Mohon tunggu...
Ki Suki
Ki Suki Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Seorang yang suka menulis dan menggambar.

Hidup ini selalu indah saat kita bisa melihatnya dari sudut yang tepat, sayangnya seperti melihat sebuah kubus kita hanya mampu melihat paling banyak tiga sisi dari enam sisi yang ada.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Perempuan Berbaju Merah

27 Mei 2018   21:34 Diperbarui: 27 Mei 2018   21:42 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak seperti biasa aku pulang malam dan kelaparan. Kulirik jam tanganku. Jam 11.30! Sebetulnya tadi sudah makan malam, tapi mungkin karena pekerjaan yang menumpuk ditambah dengan proyek baru yang masih penuh tanda tanya. Ada satu yang masih mengganggu pikiranku, bagaimana mendapatkan model dengan tema yang misteri tetapi harus kelihatan tetap cantik dan cerah, mana susah ngepasin dengan ceritanya. Sudah tiga kali mencoba, semuanya gagal. Pusing! 

Kebetulan juga, jam segini masih ada warung mie ayam yang buka sampai pagi. Aku masuk. Jam segini masih ramai juga. Hanya ada satu kursi yang kosong. Itupun satu meja dengan orang lain. Seorang perempuan berbaju merah. Ah, biarlah! Aku beranikan diri untuk sharing meja.

"Mbak, maaf, kursi ini kosong?"

Dia mengangguk dan tersenyum tipis. Aku duduk. Baru saja duduk, mas pelayan datang.

"Mas dan mbak mau pesan apa?"

"Mie ayam dan teh manis!" Kami menjawab bersamaan. Aku memandang perempuan itu, dan dia memandangku. Ah!

Tanpa ba bi bu, mas pelayan langsung beranjak begitu saja meninggalkan kami yang bengong bersama. Dia tersenyum. Ah! Cantik juga perempuan ini. Entah mengapa aku merasa tertarik. Seperti ada sesuatu yang mendorongku untuk mengenalnya lebih jauh.

"Perkenalkan namaku Bayu. Kamu?"

"Indah."

Nama yang indah seindah orangnya. Wajahnya cerah dan menunjukkan kecantikan yang tidak biasa. Ada kesan anggun dan berwibawa, namun orangnya sopan dan enak diajak bicara.

"Kamu sering makan di sini?" Tanyaku mencoba mengenalnya lebih jauh.

"Nggak juga mas."

"Oooo....."

Mau ngomong lebih lanjut, mas pelayan datang dan membawa mie ayam yang aromanya membuat perutku berteriak sekeras-kerasnya. Begitu mie ayam sampai, kami melanjutkan makan. Lebih-lebih aku sudah lapar banget seperti sudah dua tahun gak makan. 

Tiba-tiba, Indah menyudahi makannya dan memanggil mas pelayan.

"Mas, maafkan aku. Aku lupa bawa uang. Bagaimana ini?" 

Mas pelayan itu tidak bisa menjawab. Tatapannya seolah tak percaya, tetapi tidak bisa berkata apa-apa. Sepertinya mas pelayan kebingungan.

"Mas, biar aku yang bayar." Aku berkata untuk menghancurkan kekakuan yang ada. Mas pelayan bernafas lega dan kembali meninggalkan kami.

"Sudahlah Indah, kamu habiskan saja. Mienya enak banget loh." Kataku pada Indah.

"Terima kasih mas Bayu. Kamu menyelamatkanku."

Indah sepertinya sangat lega. Entah seperti ada beban berat yang tiba-tiba saja hilang. Dia tersenyum sangat manis. Senyuman yang membuatku terpana dan tak tahu harus berkata apa. Duh! Ada apa dengan hatiku ini.

"Sudahlah. Mari kita makan." Jawabku sambil menahan gejolak yang tiba-tiba saja muncul.

Kami melanjutkan makan.

"Ohya mas Bayu, aku sedang kesulitan keuangan. Apakah mas Bayu bisa menolongku memberikan pekerjaan? Apapun aku mau asal yang tidak melanggar norma."

Aku merasa Indah sepertinya tidak berbohong. Kalau melihat wajahnya, rasanya aku menemukan jawaban atas kesulitan dalam proyek baruku. Kayaknya benar-benar pas, apalagi dengan baju warna merah seperti saat ini. Apakah ini yang dinamakan kebetulan? Ah, entahlah.

"Kebetulan aku juga butuh model foto. Kamu mau?"

"Terima kasih mas. Aku mau." 

Wah! Tidak hanya Indah yang gembira, akupun merasa gembira. Ada kegembiraan karena aku menemukan model yang aku butuhkan, namun ada kegembiraan lain yang tak bisa aku jelaskan.

"Kalau begitu, besok malam kamu datang ke kantorku ya."

Aku memberikan kartu namaku. Indah menerima sambil menundukkan kepala. 

(Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun