Hampir dalam setiap aspek kehidupan umat muslim dihadapkan pada kewajiban meninjau tataran hukum agama. Begitu juga tentang makanan, jenis bahan makanan yang kita konsumsi sudah ditetapkan batas-batas hukumnya dalam agama. Masalah bahan-bahan kesehatan yang akan dikonsumsikan ke dalam tubuh-pun tak lepas dari tinjauan hukum. Artikel ini membahas tentang kandungan vaksin yang dikonsumsikan ke tubuh kita dengan tujuan untuk membentuk daya tahan tubuh terhadap suatu penyakit.
Kandungan yang saya sampaikan saya fokuskan pada dua bahan yaitu (1) gelatin dan (2) thiomerosal karena berkaitan dengan issue apakah dua komponen tersebut termasuk halal dan thayyib. Thayyib yang dapat berarti baik, dalam konteks ini ‘baik’ saya artikan tidak membawa efek negatif bagi kesehatan fisik manusia yang mengkonsumsinya.
Gelatin sangat penting dibahas karena saat ini bahan mentah gelatin yang paling banyak adalah dari kulit babi ‘pork’ (45%), dari bovine hides [= kulit sapi/lembu] (30%), bovine dan porcine bones [= tulang sapi/lembu dan tulang babi] (23%), bahan lain termasuk ikan dan unggas (1.5%) saja [Advances in Food and Nutrition Research, Vol. 60: 119-145, 2010]. Terdapat juga info lain bahwa gelatin sumber utamanya saat ini adalah dari bovine dan porcine (dari binatang mamalia sapi/lembu dan babi) [Handbook of Food Proteins, G.O. Philips & P.A. Williams (Eds), 2011].
Dinegara non-muslim, Imam-imam umat sudah memberi perhatian dalam hal ini, makanya di pembungkus makanan jika ingredient-nya mengandng gelatin yang halal, akan tertulis halal gelatin. Masalah kehalalan ini bukan saja menyangkut apakah gelatin dari bahan babi atau tidak, tetapi juga termasuk apakah binatang mamalia lain (sapi/lembu misalnya) yang diambil tulangnya telah disembelih dengan asma Allah.
Didalam jurnal ilmiah Progress in Health Sciences [Vol. 2, No. 1, 2012] dengan judul ‘Neorologic adverse events following vaccination’, tercatat bahwa dalam vaksin (vaccine) dapat mengandung:
- Micro-organism antigens - bacterial or viral (live-attenuated, dead), isolated antigens-proteins, polysaccharides, DNA and anatoxisins with retained immunegenicity but devoid of pathogenic properties,
- Suspension: water, physiological saline, substrate protein, e.g. egg white, gelatin,
- Preservatives: thiomerosal (mercury), anti-biotics, phenol,
- Adjuvants, the aim of which is to ebhance the immunogenicity of the vaccine-aluminium hydroxide or aluminium phosphate are the most commonly used.
Variasi kandungan bahan-bahan diatas dapat dilihat dari sumber lain seperti Textbook of Clinical Pediatrics [2012, 2, pp. 929 – 960], pada section ‘76 Vaccination’. Untuk bahan gelatin, tidak semua vaksin mengandung bahan ini. Penyampaian kandungan gelatin ini ada yang samar, misalnya pada BCG vaccine, dijelaskan bahwa vaksin tersebut mengandung ‘an attenuated live vaccine containing suspension of a live attenuated strain of Mycobacterium bovis’. Mereka yang ahli dibidang ini yang tentunya perlu dan harus meninjau apakah suspension jenis tersebut termasuk gelatin yang halal meskipun bahan utamanya bovine.
Pada vaksin lain yang jelas tertulis mengandung gelatin misalnya, Measles Vaccine (Vaksin campak?) yaitu ‘live attenuated viruses produced by several passages of the original virus strain in different cell cultures at different temperatures. Examples include Schwarz, Moraten, Alk-C, etc. Usually each dose contains trace amount of neomycin, sorbitol and hydrolyzed gelatine (as stabilizers)’. Vaksin ini diberikan sebagai vaksin tunggal atau dikombinasi dengan vaksin Mumps and Rubella (MMR) with or without varicella (MMRV). Hydrolyzed gelatin disini tidak disebutkan apakah bahan utamanya bovine atau porcine. Selain itu perlu disadari bahwa meskipun bahan utamanya bovine jika tidak disembelih dengan asma Allah tetap saja haram.
Kandungan gelatin dalam vaksin ada yang diteliti dan diganti karena menyebabkan alergi misalnya diphteria and tetanus toxoids (DTaP) telah diteliti menyebabkan alergi pada pasien, sehingga 2 dari 6 perusahan di Jepang yang memproduksi DTaP tidak lagi menggunakan gelatin [Journal of Allergy and Clinical Immunology, Vol. 106 (3), 2000: p. 591-592].
Issue lain, tetapi masih terkait dengan gelatin, adalah saat ini mereka yang punya perhatian terhadap pihak-pihak yang punya alasan tertentu (seperti umat Muslim misalnya) untuk tidak mau makan makanan yang mengandung gelatin yang tidak halal, mulai melirik gelatin yang diambil dari bahan ikan. Beritanya bisa di baca di Food Hydrocolloids [23, 2009]: Fish gelatin: properties, challenges and prospects as an alternative to mammalian gelatins.
Mengenai bahasan yang kedua yaitu terkait kandungan thiomerosal, saya ambilkan contohnya pada Hepatitis B Vaccine (HBV). Disebutkan dalam artikel yang sama diatas bahwa HBV terbaru yang tersedia mengandung ‘predominantly purified particles of the surface antigen of hepatitis B (HBsAg). Thimerosal is used as a preservative in some products’.
Mengenai apakah benar thimerosal mengandung mercury ini cuplikannya dari abstrak artikel Bundesgesundheitsblatt, Gesundheitsforschung, Gesundheitsschutz [ISSN 1436-9990, 12/2004, Volume 47, Issue 12, p. 1165], yaitu: ‘Thiomersal was used in the 1930s for the first time for the preservation of vaccines to prevent bacterial and fungal contamination. Thiomersal is an organic compound containing 49% mercury (Hg) by weight’.