Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Salikah

13 Januari 2019   08:30 Diperbarui: 13 Januari 2019   08:36 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Goda dunia sungguhlah mempesona. Bukan hanya tentang kemewahan, keelokan rupa sendiri atau pasangan. Pula pengakuan akan keberadaan pribadi,  membuahkan kebanggaan berbalut kesombongan yang menyilaukan. Tapi juga tentang bagaimana menjaga hati agar tak tergoda rasa pada seseorang.

 Ada yang menyangka getar indah di dada bila menyebut nama, rasa ingin jumpa dengan lawan jenis adalah cinta, padahal siapakah yang tahu itu syahwat belaka atau bahkan kekaguman sementara, pada yang bukan hak kita, atau ujian Tuhan tentang kesetiaan kita pada-Nya. Lebih utama mana nama-Nya atau nama yang diciptakan-Nya.

Salikah di persimpangan jalan cinta, inginya menjadi sosok sempurna, wanita yang hanya mempunyai satu nama manusia indah di dada, yang padanya seluruh pengabdian kehidupan pernah dipersembahkan, yang untuknya hidup raganya pernah disandarkan.

 Pengabdian berbasis cinta manusia yang telah menjadikannya pelengkap kesempurnaan. Berharap kelak meniti jalan bersama melewati sirath, ber temu pujaan dunia sepanjang masa,  Rasulullah shalallahu alaihi wa salam, kerabatnya, sahabatnya dan orang-orang shalih pemujanya. Dalam lingkaran penghambaan untuk sang Khalikul mannan. 

Guliran waktu sedikit melenakan, dalam kesendirian Salikah terpesona pada sosok lelaki jantan, mulia dalam pandangannya. Tutur kata lembut serta sikap menggoda yang ditawarkan membuat Salikah hampir menggelepar. Untuk sesaat dia terlupa, waktu sujudnya menjadi singkat, demi segera meraih android yang menotifkan namanya. Istiqomah ibadahnya terkurangi, dia lebih sibuk berbalas chat dengan sosok mulia yang dikagumi. Lelaki penggoda yang menawarkan timbunan rasa nyaman di dada.

Salikah terseret arus meng iya kan ketika sang pujaan barunya mengajak ke temu an. Berkhalwat dalam bayangan, bermimpi berduaan, menikmati lautan keindahan itu adalah setting yang diinginkan. Intensitas chattingan makin sering, detik waktu dihitung, tanggal hari dilingkari, ditatap terus seperti perawan menanti pinangan.

Hari yang dinanti telah tiba, Salikah siap berdandan, mempercantik penampilan, lupa aturan syar i yang mengharuskan menjauhi tabarruj, pameran. Segala keindahan penunjang penampilan dikenakan. Mulai sepatu high heel, hingga penutup kepala berwarna menggoda, bros bling bling, sedikit make up berpulas warna terang bibir, dipatutkan pada onggokan tubuhnya yang tak berkurang pesona meski usia menggerogoti tubuhnya. Di depan kaca Salikah memuji diri. " Ahai, cantiknya diriku, pasti dia akan terpesona padaku."

Menit demi menit dinanti, kabar kekasih yang katanya akan berangkat sangat pagi ditunggui, dua jam lagi perkiraan otaknya menghitung, dia akan tiba. Gerbang rumah dibuka, pintu lebar menyambut kedatangan, ditingkahi aroma wangi bunga segar, penunjang romantisme pertemuan, dalam perencanaan.

Telah lewat empat jam tak ada kabar,  Salikah makin gelisah, android dalam genggaman terus di sentuh, jemarinya tak henti menannyakan kabar.  Senyap. Tak satupun kata berbalas diketikkan, atau  suara notif darinya mampir. Ini tak biasa, sangat di luar perhitungan. Biasanya tiap aktifitasnya dikirimkan melalui gambar, sedang apa, ada di mana.

Salikah terduduk lesu, tarian jemarinya mulai lunglai, betulkah dia sedang ditipu? Atau hanya diberi harapan palsu?  

Lamat panggilan Tuhan terdengar, menggetarkan gendang pendengaran, merobek kejiwaan. Salikah tersungkur, baju dunianya dikubur. Aliran air mengguyur muka hingga mata kaki, beradu derai membasahi pipi. Sesal ini sungguhlah menyesaki. Rongga dada hingga kulit ari. Pada Tuhannya dia merintih pedih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun