Perang Onin membumi-hanguskan kota Kyoto [1]. Perang melanda seantero Kyoto. Masa yang teramat sulit untuk bertahan hidup, karena pertumpahan darah bisa terjadi dimana, kapan dan siapa saja. Masa dimana harag sebuah nyawa manusia tak lebih dari harga sebuah senjata. Perang yang menggambarkan sebuah keserakahan manusia. Di masa itulah Yoshimasa hidup. Yoshimasa yang tidak suka akan perang, memimpikan datangnya hari-hari damai yang tak juga muncul. Dalam harapannya itu, dia mendirikan sebuah paviliun yang bernama Ginkakuuji (Paviliun Perak). Paviliun itu dibangun di sebuah kaki bukit, dimana dia bisa menikmati datangnya rembulan saat purnama dan menghabiskan waktunya di sana. Yoshimasa meninggalkan kekuasaannya. Dia serahkan kekuasaan di tangan adiknya dan anaknya. Dia memilihs mengungsi ke Ginkakuji yang sebenarnya pembangunannya tidak pernah selesai. Perang Onin benar-benar menghancurkan Kyoto, sampai menghabiskan semua keluarga Ashikaga, kecuali Yoshimasa. Entah mengapa Yoshimasa tidak pernah tersentuh oleh perang. Tetapi justru ini akhirnya sangat menyiksanya. Karena dia harus kehilangan semua keluarga yang dia cintai, yang jauh lebih berarti dari kekuasaan dan harta yang dia miliki.
Tiap hari dia menyaksikan hari-hari telah memisahkan dia dari orang-orang yang dicintainya. Tiap detik dia menyaksikan bagaimana nyawa yang begitu berarti terbuang sia-sia hanya karena perebutan kekuasaan dan keserakahan.Di Ginkakuji dia menghabiskan waktunya dalam airmata yang tiada berhenti mengalir. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk menjadi pendeta. Sehingga akhirnya Ginkakuji berubah fungsi menjadi kuil Budha yang digunakan untuk mengajarkan kebaikan-kebaikan dan kedamaian. Hingga akhirnya Yoshimasa meninggal dunia dalam air mata yang selalu merindukan kedamaian
Kini Ginkakuji tetap berdiri, menjadi saksi betapa besar arti cinta kasih manusia dibandingkan keserakahan akan kekuasaan. Tidak ada kata menang dan kalah dalam arti cinta kasih, juga tidak ada kata selesai. Begitu juga Ginkakuji, yang pembangunannya tidak pernah selesai. I love My hut At the foot of the Moon-awaiting Mountain And the reflection Of the sinking sky Aku mencintai gubukku yang berada di kaki gunung tempat menunggu bulan dan refeksi dari langit yang tenggelam. Sebuah puisi dari Ashikaga Yoshimasa yang ditulis antara 1436-1490 [2]. Puisi menggambarkan perasaan Yoshimasa saat dia berada di Ginkakuji (Pavilion Perak – Kyoto) yang dia bangun sebagai sebuah wujud harapan akan kedamaian yang tumbuh dari sudut hatinya yang terdalam, dan juga cintanya. ------- Tulis ulang dari catatan tentang Kyoto Oleh: Ki Suki Referensi: [1] http://www.sacred-destinations.com/japan/kyoto-ginkakuji [2] http://www.yamasa.org/japan/english/destinations/kyoto/ginkakuji.html
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI