Mohon tunggu...
Ani Rohanah
Ani Rohanah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Penulis berasal dari Purbalingga yang lahir pada bulan oktober 2004, hoby dari penulis sendiri menulis dan membaca. selain itu, penulis memiliki ketertarikan dalam bidang hitung menghitung.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Sisi Menarik dari Novel "Surat Hafalan Delisa" dari pada Novel Karya Tere-Liye yang Lain

22 November 2023   07:25 Diperbarui: 22 November 2023   07:42 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Novel karya Tere-Liye yang berjudul Hujan bercerita tentang kehidupan seseorang yang dipaksa menjadi yatim piatu Pada usia remaja awal tetapi dalam novel ini tidak dibumbui dengan nilai-nilai agama sedangkan dalam Novel Hafalan Surat Delisa disitu terdapat nilai-nilai Pendidikan moral yang dapat dianalisis dan diimplementasikan dalam kehidupan nyata, telah diadaptasi menjadi sebuah film yang menceritakan kisah Delisa secara visual, banyak mengangkat permasalahan kejiwaan yang menarik untuk dianalisis, terutama terkait dengan kepribadian tokoh Delisa, bercerita tentang seorang gadis bersuia enam tahun Bernama Delisa yang tinggal Bersama keluarganya diaceh. Keluargannya Bahagia dan mempunyai kepribadian yang berbeda-beda, terkadang menimbulkan konflik kecil dan tidak terlalu dramatis, tidak klise, dan menyentuh emosi pembaca.

"Hafalan Shalat Delisa" adalah sebuah novel karya Tere Liye yang diterbitkan oleh Republika pada tahun 2008. Novel ini menceritakan kisah seorang anak Perempuan berusia 6 tahun Bernama Delisa yang tinggal di komplek perumahan sederhana di pinggir pesisir Pantai Lhok Nga, Bersama Ummi Salamah dan ketiga kakaknya Cut Fatimah, Cut Zahra, dan Cut Aisyah. Sementara Abi-nya, Usman bekerja di perusahaan kapal tankerminyak internasional, yang kembali setiap tiga bulan untuk menemui keluarganya. Delisa yang bersifat manja dan baik hati, Aisyah yang egois, Fatimah yang bijaksana, Zahra yang pendiam, sehingga menciptakan suasana keributan - keributan kecil pada keluarga itu. Anak-anak itu bersama Umminya di rumah. Mereka sangat patuh menjalankan ibadahnya kepada sang khalik. Setiap siang anak-anak pergi mengaji di Tempat Pengajian anak (TPA) juga tidak pernah meninggalkan kewajiban shalatnya.

Tetapi Delisa karena ia masih sangat kecil, ia masih perlu banyak belajar terutama mengenai hafalan shalatnya. Delisa berusaha keras menghafal bacaan shalat agar dia bisa mendapatkan sebuah kalung dari ummi-nya sebagai hadiah. Ketiga kakak Delisa pun telah menyiapkan kejutan untuk Delisa. Delisa mendapat tugas dari Ibu Guru Nur untuk menghafal bacaan shalat. Setiap hari Delisa menghafal bacaan tersebut. Dan jika delisa sudah hafal Ummi akan memberinya hadiah kalung emas berliontin D untuk delisa yang telah ia beli di toko  Koh Acan dengan separuh harga. Dan Abi juga akan membelikan delisa sepeda setelah Abi pulang dari bekerja. Hasrat terhadap kalung emas menjadikannya terpacu untuk menuntaskan hafalan. Akan tetapi, hal tersebut tidak mudah. Hari-harinya terasa rumit. Hafalannya morat-marit. Bacaannya terbolak balik. Sering lupa, dan macam-macamlah urusannya.

Saat-saat yang dinanti akhirnya tiba. Delisa berangkat bersama umminya ke sekolah untuk ujian hafalan. Sungguh, keduanya tidak tahu bahwa hari itu adalah hari yang sangat naas. Pagi itu, 24 Desember 2004. Delisa sangat bersemangat untuk menyetorkan Hafalan shalatnya yang selama ini iya hafalkan. Setelah menunggu akhirnya sekarang giliran delisa untuk menyetorkan hafalannya. Persis, ketika dia mengangkat takbiratul ihram dan ucapan itu hilang dari lisannya  lantai laut retak. Gempa bumi berkekuatan 8,9 SR mengucang bumi Aceh namun, Delisa tetap melanjutkan Hafalanya hingga Ketika delisa ingin sujud air tsunami itu menerabas ke sekolah. Menghantam tembok hingga rekah. Dirinya tersapu. Terseret air. Terlempar ke mana-mana. Tubuhnya yang rapuh terbentur segala macam benda. Luka dan lebam di sana sini. Setelah kejadiaan itu Delisa kehilangan Umi dan Kakak-kakaknya.

