KONSEP DAN PENGERTIAN KORUPSI
   Memahami arti korupsi dengan dimulai dari akar etimologis, kata "korupsi"  cukup pasti berasal dari Bahasa latin yaitu :
Corruption ( kata benda )
Corrumpere ( kata kerja )
Corruptor ( pelaku )
Corruptusaum ( kata sifat)
  Â
 Artinya  etimologis itu mengungkapkan gambaran tentang adanya kondisi keutuhan, kebaikan dan kebenaran yang telah merosot dan itu terjadi akibat perbuatan menyuap, dan menipu serta memalsukan fakta dan itu pun disebut corruptor. Apa yang dianggap kemerosotan dapat dikenankan apa yang menyakut keutuhan fisik dan integritas moral, Filsuf Jeremy Betham menulis bahwa istilah itu ( korupsi ) dahulu dipakai dalam arti fisik, dan kemudian digunakan dalam arti moral. Contohnya seperti seseorang yang menjual minyak bensin lalu mencampurkan minyak tanah kedalam minyak  bensin tersebut maka orang itu disebut telah mengkorupsi kemurnian dari minyak bensin tersebut. Demikian pulah para hakim yang memutuskan perkara pengadilan bukan atas dasar prinsip keadilan tetapi memihak pada perkara yang mampu memberikan uang sebagai suap untuk menutupi kesalahan yang telah dibuatnya, maka hakim itu di sebut tidak jujur dalam pekerjaanya dan telah melakukan korupsi dalam pengadilan tersebut.
   Ada pula dua otoritas dalam studi korupsi yaitu Arnold Heidenheimer  dan Michael Johnston, membuat tiga kategori definisi yang diajukan oxfort English dictionary  yang menyebutkan bahwa definisi tersebut masi mencerminkan keluasaan arti korupsi.
Definisi fisik : adalah kerusakan keutuhan dalam organisasi yang dipimpin oleh seseorang yang tidak bertanggun jawab.
Definisi moral : penyelewengan kekuasaan yang tidak jujur dan melakukan praktik-praktik curang dalam suatu negara dengan melakukan suap.
Pencungkirbalikan : merubah kondisi asli dari kemurnianya, misalnya penyelewengan Lembaga adat-istiadat.
   Asal etimologis itu dapat dikenali begitu luas arti korupsi, arti korupsi di pandang dari adanya keutuhan dan kemurnian asli yang telah lama membusuk, dan apa yang dianggap baik maka itu akan memulihkan kondisi kemurnian asli. Istilah-istilah disekitar konsep korupsi misalnya menurut Philips bosman mengatakan bahwa kembalikan kondisi korupsi sering ditunjukkan dengan istilah "integritas." Yaitu situasi keutuhan, tersebut tidak dicemarkan dan dilanggar dengan aplikasi pada dunia fisik dan moral.
 Dua ahli biologis Petter Forsbreg dan Kristofer Severinsson yang meneliti tentang adanya metafor "virus" dalam literatur korupsi misalnya, korupsi sebagai kangker . Mereka pun menemukan bahwa dua ciri dari metafor virus yaitu : ciri korupsi secara tersembunyi destrruktif dan infektif bagi organisasi, yang kedua ialah ciri korupsi yang menyebar dan beranak-pinak. Metafor virus yang berciri organic dan biologis, " korupsi"  sebagai gejala yang berubah-ubah dan dinamis dengan daya swacipta internalnya.
Korupsi juga berkaitan dengan paham teologis. Dalam pengertian logis, kisah manusia jatuh kedalam dosa dan diusir oleh Tuhan dari taman Firdaus merupakan bagian dari pengertian integral dan arti luas korupsi sebagai kemerosotan dari kondisi yang awalnya baik menjadi kondisi yang tidak baik. Adapun dapat dikatakan setiap tradisi mempunyai keragamaan yang ditandai oleh paham kondisi keutuhan dan kemurnian ini. Menurut Maryvonne Genaux bahwa dimasa silam akar teologis adalah semua paham korupsi,
   Dalam teologi, korupsi sering dipakai untuk mengungkapkan ciri moral manusia (bisa mati,cacat) di hadapan ciri keabdian dan tidak menduakan Tuhan (incrruptus), adapula ahli hukum yaitu Laura Underkuffler menyimpulkan bahwa konsep korupsi berakar dari dunia agama yang bersandar pada paham religius tentang kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kesalahan.
Dari mana datangnya gambaran sebuah keutuhan dan kemurnian asli yang membentuk arti korupsi ? pokok ini amat penting namun akan membawa kita secara filologis kepada masa lampau tanpa titik ujung. Adapun kondisi keutuhan dan kemurnian asli yang terlibat dalam pengertian korupsi tidak perlu mengandai bahwa dimasa silam (entah dan kapan) hal tersebut pernah terjadi  pada kondisi historis empiris, keutuhan dan kemurnian juga sebagai suatu acuan.
 Menurut Thomas Hobbes yang memberi pemikiran mendasar bahwa pentingnya tatanan negara  (the modern state) dengan mengandaikan kondisi asli tidak adanya negara sebagaikondisi kekacauan dan kondisi kekacauan ini tidak perlu merupakan kondisi historis-empiris yang pernah terjadi, dengan arah sebaliknya cara berpikir itu juga terlibat dalam pengertian korupsi, suatu kondisi atau tidak korup, entah kondisi itu tidak korup atau itu pernah terjadi ataupun tidak terjadi. Misalnya kemarahan masyrakat terhadap pemerintah desa yang telah mengelapkan angggaran desa, tidak perlu mengatakan bahwa pada masa lalu tidak terjadi konsep korupsi.
Amarah itu pun bisa terjadi bahkan tidak ada pasal hukum yang mengatakan bahwa penjara sebagai korupsi, pokok tersebut mengisyaratkan bahwa apa yang korup dan tidak korup lebih dari sekedar penetapan hukum. Definisi ini sangat luas dan inklusif membantu menjaring begitu banyak unsur yang di tunjuk dengan konsep "korupsi", kerusakan unsur fisik/materi, unsur moral tindakan dan ciri kelembagaan, unsur ciri public lingkup tindakan/praktik dan kelembagaan, unsur finansial, ciri kejatuhan dari kondisi keutuhan dan ketidak utuhan. Tetapi langsung kelihatan definisi sedemikian luas  itu juga kosong. Artinya apa saja yang menyangkut kerusak pada kemurnian dapat dianggap sebgai korupsi.
Apabila kerusakan itu dapat dipandang sebagai korupsi, istilah korupsi itu lalu kehilangan daya konseptualnya. Dan mengartikan bahwa korupsi sebagai kerusakan dari keutuhan menjadi ketidakutuhan juga bukanlah suatu definisi yang andal, sebab definisi persis merupakan langkah untuk membatasi kerusakan pada keutuhan.
Arti etimologis adalah salah satu hal, sedangkan definisi logis adalah hal lain, maka secara metodologis definisi adalah sebagai langkah pembatasan arti yang lebih spesifik memang ini dituntut untuk menuntun para penelitian. Memungkinkan bahwa pemahaman menetapkan presisi penanganan (misalnya dalam kasus hukum ), bahwa akan memandukan gerakan pendidikan anti-korupsi. Akan tetapi sempitnya definisi juga ibarat jaringan yang terlalu kecil untuk menangkap suatu keluasan gejala yang di tunjukan dengan konsep korupsi.
Ideal "keluasan daya cakup (capacious)  tetapi mempunyai daya pilah (discriminating)" selalu saja menghantui definisi tak aka nada komprehensif.dan apa bila terlalu luas maka definisi akan menjadi kabur dan tidak punya persisi, itulah mengapa pencarian definisi korupsi pasti gagal apabila dipatokan secara persis namun ada juga yang berlaku secara universal bagi klasifikasi semua tindakan atau praktik  yang disebut korup.
Namun keulitan itu pun tidak mencegah para ahli untuk terus memburuh inti dari konsep korupsi, misalnya sesudah meneliti proses pada reformasi besar yang terjadi pada beberapa negara-negara eropa barat terutama pada abad ke-19 ekonom dan para sejarawan yaitu Robert neild tiba pada definisi korupsi ini, korupsi adalah pelanggaran aturan dan perilaku dalam urusan public yang berlaku dalam suatu masyrakat pada periode yang ditentukan maka hanya dilakukan oleh orang yang mempunyai kewajiban (public persons) demikian pula keuntungan finansial atau politik.
