Menjadi guru adalah cita-citaku semenjak kecil. Cita-cita itu berhasil aku pertahankan sampai aku lulus SMA hingga akhirnya aku bisa melanjutkan di sekolah keguruan (Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung Jawa Barat)., dengan mengambil jurusan pendidikan matematika. Alhamdulillah, sekarang aku merasa menikmati betul profesi yang memang sesuai passion dan cita-citaku itu. Di tengah lelah dan letih dalam aktivitasku sebagai guru, aku selalu memiliki motivator dan juga penyemangat. Diantara motivator dan penyemangat itu adalah murid-murid yang senantiasa menanti kedatanganku di kelas mereka. Sebutlah salah satu kelas yang aku ajar itu adalah kelas "Z". Aku mengikuti kelas ini sejak tingkat 1 (kelas X), dan sekarang aku masih mengajar mereka di kelas XII. Karena aku mengajar dua mata pelajaran berbeda dalam satu minggu, yaitu kimia dan matematika, otomatis pertemuanku di kelas ini yang terbanyak dibanding kelas lainnya. 8 jam per minggu. Aku ingat betul ketika mereka dulu masuk pertama kali di kelas X, mereka adalah anak-anak yang pendiam, kaku. Sampai-sampai aku seringkali kebingungan, bagaimana cara mengaktifkan kelas ini. Berbeda dengan beberapa kelas lain, yang jauh lebih aktif. Entahlah, mungkin karena mereka menganggap bahwa pelajaran kimia atau matematika itu pelajaran yang sepertinya dianggap sulit. Melihat tampangku pun seolah merasa sulit. Waktu pun berlalu. Kini aku sudah mulai mengenal betul karakter-karakter setiap anak dan karakter kelas secara umum. Di kelas ini suasana kelas lebih cair. Setiap pembelajaran berlangsung dengan suasana lebih rileks dan aktif. Sekarang aku menikmati betul berada di kelas ini. Suatu hari, dalam suasan santai, wali kelas nya berkata kepadaku, "Bu Ani tuh favoritnya kelas "Z" loh!". Iseng-iseng aku tanya, "kenapa emang?". Katanya, "ngajarnya enak, ga terlalu cepat, baik, terus juga sabar." Aku hanya bisa tersenyum mendengar kata-katanya. Ow, aku seorang yang baik dan sabar? Aku sendiri ga paham betul apa maksudnya. Tapi... mungkin bisa jadi sih! ^_^, sebab aku tau, bahwa aku memang harus menjadi guru yang sabar untuk mereka. Sabar mengajar mereka, sabar mengingatkan mereka, sabar membimbing mereka, dan banyak lagi kesabaran-kesabaran lainnya. Satu hal yang aku yakini adalah bahwa pekerjaan yang dijalani dengan baik yang dibarengi dengan ketulusan, keikhlasan, sungguh-sungguh dan profesional, Insya Allah akan berbuah baik. Dengan keyakinan itu, aku tidak mengharapkan penilaian baik di hadapan murid-murid atau siapapun. Aku tahu, semakin banyak aku bersentuhan dengan mereka, mau memahami dan mencoba memasuki alur berpikir mereka, akan lebih mudah bagi mereka menerima apa yang kita sampaikan. Menjadi guru bukan berarti kita menjadi segala-galanya. Aku akui, ada banyak hal bahwa aku mendapatkan pengalaman dan pembelajaran berharga ketika berinteraksi dengan murid-muridku. Ya... minimal, ketika kita berinteraksi dengan mereka, kita mungkin akan terkenang masa-masa kita dulu sewaktu duduk di bangku SMA seperti mereka saat ini. Dengan cara ini pula, kita bisa memahami pola pikir dan tingkah laku mereka, murid-murid kita, dengan cara kros cek dengan pola pikir dan tingkah laku kita dulu ^_^... Terakhir... Untuk muridku, aku berada di depan bukan berarti selamanya aku akan menjadi lebih bisa darimu saat ini. Aku berada di depan bukan berarti lebih pintar darimu. Aku berdiri di depan bukan berarti akan menghakimi dan memvonis segala kesalahan dan kekurangan-kekuranganmu. Suatu saat nanti, aku tahu bahwa diantara kau akan ada yang menjadi lebih hebat dari yang berdiri di depan ini.... Catatan: Foto bukan menggambarkan kelas yang aku ceritakan ya ^_^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H