Berhari-hari Delisa tersangkut disemak berlukar  dan berhari-hari pula Delisa mengalami kelaparan Pada akhirrnya Delisa ditemukan oleh Seorang prajurit marinir Amerika Serikat,
Prajurit Smith. Setelah menolong Delisa, Prajurit Smith membawa Delisa kerumah sakit di kapal Jhon F Kennedy. Sementara itu, tiga kakak perempuan Delisa, Aisyah, Fatimah, dan Zahra, tak terselamatkan. Mayatnya ditemukan sedang berpelukan. Hanya Umi Salamah yang belum ditemukan. Selama 6 hari Delisa tak sadarkan diri, ia harus menerima kenyataan bahwa kakinya harus diamputasi dan Delisa menerima tanpa mengeluh sampai akhirnya Beberapa bulan setelah itu, Delisa dipertemukan dengan Abinya yang sudah berupaya mencarinya dan anggota keluarga lain. Mereka diberikan kesempatan untuk berkumpul bersama kembali, menata hidup yang sudah tidak lagi sama akibat kehilangan umi dan saudara lainnya.

Menurut pandangan Smith, apa yang terjadi pada Delisa adalah sebuah keajaiban. Gadis kecil itu bisa selamat padahal peluangnya begitu kecil. Termasuk Prajurit Smith yang akhirnya menjadi muaalaf setelah mengenal Delisa dan ketangguhannya, apalagi saat menerima kenyataan bahwa kakinya harus diamputasi. Setelah beberapa saat memulai hidup baru, Delisa kembali ke sekolah dan ingat kembali soal hafalannya yang belum selesai. Dia berupaya untuk mengingat hafalan tersebut, agar bisa menuntaskannya. Akan tetapi susah, tampak lebih rumit dari sebelumnya. Delisa benar-benar lupa, tidak bisa mengingatnya. Lupa juga akan kalung berliontin D untuk delisa, lupa akan sepeda yang di janjikan abi. Delisa hanya ingin menghafal bacaan sholatnya. Pada suatu Ketika Delisa mendapatkan kembali hafalan sholatnya. Sebelumnya malam itu Delisa bermimpi bertemu dengan umminya, yang menunjukkan kalung itu dan permintaan untuk menyelesaikan tugas menghafal bacaan sholatnya.

Delisa telah mampu melakukan Shalat Asharnya dengan sempurna untuk pertama kalinya, tanpa ada yang terlupa dan terbalik. Hafalan sholat karena Allah, bukan karena sebatang coklat, sebuah kalung, ataupun sepeda. Selesai shalat Ashar, Delisa pergi kesungai untuk mencuci tangan. Ia melihat pantulan cahaya matahari senja dari sebuah benda yang terjuntai di semak belukar, berada di seberang sungai. Mendadak hati Delisa bergetar. Delisa berkata "ya Allah, bukankah itu seuntai kalung?". 

Ternyata Delisa benar, benda itu adalah sebuah kalung yang indah.kalung berinisial D, untuk Delisa, yang dijanjikan oleh ibunya ketika ia berhasil melewati ujian hafalan shalat, yang membuat Delisa bertambah terkejut kalung itu ternyata bukan tersangkut di dahan, tetapi tersangkut di pergelangan tangan, yang sudah sempurna menjadi kerangka manusia, putih belulang, utuh bersandarkan semak belukar tersebut. Tangan itu adalah jasad tangan ummi yang sudah 3 bulan lebih menggenggam kalung emas seberat 2 gram berinisial huruf D, untuk Delisa. Delisa kini tersadar bahwa keikhlasan lah yang mampu membuat Delisa mampu menghafal bacaan shalat. Bukan untuk hadiah kalung tersebut, namun untuk mendo'akan ummi Salamah, Kak Fatimah, kak Zahra dan kak Aisah di surga.

Gaya Bahasa yang sederhana namun sangat menyentuh, dengan Bahasa  yang mudah dipahami, latar belakang kejadiaan yang nyata, yang memungkinkan pembaca untuk berimajinasi lebih tinggi dan dapat merasakannya, muatanya terasa emosional karena memang langsung bersentuhan dengan kehidupan banyak pembaca, Mengandung banyak sekali nilai religus dan nilai sosial yang kental, Penyajian kata yang sederhana namun sangat menyentuh, Kisahnya yang sangat inspiratif sehingga cocok untuk di baca oleh semua jenis usia dan sangat menarik untuk dibaca, bahkan walaupun sudah dibaca berkali-kali, kita tidak akan bosan untuk membacanya Kembali. Tidak adanya daftar, kata pengantar dan synopsis sehingga jika ingin membaca harus dimulai dari awal. Dan jika lupa harus di beri tanda di bukunya, Biografi penulis tidak lengkap, Masih ada kata-kata yang salah ejaan, Bahasa yang digunakan dalam buku ini terkadang membingungkan, apabila jika menyangkut Bahasa aceh.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun