Ramadan tiba, saatnya kompromi dengan perut kosong setiap hari. Tentu ini berpengaruh terhadap aktifitas keseharian. Tidak lagi bisa seenergik biasanya. Agak lemas ketika jarum jam mendekati angka 12 siang. Itu betul saya rasakan di awal puasa.Â
Biasanya, bangun tidur sesudah bersih diri, sarapan menjadi rutinitas. Sekitar jam 6 pagi, baru berangkat mencari sesuap nasi. Banyak ngemil kue di sela jeda makan siang yang biasa saya lakukan pukul 1 siang. Makan kudapan, juga minum air putih menjadi kebiasaan.Â
Sampai diledek kawan kerja,"Kayak penggilingan, kok yo ora lemu-lemu, cacingan ya." Hehe
Saya memang doyan makan, apalagi kalau sambil mengerjakan sesuatu, makanan di hadapan wajib ada. Kalau tidak, bisa kelimpungan. Seringnya, dagangan sendiri yang jadi sasaran, maklum saya kan jualan kue basah juga buat konsumsi kantin sekolah. Â Sehingga ketika menjalani puasa, gagap kosong meja dari makanan melanda.
Untuk menghilangkan gundah gulana mengawali puasa, gawai jadi pegangan. Juga kasur dan bantal. Lepas sholat dan ngaji, rebahan. Malas benar. Begitu berlaku dari siang hingga jelang senja. Baru bersemangat menyiapkan makanan ketika J min 2. Buka puasa kurang 2 jam.
Menu buka puasa pertama saya rancang lengkap. Ada kacang hijau bersantan, nasi dengan sop wortel dan kol, sambal terasi, tempe dan tahu goreng. Itu bagi saya sudah cukup mewah. Meskipun tidak dalam kategori 4 sehat 5 sempurna.
Adzan maghrib terdengar, langsung menyantap kacang hijau satu mangkuk. Lanjut nasi dan perangkatnya, ambil sambal sebanyak yang tangan suka. Nikmat sungguh terasa. Hingga terdengar sendawa. Ish, pamali ini sebetulnya, Â tapi keluar begitu saja menunjukkan kenyang sempurna.
Ritual buka saya tutup dengan ait putih, kebiasaan saja, kurang afdhol tanpanya. Sehingga volume perut betul-betul penuh tanpa rongga. Berakibat  hampir tak kuat sujud saat sholat maghrib. Ini saya sadari kemudian. Rupanya saya kebanyakan makan.
Karena langsung tancap gas saat berbuka. Ada keluhan nggliyeng, pusing. Juga perut terasa begah, sedikit melilit. Andai maghrib waktunya panjang, pasti saya tunda pelaksanaan shalat. Berhubung cuma sekitar satu setengah jam, maka dengan langkah berat saya tunaikan kewajiban. Sesudah itu tepar.
Tak kuat berdiri, mata berkunang - kunang. Akhirnya tidur menjadi pilihan. Isya' dan tarawih rencana saya lakukan malam. Beberapa jam saya tidur, terbangun tengah malam. Masih terasa pusing. Lalu teringat nasehat suami  untuk minum air putih hangat bila bangun tidur, maka sayapun melakukan.
Pyar, pyar, seperti ada udara segar di pandangan. Satu teguk, dua teguk, hingga habis satu gelas. Reda sakit pusingnya. Bersandar dahulu di kursi, ambil nafas sebelum melangkah ke kamar mandi untuk wudhu. Lanjut shalat isya' dan tarawih dalam gerakan pelan hingga selesai.