Tiba-tiba saja saya tertarik mengingat kembali coretan coretan anak didik saya yang masih TK jaman baheula ketika masih mengajar TK. Warna gunung ada yang merah, kuning, biru.Â
Warna matahari bisa menjadi ungu, pink, coklat. Mereka mewarnai sesuai imaji, ketika saya tanya, " Kok gunungnya Pink sayang?"Â
Dijawabnya," Ya bunda sebab saya mau ajak Barbie naik-naik ke puncak gunung, dia penyuka warna pink bukan? Supaya dia mau ikut saya."Â
Saya tertawa ngempet, tak mungkin menampakkan di depan mereka, itu bisa merusak proses imajinasi dan kreativitasnya.
Salah saya kenapa meminta mereka menggambar tanpa obyek, jadilah mereka menyimpulkan berdasarkan angan-angan, bayangan saja. Satu persatu saya tanya, mereka menjawab sesuai imajinasinya.Â
Gunungnya merah, karena habis meletus. Kuning karena dia ingat warna tembok cat kamarnya, biru karena dia tahu gunung itu dari jauh warnanya biru.Â
Pun matahari, ungu karena ibunya suka memakai baju warna ungu. Coklat karena dia suka sekali dengan coklat, semua yang dari coklat sangat dia sukai  untuk itulah dia memilih coklat sebagai warna gunung supaya bisa makan coklat sepuasnya di sana.
" Oh begitu, bagus." Penilaian meniru Pak  Tino Sidin saya berikan, yang seangkatan saya pasti masih ingat dengan program menggambar Pak Tino di TVRI jaman dahulu.Â
Tak pernah dia mencela, meski ada yang kurang dalam cara menggambar atau hasilnya dia selalu mengakhiri dengan kata-kata BAGUS.Â
Sebuah kata yang membuatku dan teman teman yang menyaksikan acara itu jadi bersemangat menggambar lagi dan lagi, mengirimkan karya lagi. Demi sebuah kata BAGUS dari Pak Tino Sidin.
Untuk bisa 'membaca' hasil karya anak-anak itu saya butuh berpikir supaya penilaian yang saya berikan meski sekedar BAGUS cukup beralasan.Â