Sebagai orang yang sudah berulang kali menghadapi surat suara, mengikuti proses pemilihan umum di negeri ini, sejak zaman Soeharto hingga Jokowi, mestinya saya sudah terbiasa melakukan pencoblosan. Harusnya saya bisa melakukan pencoblosan dengan lancar tanpa berpikir panjang.Â
Tinggal memilih calon yang benar, mencoblos nomor, nama, atau gambarnya, melipat kertas suara seperti semula, selesai sudah. Lalu meninggalkan bilik suara, memasukkan ke kotak yang tersedia, mencelupkan jari ke tinta, cukup. Bisa pergi meninggalkan TPS, Tempat Pemungutan Suara.
Namun ternyata tidak selancar yang saya kira. Saya mengalami kegagapan juga ketika menghadapi surat suara non-pilpres. Lebar kertas yang seperti koran itu masih menyulitkan mata saya memilih calon yang saya inginkan.Â
Menekuri, mencari nama salah satu calon. Meneliti kembali, apakah benar dia, dari partai itu, nomor urutnya begitu. Satu surat suara, tidak bisa saya selesaikan dalam satu menit. Ah jadi ingat murid saya ketika ujian. Mereka bisa menyelesaikan satu soal rata-rata dalam satu menit. Kalah saya.
Dilanjutkan dengan pengembalian lipatan kertas suara ke posisi semula. Kegagapan saya alami lagi. Mengamati letak lipatan, menekuk sesuai garis, menjadikan pas, presisi seperti yang saya terima awalnya juga memerlukan waktu lagi. Ini buat saya tak nyaman, malu hati. Begitu saja kok ya kesulitan.
Keluar dari TPS, bukan siapa calon yang sudah dicoblos yang menjadi topik perbincangan, tapi proses memilih di bilik suara yang menjadi bahan obrolan kami.Â
Ternyata orang-orang yang ikut keluar TPS bersama saya itu menyampaikan keluhan yang sama dengan saya. Kesulitan memilih ketika di bilik suara. Khusus untuk memilih calon non-presiden.Â
Terkhusus bagi lansia, kebingungan bertambah parah ketika dia harus memilih nama saja, tanpa ada gambarnya. Akhirnya mereka mencoblos surat suara sekenanya, atau tidak mencoblosnya sama sekali. Langsung ditutup seperti semula.Â
Padahal sebelum melakukan pencoblosan telah ada petugas yang dengan telaten menjelaskan apa yang harus dilakukan dengan kelima surat suara tersebut.
Seperti dituturkan emak mertua saya. "Bingung aku nduk, Nyoblos ngawur ae. Wong tulisan namanya kecil kecil, gak ada gambar fotonya."
Begitu tanggapannya ketika saya tanya, milih siapa saja tadi.Â