Mohon tunggu...
anidah tsaqib
anidah tsaqib Mohon Tunggu... -

hanya seorang manusia yg berusaha menjadi hamba terbaik bagi Tuhannya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

'Kewarasan' Orang Gila

3 Mei 2010   07:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:26 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menghadiri walimatu ‘ursy selalu menyenangkan. Suasana penuh suka cita mampu meninggalkan kesan tersendiri bagi semua orang yang menghadirinya. Pengantin, pihak keluarga, tamu undangan yang sudah menikah, pun demikian dengan yang masih jomblo.

Menyaksikan kedua insan disatukan dalam ikatan suci pernikahan, dan mengiringi mereka dengan doa ketika mulai menapaki kehidupan baru yang penuh tantangan dan harapan. Ya, setiap orang pasti menginginkannya, sebuah kehidupan normal dalam keluarga, melahirkan dan membesarkan buah hati, melewati setiap anak tangga kehidupan bersama, dan happy ever after……..persis dongeng-dongeng putri dan pangeran.

11.30. Siang itu lantunan lagu nasyid bertema cinta sudah terdengar dari luar tempat resepsi. Di sebuah rumah dengan halaman yang luas, di sanalah resepsi bertema pesta kebun digelar. Sebuah rumah yang mirip villa dan berada di pinggir jalan. Tema yang sangat sesuai dengan hawa sejuk daerah Puncak. Semarak bunga-bunga di pelaminan menambah keceriaan pesta.

Setelah mengandangkan sang kuda besi dan sedikit merapikan kerudung yang agak kacau terkena hempasan angin jalanan, kami segera berbaur dalam keceriaan suasana resepsi. Sementara dia larut dalam obrolan dengan kawan lama, aku sibuk mengawasi si kecil yang sudah gatal berlari kesana kemari. Khawatir rasa ingin tahunya malah mengacaukan acara jika ia sampai menarik tirai penutup meja prasmanan yang penuh dengan hidangan.

Sebuah rencana kecil telah kususun, setelah ini kami berencana sholat dzuhur di mesjid At-Taawun Puncak sambil sekalian refresing. Cuaca yang bersahabat, dan hanya tinggal separuh pejalanan lagi dari Bogor menuju Puncak. Tidak ada timing yang sesempurna ini di tengah jadwal suamiku yang padat, fikirku.

Ketika baru saja beberapa meter motor kami meninggalkan tempat resepsi, tak sengaja aku melihat tiga orang gila (dua laki-laki dan seorang lagi wanita) berdiri di depan emperan toko yang tutup, dengan posisi yang.... janggal! Seorang yg laki-laki memegang muka sang wanita dengan kedua tangannya, dan seperti hendak menciumnya. Sementara yang seorang lagi hanya memandangi tingkah kedua orang tadi. Kemudian laki-laki yang kedua pergi meninggalkan laki-laki yang pertama dan wanita itu.

Na'udzubillah. ........ spontan aku berteriak ketika sang laki-laki membuka celana sang wanita dan merebahkannya di lantai!

Teriakanku makin tak karuan sambil memukul-mukul punggung suami berusaha memberi tahu dia.

"Ayah...! Ayah...! Berhenti, itu ada orang gila! Itu di sana!" sambil menujuk ke arah toko tersebut. Posisi mereka sudah semakin aneh lagi.

"Kenapa? Emang ada apa?" jawab suamiku.

Aku makin histeris dan sudah tak sanggup mengarahkan pandangan ke arah mereka. Rupanya, teriakan histerisku juga didengar oleh pemilik warung makanan tepat di depan motor kami berenti.

"Ada apa Bu?"

"Itu Pa...., tolong Pa, itu disana ada orang gila .......mau.. ....diperkosa!" akhirnya susah payah keluar juga kata itu dari mulutku.

Waktu itu entah bagaimana, mendadakaku jadi ketakutan setengah mati, badanku bergetar, si kecil yang mulai tertidur juga jadi terbangun. Aku hanya bisa memeluk punggung suami sambil menutupi muka, tidak terasa air mataku sampai bercucuran waktu itu.

Sementara itu pemilik toko tadi nampak kebingungan, begitu juga suamiku. Kemudian orang-orang mulai mendekati kami untuk bertanya. Tapi mereka hanya tertawa geli melihat kejadian itu. Mereka tidak peduli. Aku dan suami bingung, apa yg harus kami lakukan? Sementara ada tindak kriminal di depan mata kami, tapi pelakunya ORANG GILA?

Ketika suamiku mengambil inisiatif memutar arah dan melewati orang gila tadi lalu berteriak mengusirnya, spontan aku pun ikut berteriak sambil menangis;

"Pa, jangan pa" dan berteriak semakin keras lagi "PA......! JANGAN PA!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun