Mohon tunggu...
Anik Rachmawati
Anik Rachmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Jurusan Politik dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengukur Integritas Kepala Daerah Melalui Pilkada: Apakah Janji Politik Menjadi Alat Manipulasi?

25 Desember 2024   20:18 Diperbarui: 25 Desember 2024   20:25 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) selalu menjadi ajang yang dinantikan masyarakat untuk memilih pemimpin yang diharapkan membawa perubahan positif. Namun, tak jarang, Pilkada juga diwarnai dengan berbagai janji politik yang disampaikan melalui spanduk, baliho, hingga kampanye langsung. Pertanyaannya, apakah janji-janji tersebut benar-benar diwujudkan setelah para calon terpilih, ataukah hanya menjadi alat manipulasi untuk meraih suara?

Tentunya, dalam setiap Pilkada, calon kepala daerah berlomba-lomba menawarkan visi, misi, dan program kerja untuk menarik simpati pemilih. Misalnya, janji membangun infrastruktur, menciptakan lapangan kerja, hingga pemberantasan korupsi. Berdasarkan laporan media lokal dan nasional, sebagian besar janji tersebut dikemas dengan narasi yang menggugah, meski tanpa rencana implementasi yang jelas. Namun, tidak jarang janji-janji tersebut hanya menjadi gimmick politik tanpa rencana implementasi yang jelas. Menurut artikel di CNBC Indonesia, janji politik calon kepala daerah seharusnya tidak sekadar gimmick, melainkan komitmen yang harus direalisasikan demi kesejahteraan Masyarakat. Dalam sebuah studi oleh Indonesian Institute of Political Economy (2022) menunjukkan bahwa 67% janji kampanye di tingkat daerah sulit diukur keberhasilannya karena kurangnya transparansi dalam penyusunan anggaran dan pelaksanaan program. Hal ini menunjukkan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam mengawasi jalannya pemerintahan setelah Pilkada usai.

Namun kenyataanya sering kali berbeda dengan apa yang dijanjikan saat kampanye. Dalam banyak kasus, kepala daerah yang terpilih gagal merealisasikan janji mereka, bahkan tersandung kasus korupsi. Menurut data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lebih dari 80 kepala daerah di Indonesia tersangkut kasus korupsi sejak tahun 2016 hingga 2023. Fenomena ini menunjukkan bahwa janji politik sering kali digunakan sebagai alat manipulasi, bukan sebagai komitmen nyata. Misalnya, pembangunan infrastruktur yang dijanjikan banyak berakhir pada proyek mangkrak atau pemborosan anggaran.

Tidak hanya melalui Pilkada, integritas kepala daerah juga dapat diukur dengan beberapa indikator utama, seperti :

  • Keterbukaan Informasi : Apakah kepala daerah transparan dalam penggunaan anggaran?
  1. Realisasi Program Kerja : Apakah program yang dijanjikan terealisasi sesuai dengan rencana?
  2. Kinerja Anti-Korupsi : Apakah kepala daerah memiliki rekam jejak bersih dan upaya nyata memberantas korupsi?

Salah satu contoh baik adalah Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang secara aktif melibatkan masyarakat dalam pengawasan pembangunan melalui program Lapor Gub!. Sebaliknya, ada banyak kasus kepala daerah yang mengabaikan janji mereka dan justru terjebak dalam politik transaksional.

Dengan adanya hal tersebut, peran masyarakat dan media memiliki peran penting dalam mengawasi pelaksanaan janji politik. Melalui laporan investigasi dan diskusi publik, media dapat membantu membuka kasus-kasus penyimpangan yang dilakukan oleh kepala daerah. Sementara itu, masyarakat dapat berkontribusi dengan melaporkan ketidaksesuaian antara janji dan realisasi program melalui platform pengaduan resmi. Oleh karena itu, janji politik memang sering menjadi alat manipulasi dalam Pilkada, tetapi ini dapat diminimalkan dengan pengawasan yang ketat dari masyarakat dan media. Kepala daerah yang memiliki integritas sejati tidak hanya berfokus pada janji, tetapi juga pada langkah konkret untuk menciptakan perubahan. Oleh karena itu, Pilkada harus menjadi ajang untuk memilih pemimpin yang benar-benar berkomitmen pada pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

Referensi : 

Haboddin, M. (2024). Pemimpin Inovatif Tingkat Lokal. Universitas Brawijaya Press.

Saputra, Yulianta. (2024). Mewujudkan Pilkada Berintegritas. https://ilmuhukum.uin-suka.ac.id/id/kolom/detail/789/mewujudkan-pilkada-berintegritas

 Suyatno, S. (2016). Pemilihan kepala daerah (pilkada) dan tantangan demokrasi lokal di Indonesia. Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review, 1(2), 212-230.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun