Mohon tunggu...
Anhar Putra Iswanto
Anhar Putra Iswanto Mohon Tunggu... -

Menikmati Kopi dan Buku di Tepi Kota Malang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cinta dan Kekuasaan dalam Tongkat Emas

19 Desember 2014   08:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:59 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ada baiknya jika ada waktu luang, tontonlah film ini "Pendekar Tongkat Emas". Bukan seperti film-film perang lainnya, seperti Jaka Sembung, Jaka Gledek, Pandji Tengkorak, Si Buta Dari Gua Hantu, Suar Sepuh, Anggling Dharma, bukan!. Ini bukan sekedar film perang, mungkin lebih baik disebut film drama "martial art"--sebagimana Mira Lesmana menyebutnya.

Pertarungan antara Biru (Reza Rahadian), Gerhana (Tara Basro), Angin (Aria Kusumah), Dara (Eva Celia), dan Elang (Nocholas Saputra)---bukan hanya sekedar perebutan TONGKAT EMAS, namun memunculkan adegan betapa nafsu KEKUASAAN mendorong menusia untuk menghalalkan segala cara. Biru, Gerhana, Angin, dan Dara--yang semula murid dari Cempaka (Christine Hakim)--berubah ketika keptusan sang Guru (Cempaka) mewariskan TONGKAT EMAS kepada Dara. Biru sebagai murid paling senior dan jurusnya paling tinggi, ia tidak terima dengan keputusan gurunya. Sementara Gerhana, perempuan licik yang mabuk asmara kepada Biru menyusun taktik untuk membunuh gurunya, dan merebut TONGKAT SAKTI dari Dara. Alhasil, mereka berhasil meracuni gurunya.

Film yang menelan biaya Rp. 25 milyar itu diperkuat dengan sinematografi yang sangat indah. Berlatar keindahan alam dan budaya SUmba Timur, dengan lanskip buikit, pantai dan lembah mengundang decak kagum pada keindahan alam, sekaligus adegan-adegan dalam bahasa filosofis yang dilontarkan Cempaka saat membuka adegan-adegan film.

Setidaknya, saya memahami dari kalimat Guru Cempaka, setinggi apapun ilmu (silat), adalah bukan untuk ditandingkan demi mencari siapa yang paling sakti (pintar) diantara yang lain. karena pertandingan (politik) hanya memberikan dua pilihan, membunuh atau dibunuh. Sehebat apapun ilmu itu, tidak sanggup untuk menghindari manusia dari kematian----karena itu, kebenaran adalah selalu senyi, dinikmati segelintir orang---yang sanggup "berjiwa besar, meskipun mendapatkan apa yang menjadi haknya. dan bukan berjiwa kerdil, yang meminta apa yang bukan haknya"--kata Angin.

TONTON, TONTON, TONTON

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun