Kau kirimi aku hidangan pagi kemarin, kusantap lahap, tanpa peduli untuk apakah kau berikan itu padaku.
Makananan yang tertata indah itu memuaskan mataku memandang, menggoda lidah mencecap. Kau memberikan hantaran perayaan katamu, aku tak peduli, kuterima dengan senyum dan pelukan.
Lenganmu mengembang, wajah kau sodorkan, kita berbeda pandangan, tapi tetap ingin berbagi kehangatan. Bagaimana mungkin aku melawan? Sedikit menolak pun tak punya pikiran.
Hangat tubuhmu memenuhi sekujur sukmaku, kurasakan itu, apa pantas kutabuhkan genderang perang padamu? Busur panahku kuletakkan, tak ada lagi apapun  senjata yang kan kusiapkan demi medan laga sunyi untuk melawanmu.
Bulan sabitku memanglah penanda aku di bawah naungannya, tapi tak pernah bulanku meminta aku memusuhi siapa-siapa. Bahkan dia mangajarkan tebar  senyum walau untuk yang berbeda.
Sahabat, aku tak perlu berucap apa apa, untuk kehangatan yang tlah sempurna ini. Tidak maaf, tidak pula selamat.
Hangat ini  mengemuka karena cinta ini murni adanya,  tanpa dalil dan dalih apapun.  Mari berbagi hangat. Untuk hari ini dan esok selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H