" Wa'alaikum salam warahmatullahi wa barakaatuh. Ada apa Ojin?"
Suaranya, oh sungguh kurindu.
" Honey, aku sakit, badanku demam."
" Coba minum air putih hangat ya, jangan lupa makan, terus istirahat, kalau masih berlanjut, bawa ke dokter."
Ann mengatakan dengan lembut, membelai telinga. Sejurus aku ingat, dia benar, Â aku lupa makan, Â hanya menghabiskan bergelas-gelas sake non alkohol semalam. Mungkin ini yang membuatku sakit.
" Iya sayang, akan kulakukan. Kau sedang apa?"
" Ish, masih pakai sayang pula. Aku sedang meliput lomba panjat pinang ini. Maaf ya, kalau berisik."
" Iya, tak apa. Lanjutkanlah. Good luck. Assalamualaikum."
" Wa alaikum salam warahmatullahi wa barakaatuh."
Kulaksanakan semua sarannya, mencoba tidur, tetap tak bisa. Malah ada darah di batukku. Harus ke dokter berarti. Satu vonis sakit mengharuskanku opname. Typus, begitu kata dokter. Kesendirian menumbuhkan sunyi yang sangat. Temanku sibuk bekerja semua, meminta tolong mereka sama dengan mencuri jam kerjanya. Aku tak mau itu. Situasi ini membuatku rindu pulang sangat. Di Indonesia ada keluarga, Ibu. Ah, tentu dia akan merawatku. Dan Ann, andai dia sudah jadi istriku.
Sekelumit rintik menggenang di dua bola mata, kali ini rumahku dengan belai ibu teramat kunanti. Maka kutengok gawai,  melihat email, berharap semoga ada balasan dari konsulat, untuk aku bisa pulang tanggal  25. Belum ada balasan. Ini buatku gelisah. Mengapakah, terasa lama urusan perizinan ini bagiku.
Gelisah ini makin bertambah saat kutatap penanggalan gawai, 24 Agustus dan aku masih berkutat dengan sakit typus ini. Kalau izin keluar, secepatnya aku mau pesan tiket. Namun sakit ini, duh sungguh aku seperti dipenjara dilema. Antara menyembuhkan sakit dahulu dan keinginan pulang yang menggebu.
Terus terang kukatakan hal ini pada dokter, untuk mempercepat penanganan.
" Please help me, aku harus segera keluar dari rumah sakit ini dokter."