Mohon tunggu...
anik_bundafahma
anik_bundafahma Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Ibu rumah tangga

Suka hal hal yang terkait menambah informasi terkini keilmuan, sosial,politik, keagamaan, kesehatan dll

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kontroversi Peraturan Pemerintah Terkait Legalnya Kontrasepsi Bagi Anak Dan Remaja

10 Agustus 2024   18:24 Diperbarui: 10 Agustus 2024   18:32 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash


Pada tanggal 26 Juli 2024, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Dalam PP ini, terdapat pasal yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja, khususnya pada Pasal 103 Ayat (4). Kebijakan ini menuai kontroversi yang signifikan di masyarakat.

Isi Pasal Kontroversial

Pasal 103 Ayat (4) menyatakan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi untuk usia sekolah dan remaja mencakup penyediaan alat kontrasepsi. Tujuan utama dari kebijakan ini menurut pemerintah adalah untuk mendukung kesehatan reproduksi dan memberikan akses yang lebih baik kepada remaja dalam mengelola kesehatan seksual mereka. Namun, banyak pihak menganggap bahwa peraturan ini akan dapat memicu perilaku seksual yang tidak diinginkan di kalangan remaja.

Reaksi dan Kritik
Kebijakan ini mendapatkan berbagai reaksi dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan masyarakat umum. Beberapa kritik utama yang muncul antara lain:

- **Netty Prasetiyani**, anggota DPR dari Komisi IX, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kebijakan ini dapat menimbulkan persepsi bahwa hubungan seksual di kalangan remaja diperbolehkan. Dia mempertanyakan apakah penyediaan alat kontrasepsi dimaksudkan untuk memfasilitasi hubungan seksual di luar nikah.

- **Luqman Hakim**, anggota Komisi VIII DPR, juga menyatakan bahwa aturan ini berpotensi melegalkan aktivitas seks bebas di kalangan remaja. Ia menekankan pentingnya pelaksanaan aturan ini tidak menjadi pintu masuk untuk perilaku yang tidak diinginkan.

- **Abdul Fikri Faqih**, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, mengecam peraturan ini dengan menyatakan bahwa penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah sama saja dengan membolehkan budaya seks bebas di kalangan pelajar.

Menanggapi kontroversi yang muncul, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi. memberikan klarifikasi bahwa kebijakan ini sebenarnya ditujukan bagi remaja yang sudah menikah dan ingin menunda kehamilan. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini tidak diperuntukkan bagi siswa sekolah yang belum menikah, yang bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman di masyarakat.

Komentar:
Kontroversi mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 menjadikan kekhawatiran di tengah- tengah masyarakat terhadap dampak dari kebijakan ini. Meskipun tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mendukung kesehatan reproduksi, akan tetapi penting bagi pemerintah untuk mengkaji ulang dampak dari peraturan ini karena jika diperhatikan lagi pasal pasal yang ada tampak jelas bahwa peraturan ini seakan akan sebagai bentuk pelegalan aktivitas perzinahan terutama pada anak dan remaja bahkan yang belum menikah asal tidak beresiko terjadi kehamilan atau penyakit menular.

Polemik ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat masih peduli dengan nasib generasi yang akan datang, maka seharusnya pemerintah kembali melihat bahwa negara kita negara beragama, apalagi penduduk  mayoritas muslim, tidak seharusnya mengabaikan itu semua. Bahkan seharusnya menjadikan pendidikan agama lebih di perkuat lagi dalam sistem pendidikan saat ini. Dalam islam sendiri sudah sangat jelas bagaimana dan kapan saat yang tepat pembekalan terkait pendidikan reproduksi diberikan, dan semua itu dikembalikan pada penanaman akidah anak sejak dini. Sehingga saat anak menginjak usia baligh mereka siap menerima taklif hukum. Jika alasan pemerintah adalah untuk mengurangi dampak pergaulan bebas maka ini tidak sinkron dengan peraturan terkait larangan menikah usia dini. Maka jelas bahwa ini adalah kesalahan  paradigma  dalam memahami konsep sexual concent  imbas dari paham sekulerisme liberalisme global yang semakin masif digaungkan barat. 
Oleh karena itu diharapkan agar pemerintah sebagai pengayom masyarakat lebih bijak lagi dalam membuat aturan. Sehingga tujuan baik yang diharapkan sesuai dengan kaidah agama dan nilai nilai dasar yang ada di masyarakat bisa mencetak generasi generasi yang hebat di masa mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun