Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Jokowi, TKW Hepi yang Tersiksa di Irak Ingin Pulang

3 Juni 2022   04:50 Diperbarui: 3 Juni 2022   08:41 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjadi seorang pekerja migran bukanlah impian seseorang, sebuah pilihan terbaik diantara banyak pilihan buruk yang terpaksa dipilih warga negara wanita Indonesia sebagai jalan pintas keluar dari masalah.

Setidaknya itulah yang dialami Tenaga Kerja Wanita Indonesia atau sekarang dikenal dengan sebutan PMI, Pekerja Migran Indonesia atau BMI, Buruh Migran Indonesia di negeri seribu satu malam, Irak. Hepi Susana dengan beberapa kawannya.

Menurutnya, sebagai Buruh Migran dia mendapat perlakuan tidak manusiawi terkait jam kerja.

"Saya kerja dari pagi sampai jam 11 malam. Kalau ada tamu malah sampai jam 1 malam.  Jam 2 baru boleh tidur. Hanya  3,5 jam dan tidak ada jeda untuk  makan. Sehari cuma dikasih makan satu kali, tanpa lauk. Kalau lapar ketika disuruh belanja ke luar, saya beli dengan uang sendiri," tutur Hepi pilu sambil menyebut bilangan gaji yang hampir 4 juta tapi peralatan seperti sabun mandi dia harus beli sendiri.

Belum lagi ketersiksaan lain yang dialami semisal tangan yang melepuh, kaki bengkak atau sakit lain tapi tetap disuruh kerja. Kondisi yang membuatnya memberanikan diri lapor ke KBR akan tetapi tidak mendapat penyelesaian yang diharapkan.

Alasan tidak ada cukup bukti fisik yang menguatkan. Misal visum atau surat dokter.

"Bagaimana saya bisa ke dokter kalau kondisi sakit masih tetap disuruh kerja? Saya bingung. Bukti apa yang dimaksud? Misal saya ditampar, siapa yang ambil gambar? Kan saya tidak pegang hape. Apa harus mati dulu sehingga mayat itu bisa dijadikan bukti? Itupun bisa saja majikan berkelit kecelakaan kerja," papar Hepi sedih.

Ada saran dari orang yang menyebut dari KBRI itu sebetulnya, yakni pindah agen. Namun hepi bergeming. Kalau pindah agen berarti hitungan kerjanya nol lagi. Tidak akan segera selesai masa kontrak yang harusnya 2 tahun. Dia sendiri sekarang sudah hampir 1 tahun. Dengan keinginan pulang yang tak tertahan.

Pada agen dia utarakan niat pulang, akan tetapi menjadi sebuah persoalan baru ketika diminta menyediakan 85 juta. Jumlah yang tidak sedikit bagi Hepi. Hutangpun kesulitan nyaur misal ada yang menghutangi.

Pada majikan lelaki yang dia panggil mister diberi jalan keluar, bersedia menguruskan kepulangan asal menyediakan uang 45 juta. Lagi-lagi jumlah yang besar menurut Hepi.

Sebetulnya agen ada yang bersedia menghutangi, akan tetapi dia harus kerja lagi jadi tkw seusai kembali ke Indonesia. Untuk melunasi hutang yang disandang.

Dilema yang membuat Hepi susah tiada tara. Ingin pulang segera namun belum pula menemukan jalan keluar, padahal dia terdampar di Irak. Tidak seperti janji orang yang katanya akan menempatkan ke Abu Dhabi dengan gaji 8 juta.

Dia jadi TKI atau PMI atau BMI legal, dengan surat-surat lengkap dan agen resmi. Bingung juga mendapati kenyataan tidak seperti janji awal agen yang membawanya.

Membeberkan kisahnya hingga sampai di tanah Irak,  Hepi memaparkan bahwa ini merupakan penipuan. Dia ditipu agen tenaga kerja yang memberangkatkannya.

Bermula dari dari Singapura dia langsung ke Batam. Di Batam inilah Hepi kenal seoeang agensi.  Dia mendapat tawaran kerja ke Abu Dabi dengan gaji 8 juta.  

"Dengar gaji 8 juta siapa yang tak mau. Saya berangkat, tapi tak seperti harapan. Ternyata ke Erbil Irak. Dengan penyiksaan tak terperi saat sampai di barak agen," lanjut Hepi.

"Sampai di agen Erbil dulu, Hape saya disita. Makan cuma dikasih nasi saja sama tomat, itu pun cma sekali. Kadang hanya Mie Instant dengan minum air kran selama 2 bulan. Tanpa gaji meski bekerja," kisah Hepi.

Sebuah penderitaan yang membuat saya tercenung. Mereka berjuang untuk keluarganya di Indonesia, menjadi pahlawan devisa bagi bangsa ini. Adanya perlindungan ternyata tidak seperti yang ditebar pesonakan. Dicitrakan birokrat pemangku.

Kata PMI yang lain, nanti kalau viral bakal diurus. Tapi bagaimana bisa menjadikan ini viral? Bahkan kematian juga belum tentu bisa menyelamatkan nasib TKI atau PMI dan keluarganya.

Padahal kata PMI di negara lain yang juga koordinator dan tidak mau disebut namanya, ada anggaran untuk penanganan TKI seperti itu.

Ada program repatriasi yang berlaku jika negara penempatan mengalami gejolak ekonomi dunia dan tidak mampu membayar pekerja dari negara asing. Selain itu untuk pekerja yang mengalami penyiksaan berat, dan juga dalam masa hukuman. Tetapi sekali lagi, program itu tidak banyak diketahui TKI atau PMI termasuk Hepi.

Ketika saya tanyakan program tersebut apakah dia tahu, dia jawab tidak tahu.


"Apa pula itu bu?"

Ribet di birokrasi kata kawan PMI itu. Kenyataan miris yang menurut Hepi benar adanya.


"Yang patah tangan saja gak bisa pulang apa lagi cuma saya yang sakit karena disiksa ringan," papar Hepi.

Dari berbagai lini dia sudah mengeluhkan nasibnya. Lapor KBRI dianggap angin lalu, BP2MI hanya tanya-tanya. Ke agen disarankan menyediakan sejumlah uang. Hepi bingung, lapor Presiden tidak tahu caranya.

Maka lewat tulisan ini saya bantu dia, menuliskan kisahnya. Siapa tahu dibaca Pak Jokowi, Presiden Republik Indonesia, simbol kehormatan bangsa.

Ada anak bangsa Indonesia di negara lain, sedang tersiksa, butuh uluran. Mohon perhatian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun