Mohon tunggu...
Ani Ramdhan
Ani Ramdhan Mohon Tunggu... lainnya -

Kalau kamu suka baca, sebaiknya cari pasangan itu yang sehobi. Yakni sama-sama suka baca. Nah, emang apa alasannya? Gak nyambung kali! Yaah, boleh di coba deh. Jika suatu ketika kalian sama-sama garing dan ngebosenin, setidaknya tidak dengan apa yang kalian baca itu. #quotengawur:)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lelaki di Yeung Uk Road, Membuatku Mendadak Ingin Bercermin

23 Oktober 2011   18:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:35 904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_138966" align="aligncenter" width="614" caption="Tidak ada alasan untuk tidak bertahan/Ani.doc"][/caption]

Ada suatu pagi aku bertemu dengannya. Tak sengaja di pertigaan Yeung UK Road daerah New Territories, di dekat lampu merah silang yang ramai penggunanya. Aktifitas yang sangat padat oleh pengguna jalan, membuat dia menarik perhatian dengan sangat cepat. Banyak sekali orang yang sedang berkumpul. Membentuk sebuah lingkaran dengan tatapan mata yang searah. Pandangan beradu tatap yang sama pada seseorang yang sedang melakukansebuah aktifitas di lantai. Penasaran dengan apa yang terjadi, akhirnya aku ikut juga dengan mereka yang telah lebih dulu berada di tempat itu. Di atas sebuah lantai yang biasa dilewati oleh kaki-kaki yang selalu tergesa dan sibuk diburu tuntutan hidup perkotaan, lelaki itu membungkuk. Merapatkan kanvas yang telah diikatkan dengan bingkai kaca mata sebelah kirinya dengan gerak yang seirama agar hasil kaligrafi yang dia buat bisa maksimal. Telah berjejerbeberapa kaligrafi Cina yang telah dia buat sebelumnya. Kanvas, tinta gambar, koper tempat alat-alatnya pun berada di dekatnya. Senyumnya selalu mengembang. Terlihat sekali semangatnya ketika itu. Dan mungkin tidak ada yang menarik darinya, jika dia adalah orang yang normal secara fisik. Semua orang sudah pastibisa melakukan hal tersebut. Namun, yang menarik dari lelaki tersebut adalah dia bisa membuat kaligrafi tersebut tanpa kedua lengan layaknya manusia normal lainnya.

Tidak ada alasan untuk tidak bertahan. Mungkin itu yang menjadi semangat hidupnya. Kaligrafi yang sudah dibuat tersebut dihargai dengan seratus dolar Hong Kong per lembar. Nampak beberapa orang yang dari tadi berada di sekelilingnya menjadi pembeli atas karya yang telah dia hasilkan. Kaligrafi yang hendak dibeli dia gulung menggunakan dagu. Kemudian dengan cekatan dia mengikatkan seutas tali kecil berwarna emas dan mengunci talinya menggunakan mulut. Sangat cepatseakan semuanyadikerjakan menggunakan tangan secara normal.

Puji Tuhan. Tuhan berlaku adil kepada siapa saja, gumamku dalam hati. Naluri wanitaku yang selalu diikuti oleh perasaan gampang terenyuh, mendadak ingin menangis melihatnya. Merasamiris sekali dengan kondisi yang berada di depanku.

Lukisan yang telah terbeli diserahkan kepada pembeli. Uang seratus dolar di masukkan pada kotak segi empat tanpa tutup yang ia letakkan di sebelah kirinya. Dengan menganggukkan kepala, dia berucap xie-xie nie, toce sai, thank you, terimakasih berkali-kali. Senyumnya mengembang. Sumringah. Beberapa orangyang tidak membeli kaligrafi tersebut, tanpa dikomando dari siapapun sengaja memberikan uang sebagai wujud simpati kepadanya. Setiap ada yang memberikan uang, dia selalu berhenti melukis. Menganggukkan kepala beberapa kali dengan ucapa terimakasih. Dan aku masih terbengong saja melihatnya bisa membuat kaligrafi seindah itu dengan anggota fisik yang sudah jelas tidak sempurna.

Tiba-tiba saja datang seorang nenek mendekat. Dia datang dengan membawabocah kecil berusia sekitar delapan tahun, dankuduga dia adalah cucu lelakinya. Berbaur dengan beberapa orang yang sedari tadi memperhatikan bagaimana lelaki itu bisa melukis dengan kanvas yang di talikan pada tangkai kaca mata yang dia kenakan.Dia memberi beberapa lembar puluhan dolar ke dalam kotak segi empat tempat uang tersebut berada. Kemudian, dengan mengagetkan dan spontanitasnenek tersebut mengambil kotak segi empat tempat uang yang berada di sebelah lelaki itu. Dengan senyum, bersuara serak-serak basah dia memutar sambil menyodorkan kotak itu ke arah orang yang sedang berkerumun.

Pei jin a, emkoi...goi hou jam a! Beri dia uanglah, sangat kasihan melihatnya.

Ada yang merasa simpati dengan tingkahnya.Ada yang menggerutu memang dia siapanya, kok datang-datang langsung nyelonong saja. Semua dibuat bingung, termasuk diriku yang masih berada di tempat itu. Tetapi dengan agak malu-malu lelaki pelukis tersebut membuka percakapan dengan nenek tua.

“Maaf, tidak usah seperti itu...saya tidak meminta-minta kok.” Di akhiri dengan senyum. Dan berlanjut dengan kaligrafi yang masih menunggu untuk dirampungkan.

Ding....!!!

Betapa terbelalak diriku mendengarnya. Mungkin pendapat orang lain akan berbeda jika mengetahui hal tersebut. Sudah pasti akan senang jika ada orang yang suka rela membantunya mendapatkan uang. Tetapi dengan sangat sopan, dia menolak. Sebuah totalitas dalam berkarya. Tidak ingin diremehkan dengan ketidak normalan fisiknya. Atau tidak ingin dikasihani. Beberapa dugaan tiba-tiba saja berkelana di fikirku tanpa permisi. Aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.

Segera ku berikan sedikit yang kuikhlaskan sebagai wujud simpati kepadanya sebelum berlalu dan meneruskan hari liburanku. Tubuhnya masih sama, dengan posisi membungkuk. Kepalanya beberapa kali mengangguk-angguk sambil tersenyum dan mengucapkan terimakasih.

Duh, Gusti!

Aku berlalu dengan perasaan yang carut marut. Tidak seberapa yang telah kuberikan kepadanya. Tetapi senyumnya begitu sumringah dan nampak sangat bahagia. Semangatnya terlihat luar biasa dan jauh dari rasa putus asa. Mengucap terimakasih berkali-kali yang bisa kuartikan sebagai rasa syukur atas apa yang dia peroleh.

Hatiku tiba-tiba saja kecut dibuatnya. Merasa tersindir dengan halus oleh sikap yang telah dia perlihatkan baru saja. Di dalam perjalanan menuju tempat janjian bersama teman-temanku, aku memilih berdiri walaupun masih ada beberapa tempat duduk yang kosong. Ku arahkan tatapan mataku pada kaca di dalam kereta. Kuamati bagian tubuhku. Mata menjadi sasaran utama. Karenanya aku bisa melihat indahnya dunia. Tangan kakikuyang sesempurna ini. Aku yang sering di siksa dengan perasaan iri seandainya bisa hidup berdampingan dengan Bapak Ibu, seperti keluarga lengkap lainnya. Aku yang sering kali menggerutu kurang cantik. Bertubuh gemuk. Selalu mengeluh dengan beberapa masalah yang datang. Sering ngedumel jika pekerjaan membuatku sering kelelahan dan merasa tersisih karena jauh dari sanak keluarga dan pergaulan. Dan ternyata semangat hidup dan rasa syukurku masih belum ada apa-apanya dengan lelaki pelukis kaligrafi tersebut. Pekerjaan yang membuatku masih bertahan sampai sekarang untuk tercapainyasebuah harapan akan sekelumit masa depan. Dan Alhamdulillah, tubuhku masih sesempurna ini. Nikmat sehat yang tiada tara dan tidak pernah terganti dengan segunung hartapun.

Thanks God.

Hari ini aku bahagia.

Dan sepertinya, terkadang sangat sulit bibir ini untuk mengucapkan perasaan ‘bahagia’ untuk hal yang terkesan ringan dan normal.

Ani Ramadhanie

Kamar.23.10.11.22.00

Newterritories.

Semoga bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun