Secara umum, perang dunia mungkin bisa dibilang perang dunia kalau negara yang ikutan perang itu sudah banyak dan merupakan alliansi. Misalkan pada perang dunia 1, adalah perang antara Alliansi dan Central power. Dan perang dunia 2 terjadi antara Allies dan Axis.
Tentunya yang bisa menentukan hal itu menurutku hanyalah siapapun pemenang dan tergantung penulisnya sendiri. Karena sejarah ditulis oleh pemenang. Tetapi di sisi lain perang itu tidak melulu hanya menang dan kalah seperti pertandingan olahraga. Perang itu sangat kompleks karena sudah menyangkut ranah geopolitik dan geoekonomi juga. Belajar dari banyaknya teori-teori tentang perang dunia 3 ini, membuatku menjadi skeptis dengan semua hal yang mengatakan hal tersebut. Sama seperti issue global warming, plastik, dll yang biasanya issue tersebut hanya akan naik ketika ada kepentingan dibelakangnya.
Lalu bagaimana aku menyikapi ini ?
Let it be aja sih, sedikit banyak aku berpikiran stoik karena menurutku itu yang terbaik untuk saat ini, ketika aku hanya seorang pribadi yang kecil. Bukannya seorang pejabat publik dan bukan seorang pengusaha besar yang bisa menyetir kemana arah kedepannya.
Menurutku perang dan konflik itu adalah DNA dari manusia. Sebuah resiko yang wajib diambil ketika manusia diberikan akal budi oleh sang Maha Pencipta. Ketika setiap manusia bertindak berdasarkan akal budinya masing-masing, ketika ada 5 milyar manusia di muka bumi ini dan masing-masing memiliki akal budi dan kesadaran masing-masing, berarti saat itu, ada 5 milyar idea dan pandangan tentang dirinya dan orang lain yang sudah pasti akan menimbulkan konflik dari yang level micro hingga macro.
Berbeda dengan hewan yang berkoloni seperti semut, lebah, atau hewan yang lebih individual seperti anjing, kucing, dll. Mereka bergerak berdasarkan insting, tidak memiliki akal budi, dan mungkin tidak memiliki konsep "self" didalam diri mereka. Maka kita lihat mereka jarang sekali berkonflik, apalagi terjadi konflik antar spesies.
Kalau kita tarik lagi kebelakang, sebuah nature dan konsep dari "konflik" itu sendiripun tidak objektif tapi subjektif (mirip dengan ketersinggungan). Buat rakyat Israel dan Palestina yang sedang berperang, "konflik" itu lebih nyata dibanding yang dirasakan oleh rakyat Indonesia. Dan bahkan mungkin di pedalaman atau yang kurang terpapar oleh berita internasional, Perang tersebut tidak ada sama sekali di dalam benak mereka, dan mereka tidak merasakan dan tidak berempati karena ketiadaan informasi tersebut.
Kesimpulannya, menurutku yang terbaik saat ini adalah 'wait and see' saja. Kita harus menyelesaikan konflik ini secara prioritas. Mulai dari menyelesaikan konflik yang terdekat dengan kita dulu. Dengan pasangan, anak dan orang tua. Konflik keuangan, dan masih banyak lagi, baru kita bisa meng-exercise diri kita untuk memikirkan konflik yang lebih besar lagi.
Terdengar simple tapi hal ini susah loh untuk dilakuin. Sangat susah bahkan aku sendiri menulis tulisan ini sambil berpikirÂ
"ngapain aku nulis perang dunia ke 3, ketika aku sendiri masih banyak masalah dalam hidup, banyak cita-cita dan keinginan yang harus dicapai, daripada mikirin hal ini"
hahaha, kocak.. tapi begitulah manusia, pikiran kita sangat liar.