Sejauh ini, setidaknya terhitung negara dengan sistem demokrasi berada pada jumlah 120 negara, dimana jumlah secara presentasi mencakup 58,2% dari total seluruh penduduk dunia. Di abad 21 ini membuktikan kalau sistem pemerintahan demokrasi bisa lebih relevan dengan perkembangan zaman terkini, terbukti kalau mayoritas negara-negara di dunia lebih memilih demokrasi sebagai sistem pemerintahan bagi negaranya.
Sistem demokrasi hadir setelah masa lalu yang kelam dari negara-negara yang mengalami penindasan dari kolonialisme, keotoriteran pemimpin di masa lalu, dan feodalisme yang menguat di seluruh negara. Nyatanya demokrasi bisa menjadi obat yang paling dirindukan oleh masyarakat yang mengalami penindasan bertahun-tahun, yang mana membuat demokrasi semakin menjadi pilihan bagi negara-negara di dunia.
Namun demikian, demokrasi semakin menampakan sisi gelapnya dari masa ke masa. Antara demokrasi yang mulai memperlihatkan dampak buruknya atau negara yang tak mampu mejalankan demokrasinya dengan maksimal, keduanya sama-sama patut dipertanyakan dan pengkritisan yang lebih mendalam. Negara demokrasi yang seharusnya dapat melahirkan sebuah rezim yang mampu menyelasaikan masalah dan memberikan solusi ternyata hanya melahirkan sebuah kelompok kepentingan yang hanya menguntungkan segelintir orang dalam negara.
Dari seluruh sistem pemerintahan yang ada di dunia, ada salah satu sistem pemerintahan yang penulis rasa sistem inilah yang bisa menjadi solusi dari demokrasi, yaitu epistokrasi. Secara garis besar epistokrasi adalah sebuah sistem pemerintahan yang dipimpin oleh orang-orang yang berilmu pengetahun atau berkompeten secara kemapuannya untuk memimpin karena ilmu pengetahuannya. Wacana tentang hadirnya epistokrasi ini berawal dari salah satu buku yag ditulis oleh Jason Brennan yang berjudul “Against Democracy”. Beliau adalah seorang profesor di Georgetown University, tulisan ini membahas tentang gagalnya demokrasi dalam melahirkan pemimpin baru yang berkompeten akibat perilaku pemilih dalam pemilu yang cenderung tidak berpikir dengan cermat dan berpikir lebih kritis dalam pemilihan.
Against Democracy menyajikan sebuah renungan yang mendalam terhadapap jalannya demokrasi yang seharusnya melahirkan seroang pemimpin baru yang menjadi harapan dan nafas baru bagi masyarakat, ternyata yang terjadi adalah sebaliknya karena perilaku pemilih yang tidak terdidik dan kurang pengetahuan. Akibat dari kebodohan memilih di masyarakat itu, Jason Brennan merasa kalau hal inilah yang akan melahirkan sebuah negara yang tidak ideal karena seorang pemimpin yang dipilih adalah seorang yang hanya populer secara karir perpolitikan praktisnya, namun secara kemampuan kepemimpinannya sangat meragukan. Maka epistokrasi dapat menjadi obat atas sebuah masalah ini, epistokrasi adalah sebuah sistem pemerintahan dimana orang-orang dapat memilih dan dapat mengajukan diri sebagai calon pemimpin bukan karena karir perpolitikan praktisnya, namun karena kemampuannya dalam menyelasaikan masalah dan mampu memberikan solusi kongkret dalam problematisnya sebuah daerah atau negara.
Mungkin epistokrasi ini bisa menjadi cikal bakalnya sebuah negara yang ideal, dimana orang yang menjadi pejabat publik bukan lahir dari lobi-lobi politik dan ketenaran, melainkan mereka yang memahami sebuah masalah dan mampu memberikan solusi bagi masyakat. Sistem ini mungkin bisa menjadi obat dari rasa sakit oleh pemerintahan demokrasi kita yang cenderung melahirkan pejabat yang korupsi dan nepotisme.
Sudah seharusnya kita mulai sadar kalau rakyat membutuhkan sebuah solusi gamblang dari seluruh permasalahan yang ada, dan masalah ini harus diselesaikan oleh orang-orang yang ekspertis didalam bidangnya, dan epistokrasilah yang dapat menjawab masalah itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H