Mohon tunggu...
Anik Setyani Rahayu
Anik Setyani Rahayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Normalisasi Pernikahan di Usia Matang dan Mapan: Menghindari Resiko dari Keputusan Terburu-buru

6 Oktober 2024   17:10 Diperbarui: 6 Oktober 2024   17:18 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Pernikahan adalah salah satu keputusan besar dalam hidup yang sebaiknya diambil dengan penuh pertimbangan. Dalam masyarakat, ada anggapan yang seringkali menekan bahwa menikah di usia muda adalah suatu keharusan. Padahal, ada banyak alasan mengapa menikah di usia matang dan mapan baik secara emosional, finansial, maupun mental lebih penting untuk membangun hubungan yang sehat dan harmonis.

Usia matang membawa stabilitas emosional yang sangat penting untuk sebuah pernikahan. Di usia muda, kita cenderung masih mencari jati diri, mengalami fluktuasi emosi, dan mungkin terpengaruh oleh tekanan sosial atau lingkungan. Ketika kita menikah sebelum memiliki pemahaman penuh tentang diri sendiri, ada risiko bahwa ketidakstabilan emosi ini bisa berdampak pada hubungan pernikahan. Ketika sudah matang, individu cenderung lebih mampu mengelola emosi, menghadapi konflik, dan membangun komunikasi yang sehat dengan pasangan.

Keputusan menikah juga harus mempertimbangkan stabilitas finansial. Di usia muda, banyak orang masih merintis karier dan belum memiliki keuangan yang stabil. Hal ini bisa menjadi sumber stres yang memengaruhi dinamika pernikahan. Ketika kita menunda pernikahan hingga mencapai kemapanan finansial, kita memiliki pondasi yang lebih kuat untuk menghadapi tantangan hidup berkeluarga. Perencanaan keuangan yang matang juga memungkinkan pasangan untuk memikirkan masa depan dengan lebih baik, termasuk dalam hal memiliki anak dan membeli rumah. 

Pernikahan bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang komitmen jangka panjang. Di usia muda, banyak orang belum sepenuhnya memahami arti komitmen tersebut. Kedewasaan mental diperlukan untuk menghadapi berbagai dinamika pernikahan, seperti kompromi, tanggung jawab, dan pengorbanan. Tanpa kesiapan mental ini, risiko perceraian atau ketidakpuasan dalam pernikahan bisa meningkat.

Tekanan sosial untuk menikah di usia muda sering kali menyebabkan orang mengambil keputusan yang belum matang. Padahal, setiap orang memiliki jalannya masing-masing, dan tidak ada usia pasti yang menentukan kapan seseorang harus menikah. Yang lebih penting adalah kesiapan diri, bukan hanya usia. Menunda pernikahan hingga benar-benar siap adalah cara bijak untuk menghindari penyesalan di kemudian hari.

Normalisasi pernikahan di usia matang dan mapan adalah langkah bijak yang harus didorong dalam masyarakat. Memilih untuk menikah ketika kita sudah siap secara emosional, finansial, dan mental akan membantu membangun hubungan yang lebih sehat dan stabil. Jangan biarkan tekanan sosial memaksa kita mengambil keputusan terburu-buru. Lebih baik menunggu hingga benar-benar siap daripada menghadapi risiko hubungan yang tidak sehat atau perceraian di kemudian hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun