Anak merupakan anugerah terindah yang Allah titipkan kepada manusia (orangtua) dengan tujuan agar anak tersebut bisa di didik menjadi orang yang berguna dan bermanfaat ketika sudah tumbuh dewasa. Karena pada dasarnya ditangan orangtualah gerbang awal seseorang untuk menjalani kehidupan nantinya. Itu bukan tugas yang mudah dan sepele, karena jika apa yang orangtua ajarkan salah dampaknya akan dirasakan oleh orangtua itu sendiri dan bukan orang lain. Maka dari itu jaga titipan Allah itu dengan sebaik mungkin, jangan sia-siakan mereka karena tidak semua pasangan suami istri di karuniai seorang anak. Banyak pasangan yang menginginkan seorang anak sehingga berbagai macam cara mereka lakukan, mulai dari konsultasi ke dokter, pengobatan alternatif sampai mengangkat anak dari panti asuhan maupun tempat penitipan anak. Begitu gigihnya perjuangan mereka yang menginginkan seorang anak. Tetapi banyak pula orangtua yang bukan menyayanginya dan merawatnya dengan baik namun justru menyiksa, membuang dan bahkan membunuh anaknya sendiri. Tidak habis fikir kenapa orangtua yang sejatinya dapat melindungi justru tega bertindak semacam itu, dimanakah sifat kemanusiaan mereka? Mana hati nurani mereka? Bahkan kelakuan mereka lebih kejam dari seekor binatang, bagaimana bisa manusia yang di karuniai akal pikiran oleh Allah bisa melakukan hal keji semacam itu. Tidakkah ada rasa takut sedikitpun saat melakukan hal seperti itu. Mengenaskan memang jika hampir setiap hari melihat televisi kemudian muncul berita semacam itu. Mirisnya lagi tindakan tersebut bukan hanya di perkotaan saja, namun di desa juga sudah marak hal semacam itu. Padahal jika kita amati seharusnya dan sepengetahuan kita orang desa itu identik dengan keramahannya, lemah lembut, dan sopan santunnya. Tetapi mengapa bisa melakukan hal keji itu, apa itu ada hubungannya dengan kejadian yang ada di televisi tentang pemberitahuan banyaknya aksi kekerasan dan pembunuhan, lantas mereka itu menganggap hal tersebut sudah biasa.
Acara apapun yang ada di televisi memiliki dampak positif dan juga negatif. Misalnya saja berita kriminal yang ada di televisi. Mungkin niat awalnya memang benar adalah untuk memberitahukan kepada khalayak umum tentang kejadian yang ada di berbagai macam daerah dengan berbagai macam motif pemasalahan berikut dengan dampak akhirnya. Tujuan yang lainnya adalah agar orang yang melihat berita tersebut bisa lebih waspada jika suatu saat menjumpai atau mengalami hal seperti yang telah di beritakan di televisi. Sedangkan dampak negatifnya adalah orang akan terbiasa melihat pemberitahuan tentang tindakan kriminal yang ada di televisi, yang seharusnya saaat mereka melihat kabar berita seperti itu mereka merasakan miris dan waspada. Tetapi lihatlah yang terjadi sekarang ini, orang-orang justru menganggap itu sebagai hal yang biasa, yang lumrah, dan tidak perlu untuk di takuti maupun di waspadai lagi. Bahkan sekarang sudah merajalela, seakan-akan setiap gerak kita perlu dijaga, tidak se-leluasa dulu. Karena pelaku tindak kejahatan sekarang bukanlah orang lain saja, namun keluarga dan kerabat dekat yang hampir setiap hari kita jumpai dan kita hormati. Namun itulah realitanya.undefined bukan hanya itu saja, acara lain yang dapat meracuni pikiran adalah sinetron. Kenapa begitu? Sekarang perhatikan di sekeliling kita, sebelumnya sempat heboh dan menjadi sorotan akibat adegan, gaya hidup dan perilaku yang di perankan oleh para pemain di dalam sinetron tersebut. Akibatnya para anak banyak yang berusaha menjadi seperti karakter yang mereka sukai dan lihat di dalam televisi, mulai dari baju yang bergambar tokoh tersebut, sampai adegan berkelahi yang ada dalam film tersebut. Bahkan bukan hanya anak-anak saja, namun juga orang dewasa. Banyak orang dewasa yang secara tidak sadar ikut heboh memberikan komentar mereka saat mereka rasa bahwa adegan yang diperankan itu salah, dan mereka berniat untuk membenarkan. Terkadang terlihat lucu, karena semua orang juga tahu bahwa setiap adegan yang di perankan itu semua sudah memiliki alur (jalan cerita) sendiri dari awal hingga akhir.
Di sadari ataupun tidak, saya rasa generasi kita ini telah dijajah. Bukan dengan peperangan seperti jaman dulu, namun lebih kepada karakter dan pemikiran kitalah yang telah dijajah. Memang tidak disadari oleh kebanyakan orang, tetapi memang inilah kenyataanya. Lalu dengan apa kita dijajah? Dengan acara sinetron, dan berbagai macam masalah serta pemberitaan di televisi. Misalnya saja sinetron tadi, dengan adanya sinetron yang menyuguhkan hal-hal terkait budaya luar cenderung akan memcuci pikiran anak, anak akan lebih bangga mengenakan pakaian yang identik dengan budaya luar, lebih pilih-pilih dalam hal apapun. Kalau sudah kecanduan semacam itu, anak akan malas belajar saat sudah mengetahui jadwal sinetron itu tayang. Bukan hanya itu, bangsa kita otaknya telah tercuci. contohnya saja para pedagang, kebanyakan dari pada pedagang berpikir bagaimana caranya mendapat keuntungan dengan modal yang sedikit. Salah satunya dengan menggunakan bahan-bahan yang tidak layak untuk di konsumsi manusia. Dan apa dampak yang akan di timbulkan jika itu dimakan oleh anak-anak, dan akan berlanjut terus menerus seperti itu. Organ tubuh mereka akan rusak, akan terganggu. Jika sudah begitu siapa yang akan menjadi penerus bangsa, siapa yang nantinya akan memimpin bangsa ini. Apakah generasi dengan berjuta macam problem dalam dirinya, baik lahir maupun batinnya bisa menjadi pemimpin. Tentu saja tidak. Inilah mengapa saya mengatakan bahwa generasi kita sudah dijajah. Menurut saya ini lebih berbahaya, karena menyangkut generasi muda yang nantinya akan menjadi penerus sekaligus pemimpin bangsa yang akan memajukan bangsa ini.
Para orangtua sayangi dan cintai anak kalian. Jika Allah telah mengkaruniai kalian seorang anak, itu berarti Allah percaya bahwa memang kalian adalah orangtua yang istimewa, yang di percayai oleh Allah untuk mengemban tugas tersebut. Namun ingat, jangan sesekali menyebut atau berpikiran bahwa anak merupakan beban bagi orangtuanya. Karena nantinya jika kalian mengajarkan yang baik dan benar kepada anak, maka yang di sanjung orang adalah orangtuanya yang telah mendidiknya, dan jika nantinya anak tersebut sukses maka yang bangga adalah orangtuanya. Jangan meminta imbalan apapun kepada anak, karena jika ajaran yang kalian tanamkan pada anak benar, maka anak akan mengerti dengan sendirinya bagaimana memperlakukan orangtuanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H