Debit air sungai meningkat,  permukaanya naik,  luber ke perkampungan warga lalu banjir merendam rumah mereka, inilah kekhawatiran  khas di kantong kantong banjir.  Bukan hanya di Jakarta tapi di seluruh dunia.  Termasuk daerah kediaman ibu saya dan beberapa orang saudara serta sahabat  saya.  Pasuruan.
Baik wilayah Kabupaten maupun kota berpotensi terkena banjir.  Bangil mempunyai sungai kedung larangan,  perbatasan  kabupaten dan kota ada sungai Welang,  Kota Pasuruan dengan sungai  yang tepat berada di Belakang Balai kota.  Belum lagi wilayah  pelabuhan sebagai akhir dari tujuan air mengalir, daerah itu rawan sekali terkena banjir.
Rumah saya, Bangil pernah mengalami hal itu.  Pohon Bambu yang terbawa arus, menutup kolong jembatan,  menghambat aliran air sungai. Seperti menemukan jalan buntu.  Air itu tak menemukan jalan benarnya.  Luber ke perumahan  penduduk, termasuk rumah saya yang jaraknya sekitar 1 km an.
Almaghmafurllah ayah saya merasakan betul bagaimana berjibaku dengan air. Derasnya datang tak terduga, Â tetiba rumah saya tergenanang selutut orang dewasa. Â Air itu seperti menyerang saja. Â Hingga tembok pagar belakang rumah dijebol ayah agar air bisa mengalir ke lapangan ke saluran air terbuka. Â Lega. Â Satu masalah teratasi, Â air mulai surut, genangan berkurang. Â Tinggal lumpur yang menempel di seluruh perabotan rumah. Â Meja, Â kursi, Â tempat tidur, seluruh bagian. Â Termasuk dinding.
Belum usai kami ternganga dengan kondisi rumah itu, Â berita miris saya dengar. Â Beberapa orang hanyut karena banjir itu. Saya maklum, yang jauh dari sungai saja kaget dengan datangnya air bah itu, Â apalagi yang dekat sungai.
Daerah saya tidak pernah terkena banjir sampai detik itu. Peristiwa yang mengejutkan sungguh. Tak ingin terulang, hingga kini warga bantaran sungai selalu waspada. Sedikipun sesuatu tak dibiarkan  menyumbat aliran air.  Dibantu pemerintah,  pembersihan terhadap hal itu dilakukan.  Bila ada sesuatu yang besar bersarang di kolong jembatan segera saja diangkat. Bukan hanya itu, kesadaran untuk tidak lagi membuang sampah di sungai,  sebagai salah satu penyebab terjadinya banjir mulai tumbuh.  Sampah itu,  saya lihat sudah sangat berkurang keberadaannya.
Namun bila curah hujan tinggi. Â Kiriman air dari arah pucuk gunung datang, Â siapakah yang bisa menghindar? Â Waspada, itu satu satunya jalan. Â Maka menyiapkan kedatangan air menjadi hal yang wajib dilakukan. Â Warga yang rumahnya langganan banjir mulai meninggikan rumahnya, Â lebih dari satu meter dari posisi jalan di halaman depan. Â
Pemandangan ini saya temukan di dusun Dung Pasar, Desa Tambak Rejo Kecamatan  Kraton Kabupaten  Pasuruan. Sebagai yang dekat dengan  sungai. Banjir merupakan  sahabat mereka,  suka atau tidak suka harus mereka terima.  Maka upaya upaya mengatasi banjir menjadi prioritas. Mengusahakan sungai bebas sampah salah satunya.  Membuat  sesuatu  dari  sampah yang sering mereka temui di sungai.  Plastik menjadi  prioritas secara bahan itu tidak mudah terurai.  Tas kresek, botol,  gelas, adalah contoh limbah yang sedang dalam usaha dimanfaatkan.  Membuat ecobrick, hingga perahu dari botol plastik. Â
Tidak semua penduduk daerah rawan banjir bisa berenang, Â apalagi untuk mereka dengan usia balita atau lansia. Dengan pelampung darurat ini kemungkinan mereka terbawa arus saat air bah datang tak terduga atau ketika permukaan air semakin naik, Â menggenangi rumah mereka dapat diminimalisir. Â
Bahannya murah, mudah didapatkan, Â pembuatannya pun gampang. Â Cukup sediakan 4 atau 6 botol itu. Lalu kaos oblong untuk baju, Â atau apa saja yang penting bisa dipakai menyatukan tutup botol dan kain pada atasan baju. Â
Nah, Â jadi deh botol itu siap apung. Â Pelampung darurat. Â Ini seperti yang pernah dipraktekkan pak ZenChen dari komunitas Jack Jungle dan Lestari, Â saat memberikan sosialisasi mengatasi sampah dan memanfaatkan limbah plastik.
Saya yang hadir saat itu tertarik sungguh. Â Efektif dan efisien. Â Satu tips yang bisa dipraktekkan saat seperti ini. Â Ketika curah hujan tinggi, Â dan saat banjir menjadi momok yang harus diwaspadai.