Duhai raga yang pandangnya bisa menghunjam kedalaman jiwa. Yang rasanya bisa menyentuh palung sukma, yang geloranya mampu membakar api asmara. Adakah pesonamu masih kau tujukan untukku?
Seonggok ranting sunyi yang pura pura enggan menepi. Sebilah pedang berkilat yang ceracaunya hanya untuk tutupi tumpulnya resah disembunyi. Sebongkah batu karang yang sedang resah dihanyutkan gelombang.
Bangunan pencakarnya mulai terkalahkan lawan. Singgasana batunya pelan terkikis air cinta suci. Digilai tiap tetesnya. Hingga dirasa mulai terceruk kerinduan, tertawan. Tak lagi ada penolakan.
Bila tawarmu masih berlaku. Andai dada itu masih bidang untukku. Kan kusandarkan kepingan resah ini di bahumu. Agar pasti jadi ini. Tak perlu mantra untuk cinta. Cukup bukti saja. Dalam secangkir kopi malam nanti. Ada cinta sedang menanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H