Tahun lalu, jalan tol yang kulalui menuju kota Bangil, tempat tinggal ibuku kandung, masih belum diaspal sempurna, bahkan ada yang berupa tanah saja di beberapa lokasi, maklum masih uji coba. Belum selesai pengerjaannya hanya untuk mengurangi kemacetan arus mudik lebaran.
Tahun ini suasana berbeda kudapati. Jalan tol yang disebut banyak orang sebagai Tol Jokowi  ini begitu mulusnya, nyaman untuk dilalui kendaraan, lebih cepat sampai tujuan. Gratis, tak berbayar.  Sebagai bonus hari raya. Ini tentu saja menyenangkan, secara kalau harus membayar tiket, lebih dari 50 ribu uang harus kusediakan untuk menikmati jalan tol Malang Pandaan.
Lengang, tak banyak kendaraan yang melewati, ini menjadikan nafsu memacu  kendaraan lebih cepat tumbuh terus. Kakakku yang menjadi sopir atas kendaraan Xenianya melajukan mobil lebih kencang dari biasanya. Kalau biasanya di kota maksimal 60 Km perjam, kali itu dia menggeber gas hingga 80 Km perjam. Mobil lain kulihat lebih pun, satu dua menyalip mobil yang kunaiki secepat kilat. Terutama mobil mobil ber cc besar.
Satu cerita mengkhawatirkan atas mobil yang kunaiki tersaji. Bensin hampir menyentuh titik terendah, maka tak berani menambah laju, kuatir makin menghabiskan bahan bakar, diputuskan Mas saya, begitu saya biasa memanggilnya untuk keluar tol lewat daerah lawang. Berjarak sekitar 100 meter dari pintu keluar ada Pom bensin. Lega, akhirnya diisi mobil mas dengan bahan bakar di sana. Membayangkan mogok di jalan tol akibat kehabisan bensin adalah hal menyedihkan, untuk itu sebaiknya cek bahan bakar sebelum masuk pintu tol.
 Hamparan pemandangan sawah di kanan kiri jalan menyejukkan mata memandang. Mulus, lurus, tak ada kelokan tajam harus dilalui. Sekitar 30 menit mobil sudah keluar dari pintu tol Pandaan.
Bangil merupakan kota tujuan berikutnya, lewat Sukorejo, langsung menuju kota Bangil. Tak langsung menuju rumah induk, tapi menuju Tempat pemakaman umum dahulu. Menaburkan bunga dan berkirim doa di atas pusara bapak. Satu hal yang membuat kami menggenangkan linangan secara baru sebulan beliau berpulang. Cerita tentang bapak sebelum ajal menjadi obrolan dengan rasa kesedihan.
Selain bapak, ada adek saya terkubur di samping makam bapak, baru 7 bulan yang lalu dia mendahului sebelum akhirnya bapak mengikuti. Satu peristiwa yang sungguh menghentakkan persendian kehidupan. Belum genap 2 tahun lelaki-lelaki anggota keluarga kami dipanggil Tuhan. Pertama suamiku, 6 bulan berikutnya adek, menyusul bapak satu semester kemudian.
Sungguh, ini perjalanan mudik dengan suasana duka yang masih membayang. Tak ingin larut, sampai di rumah kami sajikan senyum terindah untuk ibu. Agar dia tak merasakan duka bertambah. Bahagia terpancar di rona wajahnya, menyambut kehadiran kami, anak-anaknya, juga cucu-cucunya, pulang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H