Pagi ini kukuliti jejak langkah dan aksara yang pernah berlalu. Ada noktah merah di sana. Salah pada sesiapa, torehkan luka atau benci di dada.
Badanku terbungkus sedikit harapan kini, ingin lolos segera agar tak ada lagi kesakitan terperi. Namun, catatan noda itu menghalangi. Takutku siksa yang kudapati. Ingin kutebus dahulu agar ringan langkahku pergi.
Mengingat belahan nyawa, senyumku terkembang. Ingin menyusulnya ke peraduan. Ada gemintang memayung. Ada rembulan sempurna memancar. Indah nian.
Lalu nyata itu memukuli pandanganku. Tangan keriput yang pagi ini mengusap kening, menampar kesadaran. Harusnya aku yang melayani, bukan aku yang terkapar tak tahu diri.
Tuhan, kurelakan keindahan itu tak kuraih dahulu. Beri aku kesempatan perbaiki yang tlah berlalu. Biarkan aku mengabdi untuk pemilik jiwa sepuh itu. Beri aku nyawa lagi, untuk hidup bersamanya lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H