BOM WAKTU UU MD3 Dalam Sistem Demokrasi Perwakilan di Indonesia.
MK telah menolak UU MD3 dengan alasan bahwa UU tersebut adalah hak dan wewenang internal DPR walaupun ada desenting opinion dari 2 Hakim MK yang lain. Sangat disayangkan bahwa Hakim MK tidak melihat bahaya dalam sistem UU MD3 tsb yang justru akan menghancurkan sistem demokrasi perwakilan rakyat dan akan menjadi bom waktu kehancuran demokrasi di Indonesia.
Dalam pemilihan pimpinan DPR dengan sistem paket (1 Ketua dan 4 Wakil Ketua) akhirnya dimenangkan koalisi Merah Putih karena mereka bisa membentuk Paket Pimpinan karena ada 5 partai yang berkoalisi, sedangkan PDIP dengan Koalisinya PKB, Hanura dan Nasdem harus gigit jari karena gagal membentuk paket yang terdiri 5 partai, ini adalah suatu ketidak adilan dan bencana dalam demokrasi perwakilan rakyat.
Penulis berpendapat bahwa saat ini dengan komposisi Koalisi Merah Putih memegang suara mayoritas di DPR memang masih bisa diterima jika mereka memegang pimpinan, dan hal ini sekaligus menjadi penyeimbang yang baik bagi Pemerintah sebagai lembaga eksekutif yang didukung oleh Koalisi Indonesia hebat. Disinilah kita menunggu niat baik DPR yang bersama-sama berjuang untuk rakyat dan sekaligus menanti kiprah Pemerintahan Jokowi yang didukung Koalisi Indonesia Hebat yang juga untuk kesejahteraan rakyat.
Kecacatan UU MD3
Apabila DPR dengan KMP ternyata berkhianat terhadap rakyat dan akhirnya dihukum rakyat pada tahun 2019, sehingga partai Koalisi Merah Putih menjadi partai gurem, dengan sistem paket seperti UUMD3 ini  mereka masih bisa menjadi pimpinan partai karena tetap bisa membentuk Paket (1 Ketua dan 4 Wakil), ini adalah kecelakaan demokrasi karena suara mayoritas rakyat yang diwakili oleh partai pemenang Pemilu tidak bisa menjadi pemimpin di DPR.Sistem paket ini adalah bentuk kecacatan UU MD3
Solusi: Komposisi Kepemimpinan Proporsional
Dalam sistem demokrasi perwakilan yang kita anut seharusnya komposisi kepemimpinan harus proprorsional yang mewakili suara rakyat. Penulis mengajukan 2Â solusi, Solusi pertama, Jika memang sistem paket ingin diterapkan maka harus proporsional misalnya jumlah partai pemenang pemilu ada 9 partai maka paketnya adalah 1 Ketua dan 3 Wakil Ketua, sehingga setiap koalisi memiliki hak untuk mengajukan paketnya. Seandainya pun pada tahun 2019 ternyata Partai yang masuk electoral threshold hanya 7 partai maka, paketnya adalah 1 Ketua dan 2 Wakil ketua. Ataupun seandainya 10 partai yang masuk senayan maka bisa dibuat paket 1 ketua 4 wakil ketua, sehingga semua bisa tetap bersaing dalam posisi kepemimpinan sebagai perwujudan demokrasi perwakilan suara rakyat yang proporsional tetap dihormati.
Solusi kedua, UU menetapkan komposisi 1 Ketua dan 4 Wakil Ketua, maka yang proporsioanl adalah Partai pemenang pertama menjadi ketua dan partai pemenang 2 sampai ke 5 menjadi wakil ketua. Ini menunjukkan sistem Demokrasi perwakilan proporsional yang mewakili suara rakyat berdasarkan pemenang pemilu. Dari kedua solusi tersebut penulis lebih setuju usul kedua, karena betul-betul menunjukkan keterwakilan rakyat berdasarkan pemenang pemilu.
BOM WAKTU
Jika UU ini tidak direvisi maka akan menjadi bom waktu bagi kelangsungan demokrasi di Indonesia, karena partai pemenang pemilu DPR belum tentu mendapatkan posisi terhormat di DPR, disamping itu akan terjadi politik transaksional yang sangat masif dan akan kembali mengorbankan kepentingan rakyat  demi kepentingan elit politik partai tertentu.
Bahaya kedua, Apabila PDIP dengan Koalisi Indonesia Hebat memenangkan Pemilu tahun 2019, sekaligus memenangkan kembali Pemilu Presiden maka akan terjadi bahaya juga dalam sistem demokrasi kita, karena tidak ada lagi check and balance yang jujur dan transparant antara legislatif dan eksekutif. Karena 2 kuasa yang besar legislatif dan eksekutif dikuasai oleh koalisi yang sama.
Kesimpulan.
Melihat kemarahan rakyat yang masif terhadap Partai-partai Koalisi Merah Putih termasuk Demokrat didalamnya, maka bisa dipastikan apa yang bakal terjadi terhadap partai-partai tsb pada tahun 2019, maka satu-satunya jalan bagi mereka adalah DPR yang dipimpin oleh KMP harus betul-betul berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, bekerjasama dengan Pemerintaahan Jokowi-Jk secara harmonis, jangan lagi melukai rakyat dengan membuat UU yang memberangus hak rakyat, dan selagi sempat merevisi kembali UUMD3 sesuai semangat Demokrasi Perwakilan. Jika tidak akan menjadi bumerang bagi KMP dan bagi demokrasi di Indonesia. Rakyat Indonesia menanti kiprah DPR yang pro rakyat. Salam Demokrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H