Setahun terakhir Bupati Jombang, Hj. Mundjidah Wahab meresmikan beberapa fasilitas publik yang ada di Kabupaten Jombang. Massa pun berdatangan, seolah menjadi angin segar di tengah peliknya persoalan akibat wabah Covid-19. Selama pandemi masyarakat seolah dipaksa menghadapi beberapa masalah yang sulit. Tak hanya soal kesehatan namun Covid-19 juga menimbulkan masalah di beberapa sektor di antaranya ekonomi, sosial, dan sebagainya. Ada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membuat warga di penjuru negeri, tak terkecuali di Kabupaten Jombang juga tidak dapat beraktivitas di luar ruangan dengan leluasa. Sehingga acara peresmian yang dibarengi dengan kegiatan car free night saat itu berlangsung begitu meriah.
Pemerintah Kabupaten Jombang dalam periode kepemimpinan Hj Mundjidah Wahab seolah mengejar perombakan tata ruang kota, dengan melakukan perubahan secara besar-besaran di beberapa titik. Pertama, pada trotoar sepanjang Jalan Wahid Hasyim yang sejak puluhan tahun tidak mengalami sentuhan pembangunan. Tidak dipungkiri bahwa proyek rehabilitasi drainase/ trotoar jalan tersebut juga bagian dari usaha menumbuhkan pusat perekonomian.
Hal tersebut sesuai dengan yang juga disampaikan oleh Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman yang saat itu menjabat, yakni Heru Widjajanto, bahwa proyek rehabilitasi drainase Jalan Wahid Hasyim yang menelan anggaran sekitar Rp16 miliar ini bertujuan untuk memperindah wajah kota sekaligus mengatasi genangan air hingga potensi banjir. Di samping itu selain agar tampilannya lebih cantik, pembangunan rehabilitasi drainase/ trotoar Jalan KH Wahid Hasyim yang merupakan bagian dari proyek strategis Pemerintah Kabupaten tersebut diharapkan bisa menjadi alternatif wisata.
Kedua, tak lama berselang Pemerintah Kabupaten Jombang juga meresmikan Alun-Alun Jombang hasil revitalisasi yang mengusung tema wahana wisata sekaligus edukasi bagi masyarakat. Bupati Jombang menyebut proyek revitalisasi Alun-Alun Jombang dilakukan sebagai bentuk layanan pemerintah kepada masyarakat. Sehingga dapat dijadikan ruang terbuka hijau yang bisa digunakan mengedukasi anak-anak dengan konsep belajar sekaligus bermain.
Revitalisasi Alun-Alun Kabupaten Jombang dilakukan secara bertahap. Pembangunan revitalisasi ini digadang-gadang sebagai pewujudan ikon kawasan Alun-Alun yang Multi fungsi dan modern. Namun tetap mempertahankan karakter dan warisan yang ada. Sehingga seperti sebelum-sebelumnya, Alun-Alun Kabupaten Jombang juga tetap difungsikan sebagai lokasi upacara. Bahkan Ada sekitar 400 pedagang yang biasanya memenuhi sekitar lokasi, disiapkan lahan dan akan dibangunkan tempat baru untuk berjualan. Pada situs resmi Kabupaten Jombang, Bupati Mundjidah Wahab juga menegaskan bahwa ke depannya revitalisasi Alun-Alun juga akan dilakukan seperti pembangunan pedestrian yang lebar untuk memanfaatkan lokasi bagian barat. Melengkapi payung hidrolis agar saat hari-hari besar seperti Idul Fitri dan Idul Adha dapat digunakan untuk berjamaah salat, tentunya dengan lebih nyaman.
Selain itu beberapa fasilitas umum lainnya dalam waktu dekat juga diresmikan, seperti Jembatan Ploso yang menjadi sentral penghubung Lintas Tengah dan Utara Jawa Bagian Timur. Hadirnya jembatan baru Ploso ini sudah diharap-harapkan bagi pengguna jalan, sebab sangat memudahkan konektivitas antar kawasan. Simpul kemacetan yang terjadi akibat pertemuan lalu lintas 3 arah dapat terurai, terlebih jembatan Ploso lama yang berada tidak jauh dari lokasi yang baru kondisinya sudah tidak layak.
Namun pembangunan yang sedang digalakkan apakah sudah menginterpretasikan dari Kabupaten Jombang? Apakah hanya unsur keindahan yang ditonjolkan, sementara watak dan karakter dari kota itu sendiri telah diabaikan? Seperti misalnya pada hiasan topeng yang ada di salah satu titik yang ada di pedestrian Jalan Wahid Hasyim yang dinilai berbeda dengan wujud yang biasanya. Salah satu pemerhati budaya dan sejarah, Nasrul Illahi mengatakan bahwa wujud topeng yang kabarnya diambil dari tokoh pewayangan Topeng Jatiduwur tersebut tidak dikaji dengan layak. Sehingga proporsi dan karakternya tidak tepat.
Selain itu konsep trotoar hasil rehabilitasi, dinilai mirip dengan tampilan Jalan Raya Malioboro yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Meskipun demikian hal tersebut menjadi daya tarik tersendiri, sehingga pedestrian yang berada di sepanjang Jalan Wahid Hasyim ini menjadi ramai dikunjungi. Tak berhenti sampai di situ, pembangunan tempat wisata rujukan bagi warga lokal ini nyatanya tak memperhatikan banyak hal. Salah satunya ada lokasi parkir. Berdasarkan informasi yang dikutip dari media lokal, sejumlah pengunjung masih memarkirkan kendaraan mereka baik roda empat maupun motornya di sepanjang jalur sepeda. Bahkan ada pula di antara pelanggar tersebut yang nekat menaikkan motor mereka ke atas trotoar.
Pada buku Understanding Cities karya Alexander R.Cutbert, ada beberapa poin penting yang perlu digaris bawahi dalam membangun perkotaan. Salah satunya mengenai tipologi pembangunan yang sering terjadi. "Namun, dari posisi ekonomi politik spasial, kita dibiarkan dengan penjelasan satu dimensi tentang bagaimana bentuk-bentuk perkotaan muncul, bermutasi, bertransformasi dan bermetamorfosis ke dimensi lain. Interpretasi arus utama dari seluruh skenario ini telah menekankan unsur-unsur konten dan komposisi arsitektur, daripada menangani masalah ruang dan bentuk sosial yang lebih terlibat, seperti misalnya dalam kaitannya dengan estetika arsitektur sebagai bentuk mata uang ekonomi."(Clarke 1989).
Tipologi sendiri dijelaskan sebagai klasifikasi watak atau karakter dari formasi objek-objek bentukan fisik kota dalam skala lebih kecil (Zahnd, 1999).[6] Sehingga tipologi sendiri banyak digunakan untuk mendeskripsikan wujud kota dari berbagai aspek seperti jalan, ruang terbuka hijau, bangunan-bangunan dan sebagainya. Seperti halnya yang ingin diwujudkan oleh Pemerintah Kabupaten Jombang. Melalui pembenahan kawasan jalan protokol utama, terutama yang dijelaskan sebagai "Leter T" diharapkan wajah pusat dan jantung kota Jombang akan terlihat perubahannya. Harapannya bisa lebih baik karena pembangunan infrastruktur ini demi mendukung lokasi kabupaten yang sangat strategis. Di tempati oleh 4 pondok Pesantren besar, menjadikan Kabupaten Jombang sebagai barometer serta memiliki nilai historis berskala internasional.