Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Petugas Rela Begadang Demi Tak Ada Kata Mengulang

19 April 2019   08:00 Diperbarui: 19 April 2019   08:36 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas PPS dan pengamanan siap lembur menuntaskan pekerjaan

Mengulang, ternyata satu kata itu  betul betul dihindari oleh petugas  pemilu di lapangan kemarin. Setidaknya itu yang saya tahu  setelah berbincang  dengan segenap panitia pemilihan. Petugas PPS, KPPS, Panwas dan Saksi,  rela melawan kantuk dan kelelahan, begadang. 

Beberapa bahkan rela tak pulang demi kelancaran pemilihan hingga penghitungan. Jangan sampai terjadi kekisruhan, yang mengakibatkan pemilu harus diulang. Begitu dikatakan beberapa orang petugas di desa saya, Ngroto, Kecamatan Pujon Kabupaten Malang  pada saya kemarin, Selasa 18 april 2019, usai penghitungan suara.

Untuk pengamanan di desa, ada TNI, Polri, dan linmas - dahulu Hansip- ikut terlibat menjaga. Mereka memulai acara pengamanan dengan menjaga balai desa sejak  kotak suara datang. Mendistribusikan, hingga pengumpulan kembali dan mengirimkan ke PPK, Panitia Pemilihan Kecantikan. TNI dengan Babinsa, Badan Pembina Desa, Polri dengan Padal, Pengendali desa, serta unsur masyarakat yang diwakili oleh Linmas.

Babinsa Ngroto dan Padal dari Polres-dokpri
Babinsa Ngroto dan Padal dari Polres-dokpri
Petugas Keamanan tak kenal lelah, terus bergerak, memantau dan mengamankan kegiatan pemilihan di TPS -TPS yang tesebar di  seluruh wilayah desa. Mengupayakan agar tak ada kekisruhan, agar semua berjalan lancar, sejak TPS dibuka pagi pukul 7 hingga ditutup jam 13.00. 

Lalu dilanjutkan mengikuti proses penghitungan suara sampai dini hari. Esoknya, mengirim surat suara ke desa yang telah direkapitulasi, kemudian  mengawal seluruh surat suara satu desa yang dinaikkan satu truk besar hingga kecamatan.

Rumah saya tepat di depan balai desa, jadi saya tahu betul bagaimana sibuknya panitia pemungutan suara saat itu. Honorarium yang besarnya tak seberapa bukan lagi masalah,  tak lagi diperhitungkan.

Mereka semangat bekerja hingga dini hari menjelang bahkan sampai fajar datang. Yang penting pekerjaan sebisa mungkin dituntaskan hari itu juga, dengan sempurna. Tanpa cacat atau kendala.

Teman saya, petugas ketua KPPS yang rumahnya juga ditempati sebagai TPS, tempat pemungutan suara usai penghitungan berkelakar, " Habis tanda tangan rasanya tangan ini susah kembali ke posisi awal."

Sementara teman yang lain menimpali sambil memeragakan tangannya " Iya ya, ini jadi bengkok begini, pokoknya habis ini saya mau pijat. Terus tidur, balas dendam, haha."

Menurut cerita teman saya sang ketua KPPS,  ada sekitar 2000 an kertas yang harus ditandatangani, belum lagi kertas plano. Banyaknya kertas yang harus ditandatangani tak lepas dari adanya 5 macam surat suara yang diberikan pada pemilih. Bukan hanya ketua, anggota KPPS, Panwas dan saksi demikian pula, meski jumlah yang harus ditandatangani tak sebanyak ketua KPPS.

Kelelahan mendera. Namun mereka antusias menyelesaikan proses penghitungan suara, hari itu juga. Setiap masalah disepakati untuk diselesaikan langsung, misalnya bila ada terselip satu suara saja. Mereka rela menghitung ulang sampai ketemu, sampai semua sinkron, sesuai dengan yang harusnya dilaporkan.

Panitia TPS, melayani sepenuh hati-dokpri
Panitia TPS, melayani sepenuh hati-dokpri
Satu hal yang menjadi motivasi mereka bekerja sangat keras. Rela begadang, rela tak pulang. Yakni agar tidak sampai ada pemilihan ulang. Mengingat biaya untuk itu tidak ada. Bila ada pengulangan, maka yang bertanggung jawab menutup seluruh biaya adalah petugas TPS setempat. Ini tentu hal yang enggan mereka lakukan, di samping kerepotan mengerjakan lagi proses pemilihan yang memakan tenaga dan pikiran dari awal.

Seperti yang saya baca beritanya kemarin, Tribunnews menulis di daerah kota Serang dipastikan dilakukan pemilihan suara ulang (PSU) di Kecamatan Cipocok Jaya dan Kecamatan Serang. Rekomendasi telah diberikan pihak KPU setempat.

Komisioner Bawaslu Kota Serang Rudi Hartono mengatakan, TPS yang diulang ada di TPS 5 Cipojok Jaya dilakukan karena ada 3 pemilih dari DKI Jakarta yang tak memenuhi syarat. Petugas TPS meloloskan 3 pemilih ini untuk mencoblos surat suara calon presiden hanya bermodalkan KTP elektronik.

"Ada unsur kelalaian. 3 orang pemilih DKI dibolehkan memilih. 2 orang sudah masukan surat suara ke kotak, sementara 1 belum," kata Rudi saat rilis di kantor Bawaslu, Kota Serang, Banten, Kamis (18/4/2019).

Contoh kasus di atas dalam pikiran saya sebagai orang awam tak terlalu berat, hanya 3 orang dari sekian ratus pemilih. Namun imbasnya mengenai seluruh proses pemilihan. Oleh KPU kecamatan direkomendasikan untuk diadakan PSU, Pemilihan Suara Ulang. Maka TPS tempat menyelenggarakan pemilu harus bersedia menggelar kembali PSU.

Bagi panitia, ini artinya harus berlelah melakukan pendataan ulang, memanggil lagi calon pemilih ke TPS, menggelar pemungutan suara seperti semula beserta seluruh perangkatnya. Waw, betapa ribetnya. Itu yang saya bayangkan ketika mereka memberikan alasan mengapa mereka rela begadang, rela tak pulang. Yakni keberatan mengulang, jangan sampai  ada PSU, Pemilihan Suara Ulang. Itu sungguh satu hal yang tak diinginkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun