Mohon tunggu...
anida mutmainah
anida mutmainah Mohon Tunggu... -

belajar, belajar dan terus belajar membaca,membaca dan terus membaca semoga menjadi WANITA yang sadar FITRAHNYA

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dua Mata Hati (Antara Jerman dan Masjidil Haram) Revolusi Pewajahan Novel Indonesia

9 Juli 2011   18:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:48 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Revolusi Pewajahan Novel Indonesia

Judul Buku

Dua Mata Hati

Antara Jerman dan Masjidil Haram

Penulis

Hasan Al Bana

Penerbit

TITIK PUBLISHER

@titikpublisher

ISBN

978-602-99262-1-7

Tebal Halaman

297 Page

M

ungkin sudah banyak jenis novel yang setiap harinya memenuhi display toko buku, baik yang konvesional ataupun tradisional. Banyak pula yang hanya memikirkan great best seller saja demi pencapaian penjualan dengan asumsi mengejar cetakan kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Seharusnya fenomena semacam ini bukan dijadikan tolak ukur untuk menipu pembaca dengan keberanian setiap penerbit melakukan promosi habis-habisan, tanpa mempertimbangkan beban moral bagi nilai rasa bahasa, bukan pula pada ejaan dan tata letak aksara saja yang menjadi PR bagi penguasa dapur redaksi. Seharusnya target penerbitan naskah itu memberikan dampak spirit bagi pengembangan dan penelitian dialeg bahasa Indonesia yang berangsur hilang. serta kemampuan bersaing hasil karya tersebut, bukan dengan apa yang sudah ada, hingga akan membawa dampak kesamaan tema dan judul atau menerbitkan naskah yang mampu bersaing dengan naskah-naskah yang terlanjur best seller.

Disaat Habiburahman El Shirazy dengan Ayat-Ayat Cintanya, Andrea Hirata dengan Laskar Pelanginya. Berlahan munculah naskah-naskah serupa berjajar di toko buku, seakan mencerminkan bahwa bangsa ini dikenal dengan budaya latahnya. Ramai-ramai para penerbit memunculkan sosok penulis dengan nama ketimurtengahan dan membuat judul yang hampir menyerupai. Justru yang harus menjadi acuan utama dan barometer pencapaian market bagaimana buku yang dikeluarkan menjadi fenomenal dan langgeng dipasaran dengan mengacu kepada buku-buku klasik sepertiDi Bawah Lindungan Ka’bah( Buya Hamka ), Salah Asuh ( Abdoel Moeis ), Siti Nurbaya ( Mara Rusli ) dan lain sebagainya. Bukan saja hanya mengukiti trend pasar, yang ketika laku terjual akan muncul cetakan berikutnya.

Novel Dua Mata Hati ( Antara Jerman dan Masjidil Haram ) terlihat mendekati konsep seperti itu, nilai hikmah yang ditawarkan. Novel ini bercerita tentang perjuangan seorang remaja demi orang-orang yang disayangi ia berupaya mengejar segala cita, cipta dan cintanya, memang terlihat biasa tetapi hikmah yang diangkat mengurai sebuah protes seorang penulis khususnya dan para pekerja seni umumnya yang tidak mendapatkan posisi istimewa,“Saatnya penulis menjadi selebritis di negeri ini.”

Novel DMH walau terlihat masih terdapat kekurangannya, mengajarkan kita akan sebuah pencarian, penantian dan ketekunan yang membuahkan hasil walau akhirnya tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi cukup puas seorang Syahrel lelaki yang hanya seorang marbot dan penjual koran ini atas sebuah pencapaian akan satutitik cahaya. Dua dimensi cinta yang menjadi spirit dari dua negara yang berbeda kebudayaan dan nilai universal kemanusiaan, dua orang yang berarti dalam hidupnya, dual theology yang berbeda disatukan dalam fitrah cinta Andita Sastiani Sirait dan Syahrel.

Dengan tutur penyampaian dan kesantunan bahasa, Hasan Al Bana ( penulis ) begitu lincah dalam memainkan perasaan pembaca yang menjadi ciri Novel DMH( Antara Jerman dan Masjidil Haram) ini adanya kekuatan dari setiap rangkaian do’a yang dituliskan begitu menyentuh seakan kita diajak memasuki alam spiritual dan kehidupan para tokoh dalam novel tersebut.

“Ya Allah, kuatkan batinku mengantarkan bunda menjadi tamu Engkau yaa Rabb. Ikhlaskan hatiku untuk melepasnya dan jadikanlah serta sematkanlah haji mabrur untuk bundaku tercinta. Yaa Allah, berikanlah kemudahan untuknya dalam memenuhi segala panggilanMu. Illahi, aku pasrahkan segala ketentuanMu. Engkaulah penentu jalan terbaik untuk hambaMu.” Dalam diam Syahrel berdoa

Ditambah lagi dengan kesetiaan seorang Jama’ menemani kesendirian Syahrel, dialah sahabat sekaligus adik angkatnya. Dengan venue yang begitu detail penulis mendeskripsikan keadaan Jerman dan Masjidil Haram. Sosok Syahrel yang begitu sederhana dan sayangnya ia dengan bunda ( Aasyiah ) yang hidup sendiri merawat Syahrel. Kini sepantasnyalah apa yang sudah ia peroleh menjadi hadiah istimewa untuk bunda tercinta.

Pantaslah, Novel ini dikategorikan bukan sekedar novel biasa mengingat di negeri ini penulis, pelaku seni dan sastra tak pernah mendapatkan posisi yang lebih di mata pemerintah justru negara luarlah yang mengacungkan jempol dan mengangkat topi sebagai simbol ketakjuban. Karena tak ada mata anggaran bagi pengembangan dan penelitian serta upaya menjaga pusaka aksara bangsa. ( MF )

Follow twitter/facebook

http://www.facebook.com/novelduamatahati

@penerbittitikpublsiher


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun