Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Nikmatnya Berbalas Kata dengan Penyuka Sastra

1 Juli 2019   19:06 Diperbarui: 1 Juli 2019   20:22 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zahrotul Mujahidah ( doc.pri )

Telah selesai pembahasan tentang materi puisi untuk buku kami. Sekumpulan orang-orang yang menahbiskan diri sebagai pemuisi Kompasiana secara di tempat itu puisi puisi kami ditampilkan, menjadi tempat nyaman meluahkan rasa, asa dan pikiran dalam kata kata.

Ini waktunya refreshing setelah beberapa masa mengusahakan feel untuk bisa berbalas. Kadang terengah bila tema yang dimunculkan pengumpan berat pun. Rifan, Brian, Syahrul, duh mereka para lelaki yang puisinya susah dikunyah. Untunglah ada Pak Ping, Adelia yang siap turun tangan. Menyelesaikan kesulitan menemukan diksi yang pas. 

Akhirnya, semalam kami bercengkrama dalam kata. Indah nian ternyata, coba tengok, ada bait umpan dari mbak Aliz, sang Swarna Hati

Seuntai senyum terkembang
Dalam alun irama rasa yang paling dalam
Sejerat hati yang selalu bersenandung tanpa berkesudahan

Dilanjutkan Pak Ping, Ropingi
Katanya, "Sudahi saja, jangan bilang cinta jika tak ada rasanya."

Saya datang pun dengan

 Belenggu rasa itu torehkan lara tak berkesudahan
Gayutan amarah ini meluap-luap tiap pekan
Hambar menimpa meski bulan purnama
Ranting dahan patah berserakan

Bu  Retno Andri melanjutkan: Seuntai doa mengembang di sudut bibir yang membiru
Senyampang masih bisa bergetar mengucap  Asma Allah...
Hingga menggetarkan kalbu
Sebut lirih hampir tiada terdengar " Ya Rabb, berikan yang terbaik dalam akhir hidupku.

Tak ketinggalan ikhlas, Julak Anum, lelaki belah kanan saya ikut urun, 

 Purnama pun ikut menggalau
Dalam igauan masa lampa
Murung ia mengurung resah
Di pelataran hati yang telanjur basah

Ronanya sembab, muram dalam gelap
Sebab terlalu mendekap harap
Yang seharusnya telah tiarap

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun