Air mata…
Aku tak mampu membendungmu setiap kali teringat dirinya, yang telah berlalu dengan perlahan…
Air mata menjadi penyaksi atas semua duka, yang tertinggal dalam sanubari terdalam, Seperti debu disapu angin, semua mimpiku tentangnya berlalu beterbangan entah kemana...
Air mata terus, terus dan terus berderai entah apa yang membuatnya terus bertajatuhan? Kutanya hatiku yang kudapati hanya sedih, kutanya imajiku ia pun tak mampu menerawangnya, lalu kucoba berinteraksi pada logikaku ia pun melayang tanpa arah…
Air mata kupilih engkau untuk meleburkan semuanya, berharap dengan air mata dapat memberi sedikit kelegaan pada nafas yang semakin menyesakkan dada ini…
Air mata, apa yang membuatmu terjatuh begitu mulus? Apa yang membuatmu ingin terus keluar dari diri yang rapuh ini? kenapa hanya engkau selalu setia temaniku dalam kerapuhanku? Dimana kawan, sahabat dan orang-orang yang ku kasihi? Dimana kekasihku yang dulu? dimana keceriaanku bersama kekasih misteryusku?
Kini engkau telah merajai diriku, air mata.!
Terus berderai, karena saat ini hanya kamu teman, kawan, sahabat, dan mungkin juga kekasihku.!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H