Pilgub DKI 2017 Putaran Pertama bisa dikatakan sudah usai tetapi sebenarnya pesta demokrasi DKI 2017 babak pertama ini telah meninggalkan bekas yang tidak mungkin terhapus oleh sejarah bangsa ini. Sepertinya itu adalah Kemenangan yang sama sekali tidak elegan dipertontonkan oleh suatu pihak.
Bila benar demikian, Ini pelajaran buruk bagi generasi muda mendatang dimana mereka menonton suatu manuver politik yang secara pribadi saya katakan seharunya tidak dilakukan.
Terlalu banyak keanehan-keanehan yang terjadi di Pilgub DKI 2017 ini seperti : ada jutaan brosur yang berisi negative campaign ditemukan tetapi tidak diusut oleh Bawaslu dengan alasan tidak termasuk kategori black campaign. Semudah itu menyimpulkannya tanpa adanya penyidikan oleh penegak hukum.
Lalu ada keanehan lain dimana pasangan kontestan yang semula unggul dalam berbagai Survey Elektabilitas, tiba-tiba diributkan oleh seluruh media bahwa pasangan kontestan itu terkait dengan tindak pidana korupsi 2 proyek sehingga harus diperiksa di Bareskrim Polri pada saat musim kampanye. Berita-beritanya pun menjadi Headline media mainstreame hingga berhari-hari.
Benar atau tidaknya kasus-kasus itu akan menjadi krusial di saat-saat setelah Pilgub usai. Benarkah itu kasus atau itu hanya upaya penggembosan elektabilitas dari lawan-lawannya. Kita tunggu saja hasil kerja polisi untuk membuktikannya. Saya berharap itu benar-benar kasus meskipun seharunya tidak perlu “diboomingkan” pada musim kampanye.
Tetapi seandainya setelah Pilgub usai ini penyidikan kasus itu tidak diteruskan atau ternyata tidak terbukti sama sekali, biarlah masyarakat luas yang menilai sendiri bahwa keanehan itu disebabkan oleh apa.
Dan satu lagi tentang Antasari Azhar yang tiba-tiba mengeluarkan Tendangan Gledeknya di saat Injury Time kepada kubu keluarga kontestan Pilgub DKI 2017. Saya menyebutnya Gledek karena bersifat seperti Gledek yang datang secara tiba-tiba tanpa disertai angin dan hujan.
Antasari menyerang SBY (terbaca Demokrat) sementara Demokrat sedang mengusung AHY sebagai Cagub DKI. Itu artinya serangan itu akan berimbas kepada elektabilitas AHY. Sengaja atau tidak sengaja “Tendangan” Antasari itu mempengaruhi Swing Voters dalam Pilgub DKI kali ini.
Kalau saja tidak ada Pemanggilan Sylviana Murni ke Bareskrim Polri pada saat AHY-Sylvi sedang unggul elektabilitas dan kalau saja tidak ada Tendangan Gledek Antasari dan ternyata AHY memang kalah di Pilgub DKI 2017 tentu tidak akan ada orang yang mempertanyakannya. Tentu tidak akan ada artikel ini. Dan tentu akan banyak ucapan selamat yang diterima Pemenang (Sementara).
Begitu lucu mendengar jawaban Antasari Azhar ketika ditanya media, mengapa “menyerang” SBY pada saat minggu tenang atau tepatnya sehari sebelum Hari pencoblosan? Apa motivasinya? Dan jawaban Antasari katanya karena tanggalnya cocok dengan peristiwa hukum dulu yang menimpa dirinya. Tanggalnya sama bulannya beda.
Percayakah anda dengan apa yang dikatakan Antasari tersebut? Saya tidak butuh jawaban anda ataupun kejujuran anda. Itu urusan pembaca masing-masing.
Sebelumnya juga rada aneh ketika mendengar berkali-kali di Media bahwa Antasari akan berjuang menemukan siapa yang telah mengkriminalisasi dirinya. Hal ini tidak sinkron dengan Grasi yang diterima. Logikanya kalau orang minta Grasi itu biasanya mengakui dirinya bersalah dan meminta keringanan hukuman. Jadi aneh juga ada orang yang sudah mengaku bersalah tetapi setelah diampuni langsung berbelok mengejar orang yang katanya yang bersalah.
Begitupun juga hadirnya Antasari Azhar di Debat Pilgub DKI yang lalu sudah menyiratkan satu hal. Sudah menceritakan bahwa sejak saat itu Antasari Azhar sudah berdiri dimana. Apalagi kabar berikutnya ada suara dari PDIP yang ingin mengusulkan Antasari Azhar menjadi Jaksa Agung.
Bagaimanapun juga peristiwa demi peristiwa itu ada benang merahnya. Sehingga mau disanggah apapun terlalu sulit untuk mengatakan “Tendangan Gledek” Antasari tidak berunsur Politis.
Tapi untuk itu biarlah menjadi urusan Antasari sendiri. Dia telah bermain api di usia senjanya. Pengalaman masa lalunya yang sering bermain api tidak menjadi pelajaran buatnya. Dan tidak tertutup kemungkinan akan ada aksi balasan dari pihak yang dirugikannya. Mungkin saja mereka akan berusaha membongkar rahasia-rahasia Antasari yang dulu. Itulah resikonya bila bermain api.
Disisi lain harus diakui bahwa turunnya elektabilitas AHY atau faktkor kalahnya AHY di pilgub DKI ini selain factor eksternal., ada juga factor internal baik pada kesalahan performa AHY sendiri maupun kesalahan SBY yang terkesan mengambil alih komando tim pemenangan.
AHY sebenarnya cukup berpeluang untuk sukses bila SBY membiarkannya berusaha sendiri. Masyarakat lebih suka AHY berjuang sendiri dengan kemampuannya daripada harus diatur oleh orang tuanya. Dan mundurnya AHY dari Militer itu sangat dikagumi masyarakat luas. Itu bukan keberanian yang sederhana. Butuh nyali besar. Tetapi bila itu adalah intruksi SBY maka hal seperti itu menjadi kurang berharga.
Kesalahan lain dari SBY dalam Pilgub DKI ini adalah terlalu banyak bicara. Terlalu mudah terpancing emosinya. Itu juga yang membuat swing voters AHY berpindah haluan.
Pilgub DKI babak pertama sudah usai. Diatas kertas melihat perbandingan suara antara Ahok dan Anies peluangnya lebih besar di Ahok. Perkiraan saya 10% suara milik AHY akan terbagi dua untuk Ahok dan Anies tetapi sekitar 6% nya dipastikan akan diterima Anies. (akan saya buat prediksinya untuk itu dalam waktu dekat).
Kehebohan yang dipastikan akan terjadi dalam beberapa hari ke depan kemungkinan besar adalah Gugatan berbagai pihak ke Mendagri karena telah mengaktifkan Ahok semakin membesar. Dan satu lagi mungkin akan ada serangan balik yang hebat dari Demokrat kepada Antasari.
Kita tunggu dan menyimak saja.
Begicuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H