Pada awal tahun 2020, dunia pasar keuangan global mengalami penurunan yang cukup tajam. Hal yang menjadi Penyebab utamanya ialah wabah virus corona atau yang biasa disebut dengan pademi covid-19 yang terjadi diseluruh dunia. Dan ditambah lagi dengan harga minyak dunia turun drastis ke angka US$30 per barel. Pihak investor di dalam negeri maupun luar negeri sedang menjauhi asset beresiko dan memindahkan dana menjadi kas dalam bentuk dollar atau US Treasury. Pihak Investor asingpun menarik dananya sehingga menekan pasar saham yang turun hingga mencapai 26% sejak memasuki tahun 2020.
Karena dengan adanya ketidakpastian atas dampak ekonomi dari krisis Covid-19, Pelaku bisnis dan juga konsumen cenderung mengurangi beberapa pengeluaran dalam kondisi ketidakpastian ini. Bisnis-bisnis yang terdampak akan berusaha dan berupaya mengurangi biaya-biaya yang akan mempengaruhi pendapatan supplier nya.Â
Pendapatan oleh pekerja tetap yang bisa saja terkena PHK atau pemotongan gaji maupun oleh pekerja lepas akan dikurangi, yang mengakibatkan daya beli pun ikut berkurang. Pihak perbankan akan lebih ketat dalam mengeluarkan dana kreditnya hal ini menyebabkan perusahaan menjadi lebih sukar dalam mendapatkan pendanaan dari perbankan.
Saat ini perkirakan pasar masih akan mengalami volatilitas yang cukup tinggi dalam beberapa waktu mendatang. Melihat dari sejarah, Negara Indonesia selalu berhasil melalui kasus krisis regional atau global, termasuk kasus krisis moneter tahun 1998 dan kasus krisis keuangan global tahun 2008.Â
Oleh sebab itu, perkiraan Negara Indonesia pasti akan bisa melalui kasus krisis pademi Covid-19 ini. Pihak pemerintah menangani krisis ini dengan sangat serius. Hal itu terbukti melalui Pihak pemerintah yang menggolongkan krisis ini sebagai kondisi extraordinary, yang memerlukan respons dan dukungan yang luar biasa. Dengan Penerapan kebijakan social distancing, yang saat ini diperketat dengan kebijakan pembatasan social berskala besar (PSBB) sebagai upaya memutuskan mata rantai penularan Covid-19.
Pemerintah juga telah Memberikan Insetif dan stimulus ekonomi dan sosial yaitu sebesar Rp. 405 Triliun untuk mengantisipasi dampak dari akibat krisis Covid-19 ini. Ini merupakan Insetif dan stimulus terbesar dalam sejarah Negara Indonesia, yang ditujukan untuk kesehatan sebesar Rp 75 triliun, dana bantuan sosial Rp. 110 triliun, dan dana lainnya untuk insentif pajak serta dana program dalam pemulihan ekonomi. Bank Indonesia pun telah melakukan beberapa tindakan terutama pada stabilisasi nilai tukar serta pembelian surat utang Negara. Baru-baru ini bank Indonesia juga telah melakukan penurunan suku bunga acuan sebesar 0,5% menjadi 4,5% untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan dari data historis yang ada, maka dapat disimpulkan semakin besar penurunan pasar saham, semakin besar potensi keuntungan di masa depan. Dalam hal ini kita juga tidak bisa melakukan market timing dan berharap membeli di level terendah. Akan tetapi dalam hal ini penurunan yang cukup besar merupakan salah satu peluang bagi pihak investor mengingat pasar yang telah banyak memberikan potensi kenaikan yang besar juga.
Solusi dari ini semua adalah untuk pihak investor yang memiliki horizon perencanaan jangka menengah-panjang yang berkisar dari 1 sampai 5 tahun yaitu dengan tetap berinvestasi secara bertahap atau regular karena pada kondisi saat krisis ini, harga saham dan juga termasuk IHSG menjadi murah serta kondisi ini bisa memberikan potensi keuntungan yang lebih besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H