Mohon tunggu...
Anindita Galuh
Anindita Galuh Mohon Tunggu... Mahasiswa - @aninditagaluhw

pengkhayal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandemi Covid, Kekerasan terhadap Perempuan Meningkat

1 Mei 2021   10:52 Diperbarui: 1 Mei 2021   10:54 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus kekerasan terhadap jurnalis perempuan meningkat saat pandemi Covid-19 2020. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menghimbau kepada seluruh wartawan perempuan agar tetap waspada terhadap adanya kekerasan dari berbagai pihak saat melakukan peliputan. Hal ini dibenarkan oleh Sekjen AJI Indonesia Ika Ningtyas "Survei yang dilakukan pada Agustus 2020 diikuti oleh 34 jurnalis dari berbagai kota. Dari 31 jurnalis perempuan, 25 orang di antaranya mengalami kekerasan seksual. Kami berharap kekerasan seperti ini tidak terjadi lagi," ujar Ika dalam sebuah seminar, Sabtu (3/4/2021) dilansir Antara.

Sejatinya perlindungan terhadap wartawan yang sedang menjalankan profesinya sudah diatur dalam Undang -- Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia. Pada pasal 8 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 mengatur secara tegas bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapatkan perlindungan hukum. Perlindungan hukum yang dimaksud disini merupakan bentuk jaminan perlindungan dari pemerintah atau masyarakat kepada wartawan yang sedang melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun kenyataannya di lapangan masih banyak terjadi kasus kekerasan yang dialami oleh para jurnalis baik perempuan maupun laki -- laki.

Menurut Ika, sedikitnya jumlah jurnalis perempuan saat ini salah satunya disebabkan karena adanya kekerasan. Padahal menurut saya justru jika banyak jurnalis perempuan dan mereka bersatu, maka jurnalis perempuan akan dapat mengangkat isu - isu atau kasus -- kasus tentang perempuan yang selama ini banyak terjadi dan kurang mendapat perhatian dari pemerintah.  Jurnalis perempuan dapat menjadi wadah untuk saling mendukung antara perempuan satu dengan  perempuan lainnya.

 Ika mengatakan dalam seminar yang diikuti oleh sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Pers Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Raja Sultan Abdur Rahman bahwa jumlah aktivis AJI di seluruh Indonesia itu sekitar 1.800 orang dan hanya 20 persen yang merupakan  perempuan. Ika berharap kalau mahasiswa yang menghadiri acara seminarnya mau tergabung di pers kampus dan menjadi generasi penerus AJI.

Terhitung sejak 10 tahun terakhir peningkatan kasus kekerasan terhadap jurnalis memang tinggi, tetapi saat pandemi Covid-19 merupakan kasus kekerasan yang tertinggi. Kekerasan yang dialami jurnalis selama pandemi COVID-19 selain  kekerasan fisik ada juga kekerasan yang berupa intimidasi, serangan digital dan perusakan barang saat melakukan liputan. Ika menambahkan bahwa dari 58 kasus pelakunya merupakan oknum aparat. Dengan adanya hal ini Ika mengajak para jurnalis agar menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sipil.

Dukungan ini sangat dibutuhkan salah satunya saat muncul kasus kekerasan yang terjadi terhadap jurnalis, seperti yang dialami salah satu jurnalis di Surabaya. "Pelatihan pengamanan digital untuk mengamankan media siber juga perlu dilakukan. AJI telah bekerja sama dengan berbagai pihak yang berkompeten menyelenggarakan kegiatan tersebut," Lanjut Ika.

Hingga saat ini kekerasan terhadap jurnalis selalu dikaitkan dengan kode etik jurnalistik. Padahal sebagaimana yang dicantumkan dalam pasal 4 ayat (1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara. Akan tetapi jurnalis juga harus menaati kode etik yang telah ditetapkan Undang -- Undang. Kebebasan pers yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin. Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran masyarakat akan pentingnya penegakan  hukum yang akan dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam kode etik jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers sehingga bisa saling menghargai profesi.

Ika berpesan agar pemerintah dan aparat penegak hukum tidak menggunakan kekerasan dan menghormati tugas jurnalistik yang dilaksanakan para jurnalis sehingga demokrasi dapat terjaga.  Sesuai yang ditetapkan dalam Undang -- Undang No. 40 Tahun 1999 pasal 2 bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Dengan begitu seharusnya antara pemerintah, aparat penegak hukum dan jurnalis bisa saling menghargai profesi masing -- masing berdasarkan kode etik yang telah ditetapkan pada masing -- masing profesi.  Perlindungan hukum yang didapatkan oleh jurnalis dalam melaksanakan profesinya juga harus dijalankan sebagaimana mestinya agar kasus kekerasan terhadap jurnalis khususnya perempuan tidak terjadi lagi.

Anindita Galuh, Mahasiswa Ilmu Komunkasi Universitas Muhammadiyah Malang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun