Mohon tunggu...
Ani Karlin
Ani Karlin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Do the best

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembangunan Ekonomi Menurut Pandangan Islam

11 Desember 2022   01:31 Diperbarui: 11 Desember 2022   02:32 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam perspektif Islam, pembangunan ekonomi bersifat material dan spiritual yang mencakup pembangunan Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam, kemajuan IPTEK, tingkat inflasi, dan tingkat suku bunga. Dengan kata lain dampak  pembangunan dalam Islam adalah menyeluruh sebagaimana konsepsinya bahwa agama mayoritas di Indonesia yaitu Islam. Dan bukan hanya ekonomi yang bersifat material tetapi juga pembangunan non material yang bersifat spiritual, akhlak, sosial dan kebudayaan.

Pengertian Pembagunan Ekonomi

Berdasarkan definisi pada umumnya, pembangunan ekonomi adalah sebuah proses kenaikan pada pendapatan total serta pendapatan perkapita. Pembangunan ekonomi ini mempertimbangkan pertambahan penduduk pada perubahan mendasar dalam struktur ekonomi di suatu negara dan juga pada pemerataan pendapatan. Setiap negara akan selalu bekerja keras untuk melakukan pembangunan demi kelangsungan hidupnya untuk masa kini dan masa yang akan datang.

Tujuan Pembangunan Ekonomi

Tujuan Pembangunan Ekonomi Islam memperkenalkan empat tujuan utama yang berdasarkan pada maqashid syariah, yaitu menjamin kebutuhan dasar manusia, meningkatkan martabat manusia, menjamin keberlangsungan kehidupan manusia dalam jangka panjang, serta menumbuhkan dan menjamin spiritualitas.

Prinsip Ekonomi Islam

Prinsip Ekonomi Islam juga dilandasi kegiatan perekonomian setiap manusia di suatu negara yaitu dengan cara menerapkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan ajaran agama Islam terutama menghindari kegiatan riba yang didasarkan pada lima nilai universal yaitu tauhid (keimanan), 'adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah) dan ma'ad (hasil). Kelima nilai ini dijadikan pedoman untuk menyusun teori-teori ekonomi Islam. Oleh sebab itu kegiatan perekonomian Islam akan membuat orang lebih lega karena dapat menghindari dosa.

Pembangunan ekonomi dikatakan berhasil apabila upaya tingkat pertumbuhan ekonomi yang diukur dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product atau GDP) pada suatu tahun tertentu lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan penduduk. Dengan kata lain, Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product atau GDP) adalah jumlah nilai pasar atas barang atau jasa yang diproduksi atau dihasilkan oleh suatu negara pada jangka waktu tertentu. Dan biasanya Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product atau GDP) merupakan salah satu metode perhitungan pendapatan nasional yang sering digunakan.

Hukum Membangun Ekonomi Islam

Hukum Membangun Ekonomi yaitu untuk mengistimbatkan hukum syara' tentang membangun ekonomi, para penulis muslim terlebih dahulu mengkategorisasikan bahwa membangun ekonomi merupakan perbuatan terpuji karena di dalamnya terdapat maslahat bagi masyarakat. Oleh karena itu, lanjut mereka Islam mendorong penganutnya untuk membangun ekonomi dan menjadi kewajiban pemerintah.

Pendapat tersebut mengacu pada tujuan syari'at Islam yaitu menarik maslahat dan menolak mafsadah jalbu al-masalih wa dar'u al-mafasid" dan ini terdapat dalam pembangunan ekonomi. Atas dasar ini mereka menetapkan hukum membangun ekonomi menjadi perbuatan al-wujub. Dunya misalnya, mengatakan bahwa membangun ekonomi merupakan kewajiban yang sakral "fardun muqaddas" dan bersifat keagamaan. Terdapat sejumlah ayat dan hadis yang mendasari pendapat ini antara lain perintah al-masyyu fi manakib al-ardh (berjalan di muka bumi untuk mencari rizki), al-ibtiga' min fadhlillah (mencari rizki Tuhan, al-infaq (perintah mengeluarkan infaq), al-jihad fi sabilillah (jihad di jalan Allah), talab al-kasb (mencari pekerjaan. Pendapat tersebut juga dikemukakan oleh Bakhit namun kewajiban untuk membangun ekonomi tegas Bakhit karena ia merupakan sarana untuk mensukseskan kewajiban yang lain. Di dalam Qo'idah Fiqhiyah disebutkan "Ma la yatimmu al-wajib illa bihi fahuwa wajibun".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun