Angin Sepoi, No. 109
Lihatlah di sana. Di bawah pohon kelapa yang berbuah lebat itu. Kuku Si kura-kura sedang merenung sambil mencelupkan kaki depannya ke dalam sungai kecil yang mengalir di hadapannya. Dia sedang bingung. Bingung memikirkan perihal tantangan Kelin Si kelinci untuk berlomba lari esok hari. Bila dipikirkan dengan akal sehat, dalam perlombaan yang jujur, semua pasti sudah dapat menduga hasilnya. Kelin pasti menang. Dilain pihak, Kuku tidak ingin mendapatkan kemenangan dengan cara-cara yang tidak jujur. Disamping itu, Kuku pun tidak ingin kehilangan harga diri karena menolak tantangan itu. Dia tidak ingin disebut pengecut yang meyerah sebelum berlaga.
“ Ada apa anak muda? “ sebuah suara menyapa.
Kuku tersentak. Menoleh kesana-kemari. Mencari-cari sumber suara itu.
“ Aku di sini, di bawah sini. “ kata suara itu lagi.
Kuku menoleh ke bawah. Ternyata di sana seekor keong tua sudah sedari tadi mengamati tingkah Si Kuku.
“ Ah, tidak kek. Hanya sedang mendinginkan kepala “ jawab Kuku.
“ Mendinginkan kepala kenapa kaki yang kau celupkan ke air? He he he..” Si keong tua terkekeh.
“ Aku sedang bingung kek. Aku ditantang berlomba lari oleh Kelin Si kelinci. Kakek kan tahu, dalam perlombaan yang jujur, sudah jelas hasilnya. Kelin pasti menang. Dilain pihak, saya tidak ingin mendapatkan kemenangan dengan cara-cara yang tidak jujur. “ jelas Kuku. “ Kalau saja bisa, aku tidak ingin terlahir sebagai kura-kura. Aku ingin seperti hewan lain yang bisa berlari cepat. Atau seperti burung yang dapat terbang. “ sambungnya.
“ Jadi menurutmu, makhluk yang bergerak lambat seperti aku ini jelek begitu? “ tanya Si keong tua.