Mohon tunggu...
Anifa Inayatussaadah
Anifa Inayatussaadah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - mahasiswa

suka konten-konten islami

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Kebijakan Kewarganegaraan terhadap Minoritas Etnis: Studi Kasus Rohingya

24 Juni 2024   14:20 Diperbarui: 27 Juni 2024   14:44 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

IMPLIKASI KEBIJAKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP MINORITAS ETNIS : STUDI KASUS ROHINGYA

 Kasus Rohingya di Aceh merupakan fenomena yang mempengaruhi wilayah Indonesia secara signifikan. Aceh, yang terletak di ujung barat Indonesia, telah menjadi tempat perlindungan bagi ribuan pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari konflik di Myanmar. Rohingya mulai tiba di Aceh pada tahun 2015, ketika krisis kemanusiaan di Myanmar mencapai puncaknya. Kedatangan mereka ke Aceh didasari oleh beberapa faktor, diantaranya karena ada konflik Etnis di Myanmar. Seperti yang kita ketahui bahwa Rohingya merupakan minoritas muslim yang telah lama mengalami diskriminasi, penindasan, dan kekerasan di Myanmar.

HAM merupakan hak yang melekat kuat dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Namun, hal itu tidak didapatkan oleh Rohingya. Mereka justru mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari pemerintah Myanmar yang membatasi hak-hak mereka termasuk hak untuk hidup. Pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Myanmar adalah pembakaran desa, pembunuhan massal, pemerkosaan, dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya, memaksa ribuan orang untuk melarikan diri demi keselamatan mereka. Adapun tindakan diksriminasi yang dilakukan terhadap etnis Rohingya hingga pencabutan kewarga- negaraan mereka. Akhirnya, etnis Rohingya menjadi warga stateless. Etnis Rohingya menjadi statelles karena adanya diskriminasi serta pencabutan terhadap status kewarganegaraan.

Pemerintah Myanamar membuat kebijakan Burmanisasi terhadap warga negara Myanmar yang dengan jelas membuktikan bahwa adanya tindakan diskriminasi. Kebijakan Burmanisasi berarti hanya mengakui adanya agama Budha di Myanmar. Tetapi dalam kenyataannya, ada agama lain yang menetap di Myanmar termasuk Islam (etnis Rohingya). Etnis Rohingya yang terlibat dalam politik pemerintahan Myanmar seperti menteri, sekertaris parlemen, dan sebagian di posisi pemerintahan lainnya, dicabut hingga pemberlakuan hukum bahwa etnis Rohingya maksimal hanya mempunyai dua anak. Tindakan lain yang dilakukan adalah menghapus semua sekolah -sekolah Islam yang selama ini sudah berjalan. Kebijakan ini membuat perlakuan diskriminasi terhadap etnis Rohingya serta pencabutan status kewarganegaraan. Akibatnya, etnis Rohingya mencari kenyamanan dengan mengungsi ke beberapa wilayah seperti Malaysia, Indonesia dan Bangladesh. Tentunya etnis Rohingya berhak mendapatkan perlindungan hak asasinya.

Aceh, sebagai bagian dari Indonesia yang berdekatan dengan perairan internasional, telah menjadi tujuan akhir bagi banyak perahu pengungsi Rohingya yang terombang-ambing di Laut Andaman. Aceh juga terletak relatif dekat dengan Myanmar. Rohingya memilih Aceh sebagai tempat untuk mencari perlindungan adalah dan tempat tinggal sementara mereka adalah karena keterbukaan dan solidaritas masyarakat Aceh. Aceh terkenal dengan sejarahnya sebagai wilayah yang pernah mengalami konflik bersenjata yang panjang dan kemudian mendapat dukungan internasional dalam proses perdamaian. Masyarakat Aceh memiliki pengalaman langsung dengan trauma konflik dan dampaknya, sehingga mereka dapat merasa empati terhadap situasi Rohingya yang melarikan diri.

Pengalaman di kampung-kampung penampungan menunjukkan bahwa kondisi hidup para pengungsi sering kali tidak manusiawi. Ketika mereka melarikan diri dari Myanmar, kebanyakan tidak membawa banyak barang, dan setibanya di Indonesia, mereka sering kali bergantung pada bantuan masyarakat lokal dan organisasi kemanusiaan untuk mendapatkan kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, tempat tinggal yang layak, serta layanan kesehatan.

Secara keseluruhan, kombinasi dari faktor kemanusiaan, geografis, dan respons masyarakat membuat Aceh menjadi destinasi yang diinginkan bagi Rohingya yang melarikan diri dari konflik di Myanmar. Kasus Rohingya di Aceh mencerminkan solidaritas kemanusiaan yang mendalam sekaligus menghadirkan tantangan-tantangan yang kompleks. Sejak tahun 2015, ribuan pengungsi Rohingya tiba di pantai-pantai Aceh, melarikan diri dari kekerasan dan penindasan di Myanmar. Masyarakat Aceh, yang telah mengalami sendiri konflik bersenjata yang panjang, merespons kedatangan mereka dengan simpati dan bantuan kemanusiaan. Pemerintah Aceh serta sejumlah organisasi dan sukarelawan lokal menyediakan tempat tinggal sementara dan bantuan dasar bagi para pengungsi.

Namun, masalah integrasi dan status hukum Rohingya di Aceh tetap menjadi tantangan besar. Secara hukum, Indonesia belum mengakui mereka sebagai pengungsi, sehingga proses integrasi sosial dan ekonomi terhambat. Selain itu, keberlanjutan bantuan dan pengelolaan krisis jangka panjang juga menjadi perhatian penting bagi pemerintah dan masyarakat Aceh. Kasus Rohingya di Aceh menggambarkan kompleksitas dalam menangani krisis pengungsi dan konflik etnis di tengah masyarakat yang berjuang untuk mencari keseimbangan antara respons kemanusiaan yang mendesak dan kebijakan yang berkelanjutan. Ini juga menyoroti perlunya kerjasama internasional yang kuat dalam menanggapi tantangan kemanusiaan global.

Di tingkat internasional, respons terhadap krisis Rohingya sering kali terbatas. Negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, berusaha untuk menanggapi secara kolektif, namun kerja sama regional dan dukungan internasional yang lebih besar sering kali diperlukan untuk mengatasi akar penyebab konflik dan menawarkan solusi jangka panjang bagi Rohingya yang terpinggirkan.

Solusi yang diperlukan adalah meningkatkan kesadaran dan toleransi masyarakat Aceh terhadap pengungsi Rohingya. Pemerintah Indonesia juga harus meningkatkan koordinasi dan bantuan untuk menghadapi masalah pengungsi ini. Selain itu, perlu adanya upaya internasional untuk menangani konflik dan ketidakpastian yang dihadapi oleh pengungsi Rohingya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun