Pernikahan bukan lagi hal sakral yang kupercaya mampu mengikat kesetiaan. Dia hanya simbol boleh tidaknya laki-laki dan perempuan berhubungan. Sesuai norma agama atau susila. Yang membedakan manusia dengan hewan ya menikah itu. Dengan embel-embel panggilan. "Bu Sam" atau "Nyonya Sam".
Perkara lainnya, sama saja dengan hewan. Aku tertarik, kau mau let's continue. Tidak ada jaminan "Kau satu-satunya milikku."
Aku sudah membuktikan. Lelaki, makhluk yang bisa meletakkan cinta pada siapa saja. Janji suci hanya dipakai taji merayu sasaran. Agar mau melanjutkan hubungan. Menjadikan perempuan ikatan untuknya saja. Tidak boleh "toleh-toleh". Sementara laki-laki, meski dia telah menjadi suami masih boleh lirak lirik sana sini. Mengerikan.
Ini yang menjadi pertimbangan menolak ketika Jon mengajakku menikah. Apalagi hanya akad, dengan buku nikah saja aku masih trauma apalagi cuma komitmen tanpa legalitas apa-apa. Lemah daya tawar, aku enggan lagi dipermainkan.
Maka kusampaikan padanya penolakan, dengan alasan belum berpikir menjalani kehidupan rumah tangga lagi.
"Tidak Jon, aku belum siap untuk itu. Menikah akan membuatku punya status baru. Istri, dengan segala tetek bengek ritual yang harus kujalani. Kau tahu kehidupanku, aku tidak bisa jadi istri."
"Kau ini, kalau kita begini terus, bisa dihujat orang. Kau mau reputasimu hancur?"
"Persetan dengan reputasi, jadi istri juga tidak ada jaminan terhormat."
"Aku ingin lebih dari sekedar kencan sayang, I wanna making love with you. Kau selalu tidak mau bukan? Dengan alasan dilarang. Kalau menikah, tidak ada lagi larangan itu. Mau ya?"
Jadi cuma itu alasan Jon mau menikahiku? Tidak ada cinta meski tiap saat dia ringan ucapkan "I love you". Tapi dalam hal ini aku tidak merasakan ada cinta itu. Hanya simbol ingin mendapatkan sesuatu.
Dia hanya ingin ranjang saja sepertinya, sesuatu yang kujaga betul tidak memberikan padanya. Juga lelaki manapun sesudah perceraian dengan Sam.Â
Aku janda memang tetapi tidak pula suka mengobral kewanitaan demi setitik kepuasan. Kujaga betul milikku itu, meski seringkali olokan ditujukan. "Kau ini sudah janda jangan berlagak seperti masih gadis."