Definisi ini tentu saja berguna dan definisi seperti itu muda untuk dikejar dengan pertanyaan, misalnya apa Batasan public, kewajiban, aturan politik, dan keuntungan. Salah satu cara yang menyiasati kesulitan seperti itu adalah menunjuk pada jantung arti korupsi dengan konsep lain yang lebih jelas, maka Bo Rothstein dan Aiysha Varraich menjelaskan bahwa membidik arti korupsi sebagai lawan imparsialitas dengan rujukan sub-konsep yang mampu mengungkapkan parsialitas, seperti klientelisme,patronasi,paatrimonialisme,partikularisme.
Diawal tahun 2002 pada proses negosiasi yang melahirkan dokumen United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), rupanya diambil langkah untuk tidak mendefinisikan konsep korupsi tetapi hanya mendaftarkan jenis-jenis tertentu dalam perbuatan korupsi. Ini juga sebagai siasat yang mirip dengan contoh yang di atas, namun jenis perbuatan itu dalam daftar dokumen UNCAC yang berciri jauh dan lebih konkret, UNCAC adalah sebuah dokumen yang resmi oleh hukum dan dan dimaksudnya menjadi dasar hukum bagi penindakan.karena itu jenis perbuatan yang didefinisikan sebagai korupsi tidak bisa konkret dan terpilah. Adapun ciri itu yang akan terjadi adalah ambiguitas arti, dalam pasal-pasal UNCAC yang dicakup, seperti penyuapan kepada pejabat public negara.
Penyuapan kepada para pejabat public negara asing dan penjabat organisasi public internasional,penggelapan, pencurian atau pengalihan kepemilikan oleh pejabat public "jual beli pengaruh", "penyalahgunaan fungsi" ada pula yang memperkayakan diri dengan cara yang haram, "penyuapan di sektor swasta" dan "penggelapan kepemilikan di sektor swasta", "pemutihan berkas kejahatan". Daftar seperti itu bisa diperpanjangkan lagi, dapat dipastikan jenis-jenis perbuatan baru yang muncul pada zaman yang terus saja berubah-ubah dan ditambahkan maka akan semakin Panjang.
Menurut Paul Hutchcroft yang membidik melalui sub-konsep pemburuan-rente dan klientelisme ada cara lain lagi adalah mendaftarkan aneka perbuatan yang secara paradigmatic disebut korupsi,siasat ini juga bisa terlihat dari beberapa kelemahan yaitu :
   Pertama,  Menyebut jenis-jenis perbuatan yang telah ditetapkan atau yang dicakup sebagai korupsi adalah salah satu hal, sedangkan mendefinisikan korupsi adalah hal lain,dalam daftar itu menyebut jenis-jenis kondisi atau tindakan yang dapat digolongkan kedalam korupsi tetapi itu masih jauh dari definisi korupsi.
   Kedua,  bahkan segera akan terlihat ketidakterpilahan konseptual. Ambillah contoh 'penipuan' dari contoh tersebut kita bisa lihat bahwa perbuatan tersebut kotor, tetapi tidak semua perbuatan menipu itu disebut korupsi, ada konteks kelembagaan tertentu yang membuat suatu penipuan disebut korupsii, tetapi tidak setiap penipuan itu adalah korupsi.
    Ketiga,  persoalan ketidakterpilahan konseptual juga terlihat dalam tumpang-tindih kategori satu dan kategori lain,misalnya kolusi sebagi bentuk konsep korumpsi yang terjadi didalam kuota impor barang  dalam contoh tersebut diatas itu terjadi bersamaan dengan konflik kepentingan, seperti suap,state capture dan pemburuan rente. Misalnya  seprti mendapat dari Diego Gammbetta, bahwa "rumpun praktik korup memang sangat bermacam-macam dan lekat berkembang-biak ilalang lain seperti penipuan, pencurian, intimidasi, atau kolusi".  Maka itu kompleksitas itulah, yang memahami lebih persis ciri dan bentuk dasar korupsi ini menjadi amat penting dan untuk membedakan apa yang disebut perbuatan korup dan praktik-praktik lain.
Berdasarkan studi historis yang telah menjadi klasik tentang arti konsep suap "bribes,"  menurut John T. Noonan Jr menyipulkan bahwa dalam masyarakat biasanya berlaku sekuranh empat kategori definisi suap  yaitu, konsep suap  yang dipahami dalam keluhuran moral, suap yang tertulis dalam undang-undang,suap yang dijalankan dalam praktik hukum khalayak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H