuah perangkap tradisional yang diletakkan di dalam air. Berkeinginan mengetahui, Abdi pun akhirnya tahu bahwa bubu terbuat dari batang resam yang dijalin dengan batang rotan.
Sejak itu, ia mencoba-coba membuat kerajinan dari resam, seperti topi, tas, tempat tisu, vas bunga, wadah makanan, tikar, dan berbagai jenis peralatan rumah tangga yang bermanfaat dengan keyakinan penuh bahwa produk yang dijualnya memiliki keawetan yang tahan lama.
Abdi menyadari bahwa resam dapat sia-sia bila tidak dimanfaatkan, maka itu ia terus menggali kehadiran alam di sekitarnya yang bisa dimanfaatkan, seperti biji dari buah karet. Biji karet ini banyak terbuang karena lahan telah penuh oleh tanaman. Abdi memungutnya dan memanfaatkannya untuk menjadi pernak pernik atau bunga yang disematkan di kerajinannya.
Ada juga getah damar yang terdapat di hutan dan dimanfaatkannya sebagai bahan alami untuk menambah kilap. Ia juga serta memanfaatkan akar tumbuhan pasak bumi, kulit kayu gaharu, dan pelepah pisang untuk memperkaya produk-produk kerajinan tersebut.
Lama kelamaan, produk-produk Abdi semakin dikenal dan membuatnya kebanjiran pesanan, namun ia tidak ingin melakukannya seorang diri. Ia pun mengajak masyarakat sekitar untuk bergabung membuat kerajinan resam. Kini, ada sekitar 50 keluarga di desanya yang menjadi perajin resam tidak tetap, Abdi juga melibatkan 10 pemuda pengangguran sebagai perajin tetap. Ia juga berbagi pengetahuan tentang memanfaatkan resam sebagai kerajinan kepada masyarakat di daerah lain.
Ia yakin dengan konsep adat budaya Melayu dalam mengembangkan usahanya, “Penuh tidak melimpah, berisi tidak kurang. Yang tinggi tidak mengimpit, yang pintar tidak menipu. Hidup berpatutan, makan berpadanan.”
Pemikiran rendah hati yang disertai dengan perbuatan saling berbagi tanpa takut merugi membuat Abdi Nur, menjadi salah satu cerminan sosok
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H