" Iyalah, malam ini kau temanilah aku habiskan malam terakhir di Jepang."
" Di apartemen ini saja ya? Kau baru keluar dari Rumah Sakit kan? Tak baik udara malam untuk kesehatan."
Tidaj ada kegiatan selain bercengkrama dengan Bimbim, tentang awal datang ke Jepang, tentang rencanaku di Indonesia nanti, pun perjalananku berikutnya ke New Zealand dan Norwegia. Namun sebelum ke sana aku ingin mengikat perempuan Indonesia dahulu untuk kujadikan istri.
Bimbim tersenyum mendengarnya, Ojin mulai berubah. Tak ada lagi keinginan clubbing seperti yang biasa dia habiskan tiap malam. Pesta dengan ganti-ganti pasangan ditemani minuman bukan lagi hal menarik baginya. Menikah, sepertinya itu prioritas utama Ojin saat ini.
Detak jam terus berputar, Bimbim harus bekerja, sementara aku melanjutkan berkemas, pamit kepada pihak manajemen apartemen adalah hal terakhir yang kulakukan. Sarapan, aku ingin melakukan sarapan untuk terakhir kali di sudut kota Kansen. Masih pusing, kubawa saja obat untuk kuminum ketika sarapan. Kulihat  dari lantai bawah apartemen di kejauhan ada warung makan. Bergegas aku ke sana, menuruni tangga pintu keluar, Owh tubuhku oleng. sejurus kemudian aku terpeleset jatuh. Ya ampun sakit sekali, beberapa orang menolongku berdiri, tak kuat, aku dibopong masuk kembali ke lobby apartemen.
Rumah Sakit, sekali lagi aku dibawa ke tempat itu. Kakiku bengkak, serangkaian tes harus kulalui lagi, termasuk foto X-ray. Sakitnya ya ampun, tak tertahankan.  Suntikan anti nyeri yang diberikan perawat  cukup meredakan sakit ini. Langsung teringat Ann. Kuhubungi dia.
" Cinta, Aku jatuh, kakiku terpeleset. Â Aku di rumah sakit sekarang ini sayang."
" Ya Allah, jatuh dimana? Bagaimana keadaanmu?" Syukurlah Ann langsung menjawab telponku. Sedang di kantor walikota dia sekarang, ada liputan gebyar merdeka katanya.
" Dari tangga, padahal aku nanti jam 3 sore harus bertolak ke Indonesia. Tiketku sudah ada."
" Terus bagaimana? Tak bisakah dicancel, reschedule, atau refund, atau semacamnya?"
" Belum tahu,  aku sendirian ini di  hospital."