Ini perlu agar proses dialog dengan mereka bermakna, mereka sangat suka diajak bicara tentang karya mereka, bisa menerima ketika saya tawarkan pilihan untuk merubah warna yang telah menjadi keputusannya, dan bersedia melakukan perubahan.Â
Poin pentingnya di sini, mau berubah dan mau memperbaiki.Â
Hal  yang sulit mengingat keputusan itu sudah dibuat, gambar itu sudah jadi dengan warna yang dia suka, dan dia harus menggambar ulang di kertas lain, halaman lain yang masih bersih.
Saya tidak mempersoalkan apakah buku gambar itu tebal atau tipis, apa mereknya, dari mana dia memperolehnya, membeli atau diberi, asal dia mau menggambar sesuai petunjuk, sudah selesai.Â
Kalau saya terlalu banyak tanya bisa modar saya, alias bingung sendiri -- ungkapan popoler untuk 'mati aku'/ pingsan--. Bisa tidak jadi menggambar mereka. Dengan cara duduk, tidur, njengking, silo, mereka menggambar saya bebaskan. Anak-anak begitu loh, naluri tidak bisa diam itu normal, wajar.Â
Hasil akhir yang saya dapatkan sungguh menakjubkan proses kreatif itu bisa menjadi sebuah karya, satu persatu saya beri bintang, maksimal 4. 'Membaca' buku gambar itu menyenangkan, ada proses berfikir di sana. Siapa bilang " Kalau tidak mau berpikir, kalau mau yang gamblang ya baca buku gambar saja?"
Nah, nah saya linier kan? Kawan saya pernah mengatakan ," Njenengan ini kok terlalu linier, ada balaghoh dan uslub." -- Â ilmu sastra Arab --.
Walah, iya saya ini suka menangkap yang saya eja saja wegah mendalami lagi apa maunya kata-kata. Membaca buku gambar itu meskipun kata sedikit orang cukup gamblang butuh mikir lho, apalagi membaca tulisan.Â
Untuk mendapatkan penilaian BAGUS ala pak Tino Sidin, atau bintang 4 ala guru TK jaman sekarang itu juga butuh perjuangan. Pun untuk mendapatkan jempol dalam penulisan.
 Ke arah sana itu butuh proses perjuangan panjang. Sebagaimana 'membaca' buku gambar, terlalu rewel dengan pertanyaan yang melingkupinya membuat saya modar, terlalu linier dengan yang ditawarkan juga membuat saya modar, jadi kurang mikir. Lha terus bagaimana? Kakean takok ra apik, ora takok yo ra ngerti opo-opo?
 Hemat saya sih yang tengah saja, tidak banyak tanya, tapi mau berpikir juga. Khoirul umuri ausatuha. Memandang sesuatu tak usah terlalu njlimet sampai mumet tapi ya jangan cari penaknya saja. Â