Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Orang Baik Mari Berpolitik

17 Januari 2019   11:23 Diperbarui: 17 Januari 2019   13:14 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiruk pikuk politik mulai kentara di depan mata. Klaim saling unggul, saling paling,  marak terdengar  di media audio visual atau di media online. Bahkan saya rasakan majasnya sudah mengarah pada hiperbola atau sarkas, bahkan tanpa majas sama sekali, vulgar, merasa paling benar.

Tunjuk hidung menjelekkan lawan. Mencaci kelemahan rival di muka publik tlah menjadi konsumsi sehari-hari. Kata kata vulgar mengalir tanpa bendungan sama sekali. Sepertinya dia telah diajari cara mencaci di bangku sekolah dahulu. Memotretkan kegagalan pendidikan karakter bangsa ini sebagai pengusung adat timur yang berbudi.

Tatanan kata yang keluar dari mulut para politikus berbusa, seolah paling benar dalam menanggapi seluruh permasalahan bangsa yang kita hadapi. Kadang saya berpikir, dulu ibunya nyidam apa ya? Sampai bisa pintar bicara begitu?

Ada yang dengan santun menyampaikan ide gagasan, tapi ujung-ujungnya ada berita  dia baru saja tertangkap tangan karena karena korupsi besar-besaran, padahal petinggi partai sekaligus anggota dewan lho. Ada pula yang berpenampilan layaknya orang suci tapi kemudian ada berita dia baru saja terciduk sedang pesta sabu dengan teman wanitanya, bukan istri bukan muhrim pula.

Ilmu public speaking, mempengaruhi massa, retorika seolah sangat mereka kuasai tapi lupa bahwa massa juga butuh teladan bukan hanya rayuan. 

Rerata pemilih juga ingin bukti bukan hanya janji, makanya jangan salahkan pemilih jika bisa terpesona dengan sikap calon yang bisa menjadi imam sholat atau bisa baca ayat. Pemimpin yang bisa membuktikan kemampuan didambakan. Meski kadang saat terpilih kemampuan itu tak lagi ditampilkan. Setidaknya bukti bahwa dia termasuk baik terlihat dalam pandangan.

Panggung politik sah penuh intrik, tapi tak berarti harus menghalalkan segala cara murahan demi menjatuhkan lawan. Ada berita  memiriskan, para politikus itu ternyata juga berada di balik layar tersebarnya berita hoaks untuk membangun frame keburukan lawan. Anak muda dengan otak cerdas direkrut, iming-iming bayaran besar atau penempatan posisi bila jadi nanti telah berhasil mencuci otak mereka. Tim sukses bergerilya demi mendulang suara melalui jalan apa saja. Kode etik, sopan santun berlaku dan bertutur kata tak lagi menjadi parameter utama.

Sepertinya mereka sudah mempunyai undang-undang sendiri untuk menjual jagoannya. Lihatlah, ramai berita meminta Bawaslu turun tangan untuk menindak pelanggaran. Padahal pakta integritas, kesepakatan yang boleh dan tidak boleh baru saja ditandangani bersama. Oleh banyak pihak, oleh politikus yang bernaung di bawah panji warna politik yang mereka usung.

Menemukan orang baik sebelum mereka menjadi politikus itu sangat mudah, tapi begitu beliau-beliau itu mempunyai jabatan atau kedudukan kebaikan mereka seolah tenggelam. Panggung rapat kadang tak ubahnya seperti tontonan adu jotos, bertengkar, kata-kata  kasar berbalut intelektual. Mengerikan, itu kumpulan orang terhormat lho, tapi bertingkah seperti preman, berbanding terbalik dengan kesantunan saat mereka menawarkan diri, kampanye minta dipilih.

Andai boleh saya meminta, tetaplah jadi orang baik ketika terjun di dunia politik. Sebagai istri dari orang yang pernah menjabat sesuatu di partai politik saya tahu betul tak mudah untuk itu. Kita ingin lurus tapi teman atau lingkungan kadang membelokkan arus, jadilah kita ikutan tak lurus. Kebaikan kadang hanya menjadi simbol demi mendulang suara. Tapi apa kita harus apatis terhadap dunia politik?

Menurut saya janganlah, kalau orang baik enggan atau bahkan tak mau terjun ke dunia politik akan jadi apa negara kita nanti. Orang baik akan dipimpin orang tidak baik, jadinya tidak baik bukan? Untuk itu ayolah orang-orang baik, berpolitiklah dengan tetap menjadi baik meski sudah berada di dunia politik.

Duhai para orang baik, janganlah alergi dengan politik. Saya tidak ingin dipimpin orang yang tidak baik. Saya mafhum menjadi orang baik di dunia politik itu susah sekali. Tak ada yang sempurna, saya akan memaklumi sedikit kekurangan, tapi jangan banyak-banyak ya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun